12/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Koordinasi Data, Langkah Awal Stabilitas Sektor Pangan

Surabaya, KabarGress.com – Pada Jumat, 27 November 2015, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar inspeksi mendadak (sidak) komoditi beras serentak di 4 (empat) wilayah di Indonesia. Yakni Karawang (Jawa Barat), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Medan (Sumatera Utara). Tujuan sidak untuk mengetahui kondisi riil di lapangan mengenai ketersedian pasokan dan harga beras yang beredar di masyarakat. Sidak serentak itu sendiri dilatarbelakangi pelaksanaan sidak yang dilakukan KPPU sebelumnya di Pasar Induk Cipinang di Jakarta.

Seperti diberitakan, pada saat sidak di Pasar Induk CIpinang didapatkan informasi jika pasokan beras untuk kelas medium berkurang. Karena itulah, sidak serentak di 4 (empat) wilayah dilakukan KPPU. Hasilnya, mengejutkan. Ternyata ketersediaan beras di tempat pelaksanaan sidak melimpah hampir untuk jenis beras. Termasuk beras medium. Lantas mengapa pasokan beras di Pasar Induk Cipinang berkurang?

Berkurangnya pasokan beras sebagaimana disampaikan oleh beberapa pedagang beras di Pasar Induk Cipinang tidak dapat serta merta dituduh karena ada upaya untuk menahan pasokan. Memang, dugaan penahanan pasokan sangat mudah diambil mengingat ketersediaan pasokan beras, khususnya beras medium di wilayah diseputar Jakarta berlimpah. Namun, perlu dilakukan upaya yang konkrit dan jelas untuk menelusuri silang sengkarut permasalahan beras.

 

Surplus Tapi Harga Naik dan Impor

Berdasarkan data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui berita resmi statistik BPS No. 99/11/Th/XVIII, tertanggal 2 November 2015 disebutkan “Produksi padi tahun 2015 diperkirakan sebanyak 74,99 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan sebanyak 4,15 juta ton (5,85 persen) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena kenaikan luas panen seluas 380,87 ribu hektar (2,76 persen) dan peningkatan produktivitas sebesar 1,54 kuintal/hektar (3,00 persen)”. Masih berdasarkan data dari BPS, kenaikan produksi terjadi di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Aceh dan Lampung.

Data yang dilansir BPS ini juga dikutip dalam website Kementerian Pertanian dengan link http://tanamanpangan.pertanian.go.id/berita-produksi-padi-jagung-kedelai-pada-aram-ii-tahun-2015-masih-lebih-tinggi-dari-atap-2014.html. Selanjutnya, pejabat Kementerian Pertanian menyatakan jika produksi padi berlebih hingga tidak diperlukan impor sebagaimana dikutip dari link berita http://www.antaranews.com/berita/531708/kementan-klaim-produksi-padi-2015-surplus.

Namun, faktanya, bahkan sebelum BPS merilis data dan pernyataan pejabat Kementerian Pertanian, beras Impor asal Vietnam telah masuk di beberapa pelabuhan di Indonesia pada awal November 2015 sebagaimana pernyataan yang didapat dari pemberitaan di link http://nasional.kompas.com/read/2015/11/11/20505561/Beras.Impor.Akhirnya.Masuk.ke.Indonesia

Sementara, ketika KPPU melakukan sidak serentak di 4 (empat) wilayah, didapatkan fakta memang ketersediaan stok melimpah. Namun, ada informasi dari pedagang di Karawang yang mengaku kesulitan memasok beras ke Jakarta. Demikian juga dengan hasil sidak di Surabaya, dimana ada pedagang yang mengaku kesulitan menjual berasnya ke Jakarta, karena menurut pedagang Jakarta pasokan beras masih cukup.

Sementara itu, jika menilik dari sisi harga, maka pergerakan harga beras pada bulan November 2015 di wilayah Jawa Timur berdasarkan data www.siskaperbapo.com menunjukkan harga beras medium berkisar pada angka Rp.9.540,- hingga Rp.9.660,-, sementara itu, di Jakarta harga beras medium berdasarkan data http://infopangan.jakarta.go.id menunjukkan pergerakan harga pada rentang Rp.10.685,- sampai dengan Rp.10.815,-. Sedangkan berdasarkan hasil sidak di Surabaya harga beras medium berada pada rentang harga Rp.9500,- hingga Rp.10.000,- dengan angka kenaikan berada pada rentang Rp.100,- hingga Rp.200,- .

Pasca sidak KPPU, Menteri Pertanian menyatakan jika kondisi kekeringan akibat el Nino membuat kualitas padi meningkat, hingga padi yang biasanya berkualitas medium berubah menjadi berkualitas premium, sehingga pasokan beras medium berkurang di pasaran, sebagaimana dilansir dari link http://www.antaranews.com/berita/532143/harga-beras-naik-ini-alasan-mentan-amran-sulaiman.

 

Koordinasi Pendataan

Mencermati hal tersebut, maka perlu didorong mekanisme pendataan yang terintegrasi diantara para pemangku kepentingan di sektor pangan pada umumnya dan komoditi beras pada khususnya, koordinasi ini juga perlu diturunkan hingga level daerah sehingga data yang didapatkan benar-benar data riil yang sesuai atau paling tidak mendekati kondisi riil di lapangan. Artinya, data yang dimiliki harus benar-benar valid dan sesuai.

Validitas data ini mutlak diperlukan karena, Pertama, kebijakan yang diambil Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat terukur dan tepat sasaran. Misalnya, jika benar produksi surplus cukup besar, maka kebijakan impor tidak diperlukan, atau dilakukan hanya dengan alasan untuk stok nasional dengan alasan-alasan tertentu. Kedua, jika terjadi anomali dilapangan, maka akan mudah dideteksi apakah terjadi penyimpangan atau ada masalah pada rantai distribusinya, atau lebih dari itu terdapat dugaan upaya untuk menahan pasokan atau dugaan praktek kartel hingga membuat pasokan berkurang yang mengakibatkan harga naik.

Jika koordinasi pendataan ini berlangsung dengan baik, maka permasalahan pada rantai produksi dan distribusi serta pilihan kebijakan yang diambil baik Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah akan relatif mudah dan tepat sasaran, serta meminimalisir ulah atau perilaku oknum pedagang tidak bertanggungjawab yang berniat mereguk keuntungan dengan cara yang tidak benar. (ro)