10/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Pencabutan PPKM di Indonesia, Pemerintah Hendak Berlepas Tangan?

Oleh Ine Wulansari

Pendidik Generasi

Pandemi Covid-19 yang menerjang dunia dalam dua tahun ini, telah melumpuhkan sebagian besar aktivitas masyarakat. Pemberlakuan PPKM oleh pemerintah, memang terkesan lambat setelah ratusan ribu nyawa melayang. Keterpurukan baik secara mental, ekonomi dan lainnya, membuat masyarakat hidup dalam kesengsaraan. Sehingga ketika pandemi ini dianggap aman, rakyat dunia tak terkecuali Indonesia dapat bernafas lega.

Akan tetapi meskipun pandemi Covid-19 dinyatakan aman, tak dapat dimungkiri virus mematikan ini masih ada. Seperti kasus di negeri Sakura Jepang Covid-19 kembali melonjak. Tercatat,  177.739 kasus baru dan kematian akibat virus ini mencapai 371 kasus. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi sejak awal virus Covid-19 kembali mewabah. Pemerintah setempat pada 11 Oktober 2022, mencabut aturan PPKM yang disebut sebagai penyebab melonjaknya Covid-19 di Jepang. (cnnindonesia.com, 26 Desember 2022)

Sejak melonjaknya kasus Covid-19 di Jepang dan China, pemerintah Indonesia justru mencabut aturan PPKM meskipun masih berstatus pandemi Covid-19. Secara resmi Presiden Joko Widodo mencabut pembatasan kegiatan masyarakat pada jumat (30/12). Mohamad Syahril selaku juru bicara Kementerian Kesehatan mengatakan meskipun PPKM telah dicabut, saat ini Indonesia masih dalam kondisi pandemi. Hal ini ia sampaikan sesuai dengan pernyataan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), bahwa yang terlihat baru tanda-tanda awal berakhirnya pendemi. (voaindonesia.com, 30 Desember 2022)

Pencabutan PPKM tentu memunculkan sejumlah kekhawatiran di tengah masyarakat, salah satunya masuknya subvarian baru BF.7 ke Indonesia. Virus tersebut yang menyebabkan lonjakan kasus di China dan Jepang.

China mengalami gelombang Covid-19 yang menyebabkan membludaknya pasien. Ruang ICU rumah sakit pun terpantau penuh. Berdasarkan data WHO, tahun 2022 China mengalami tiga gelombang Covid-19. Puncak gelombang terakhir terjadi pada awal Oktober, di mana kasus terkonfirmasi mencapai 333.830 dengan kematian 412 kasus. Meskipun Covid kian meningkat, namun pemerintah China mengumumkan pelonggaran aturan mulai 8 Januari 2023. Hal itu membuat warga China berbondong-bondong pergi ke luar negeri.

Dengan diterapkan pelonggaran aturan tersebut, maka tak heran beberapa negara menerapkan syarat ketat terhadap pelancong asal China. Seperti Italia, Amerika, Jepang, Malaysia, dan India mensyaratkan tes negatif. Sebab khawatir dengan lonjakan kasus serta kurangnya transparansi dari pemerintahan China.

Namun, pengetatan aturan sebagaimana diberlakukan di beberapa negara ini tampaknya tidak berlaku di Indonesia. Dengan pencabutan PPKM tersebut, sangat disesalkan tak ada persyaratan khusus bagi pendatang asal negeri tirai bambu itu. Begitu juga dengan negara-negara lainnya yang hendak masuk ke Indonesia. Padahal, para ahli kesehatan telah mengingatkan pemerintah agar melakukan pemantauan selama 14 hari bagi pendatang asal China. Hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi.

Kemenkes (Kementerian Kesehatan) menyebutkan, bahwa risiko peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia tetap ada. Meskipun terjadi tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Seperti yang disampaikan Siti Nadia Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, bahwa kasus Covid-19 yang tengah meningkat di China dan Jepang bisa terjadi juga di Indonesia.

Sayangnya pemerintah tidak belajar dari kasus China dan Jepang. Dua negara tersebut mengalami peningkatan kasus setelah pelonggaran aturan terkait Covid-19. Indonesia seharusnya serius memberlakukan aturan pengetatan terhadap wisatawan dari China, Jepang, dan negara manapun yang mengalami lonjakan Covid-19. Bukan sebaliknya malah mencabut PPKM.  

Melihat fakta bahwa negeri katulistiwa ini memberlakukan pelonggaran ketika terjadi peningkatan kasus, sedangkan status Indonesia masih pandemi, menunjukkan bahwa pemerintah berlepas tangan terhadap penularan virus ini. Demi keuntungan melalui sektor pariwisata dan bergeraknya roda ekonomi, kesehatan dan keselamatan rakyat digadaikan.

Inilah wujud nyata diberlakukannya sistem Kapitalisme yang menyengsarakan. Negara lebih melindungi pengusaha dibandingkan menyelamatkan nyawa rakyat. Para kapital hanya ingin meraih keuntungan besar, meskipun Covid-19 bisa meledak di Indonesia dengan membuka lebar pintu masuknya bagi para turis mancanegara. Terlebih negara-negara yang sedang mengalami peningkatan kasus. Maka menjadi wajar, ketika pemerintah mengambil langkah pelonggaran PPKM, agar pemilik modal tidak merugi dan terganggu bisnisnya. Sedangkan posisi negara dalam sistem Kapitalisme bukan melindungi rakyat, melainkan sebagai jembatan bagi mereka yang berduit.

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Tujuannya untuk menjaga nyawa manusia. Dalam Islam, penjagaan kesehatan termasuk dalam salah satu maqashid (tujuan diterapkannya) syariah seperti yang dikemukakan Imam Asy-syatibi yakni hifdzun an-nasfs (menjaga diri).

Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (HR. Ibnu Majah)

Setiap individu wajib menjaga kesehatan dirinya. Namun, ketika penjagaan kesehatan diri terbatas karena sumber daya yang juga terbatas. Ditambah lagi alat-alat kesehatan yang harganya mahal, tentu tidak akan dapat dimiliki individu. Oleh karenanya, selain adanya ikhtiar individu untuk menjaga kesehatan, dibutuhkan juga jaminan dari negara.

Di mana dalam Islam, negara bertanggung jawab penuh dalam menyediakan fasilitas kesehatan. Fasilitas yang disediakan  berupa rumah sakit, klinik, dokter, tenaga kesehatan lainnya, labolatorium, kamar perawatan, alat-alat kesehatan, obat, dan lainnya. Kesemuanya itu, wajib disediakan oleh negara untuk rakyat. Dengan demikian, rakyat dapat menikmatinya secara gratis, tanpa harus menggunakan asuransi kesehatan yang diharamkan dalam Islam.

Dalam kondisi pandemi, negara akan lebih ekstra dalam menyediakan pelayanan kesehatan. Bukan hanya fasilitas dan tenaga medisnya, negara juga menyediakan vaksin dan obat untuk pencegahan dan pengobatan penyakit yang sedang mewabah. Tentu saja, semua pelayanan itu disediakan dan biayanya ditanggung negara.

Terkait anggaran, negara akan menyediakan untuk keperluan kesehatan. APBN Daulah Islam yakni Baitul Mal, menyiapkan anggaran. Pembiayaannya bersifat mutlak, artinya akan selalu ada. Oleh karenanya, pemimpin dalam negara Islam tidak akan berlepas tangan terhadap penanganan pandemi, terlebih menyangkut kesehatan dan keselamatan warganya.  Pelayanan kesehatan secara gratis, dapat terlaksana jika ditopang dengan penerapan aturan Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan.

Wallahua’lam bish shawab.