28/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Ilusi Mengentaskan Kemiskinan Ekstrem dengan Perlindungan Sosial

Oleh Irma Faryanti

Pegiat Literasi

Menurut data Organisasi Buruh Internasional (ILO), UNICEF dan badan amal Inggris Save the Children, jumlah anak di seluruh dunia yang tidak memiliki akses perlindungan sosial mencapai 1,4 miliar, umumnya mereka berusia 16 tahun. Hal ini membuat anak lebih rentan terkena penyakit, menderita gizi buruk dan terpapar kemiskinan. Bahkan di negara-negara yang memiliki pendapatan rendah, hanya 1 dari 10 saja yang memiliki tunjangan (Kumparan.com, Kamis 15 Februari 2024).

Menurut Natalia Winder Rossi, Direktur Global Kebijakan dan Perlindungan Sosial UNICEF, terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Mereka berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS atau sekitar Rp33-56,5 per harinya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa perluasan cakupan perlindungan sosial sangatlah penting, untuk itu akan diberikan tunjangan yang dimaksudkan untuk kesejahteraan dalam jangka panjang.

Adapun teknis pemberian tunjangan bisa diberikan dalam bentuk uang tunai atau kredit pajak. Selain untuk mengurangi angka kemiskinan, mengakses layanan kesehatan, nutrisi, pendidikan berkualitas, air dan sanitasi. Pemanfaatan bantuan tersebut akan mendukung pembangunan sosial-ekonomi di masa krisis. Jika anak kehilangan sumber daya dan layanan dasar yang dibutuhkan, mereka akan terkena dampak jangka panjang berupa kekurangan gizi, kelaparan dan lain sebagainya.

Terkait kemiskinan ekstrem, pemerintah memperkirakan akan melonjak drastis pada penghujung tahun 2024 ini, karena adanya perbedaan basis perhitungan penduduk miskin yang digunakan negeri ini dengan penetapan secara global. Suharso Monoarfa selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) sekaligus Kepala Bappenas, menyatakan bahwa ketika negara menetapkan sebesar US$ 19 purchasing power parity (PPP) padahal secara mendunia sudah mencapai US$ 2,15 per hari.

Lebih lanjut Suharso mengatakan, jika basis perhitungan yang digunakan masih pada angka US$ 1,9 PPP, maka pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga nol persen, atau sekitar 2,9 juta jiwa per tahunnya. Sementara, jika menggunakan hitungan global, maka yang harus diselesaikan adalah 6,7 juta orang atau 3,35 juta setiap tahunnya. Meski demikian, ia yakin negara akan senantiasa konsisten dalam mengentaskannya dengan memperbaiki pemberian bantuan sosial agar tepat sasaran, sehingga dapat mengurangi beban pengeluaran, pemberdayaan sosial dan ekonomi.

Pada dasarnya, apa yang menimpa anak berupa kemiskinan ekstrem, kelaparan, hingga gizi buruk tidak semata disebabkan oleh tinggi atau rendahnya tunjangan anak, akan tetapi dikarenakan penerapan kapitalisme secara global. Selama sistem ini masih mendominasi maka ketimpangan sosial itu akan senantiasa ada. Yang kuat akan selalu mengalahkan yang lemah. Sering kita mendengar istilah negara maju sebagai pengatur ekonomi global, dan negara berkembang yang cenderung mengikuti aturan main mereka sang pengemban ideologi kapitalis.

Adanya perlindungan sosial tak ubahnya sekedar solusi tambal sulam, yang justru menjadi biang masalah kemiskinan itu sendiri. Kapitalis lah yang menyebabkan segala permasalahan ini. Dengan sifatnya yang eksploitatif, di mana ideologi ini lekat dengan cara penyebarannya yaitu melalui penjajahan (imperialisme). Eksploitasi yang mereka lakukan kepada negeri-negeri yang kaya akan sumber daya alam, dilandasi oleh prinsip liberalisme (kebebasan) yang sangat diagungkan.

Di sisi lain, kapitalis juga bersifat destruktif, yang berarti bahwa ia memiliki daya rusak yang dahsyat. Sebagai contoh, saat ini kita dapati fakta sistem oligarki yaitu segelintir orang kaya yang menguasai dan mengendalikan negara. Tentu sistem ini menimbulkan banyak persoalan karena tidak memperhitungkan kepentingan orang banyak. Adanya kerusakan ekosistem alam yang mempengaruhi iklim sebagai akibat industrialisasi dan eksploitasi yang ugal-ugalan karena keserakahan para oligarki. Hutan-hutan menjadi gundul, tambang berbagai mineral dikeruk habis, semua demi ambisi korporasi pribumi dan asing.

Inilah yang terjadi jika negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Pengelolaan negara tidak lebih seperti tengah mengurus sebuah perusahaan. Di mana hubungan negara dan rakyat adalah perhitungan untung rugi antara pedagang dan konsumen. Penguasa justru berperan memfasilitasi supaya korporasi bisa mengeksploitasi rakyat melalui privatisasi layanan dan merampok harta rakyat melalui investasi. Kapitalis juga membiarkan rakyatnya berjuang sendiri untuk memenuhi segala kebutuhan pokoknya. Dan mereka pun bisa berlepas tangan dari tanggung jawabnya dalam mengayomi masyarakat.

Apa yang dilakukan pemerintahan kapitalis, yang sering bermain di angka dan data untuk mengukur tingkat kemiskinan, tentu sangat berbahaya. Karena angka-angka tersebut tidak menggambarkan realita yang sesungguhnya. Apalagi ketika standar kemiskinan diturunkan maka tentu semakin banyak rakyat yang tidak mendapatkan jaminan. Melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh kapitalisme maka kita butuh sistem lain yang jauh lebih baik dan mampu memberi solusi tuntas . Sistem itu adalah Islam, yang memiliki solusi sistemik dalam mengentaskan kemiskinan. Salah satunya dengan pemahaman yang jelas tentang konsep kepemilikan yang terbagi menjadi tiga, yaitu: individu, umum dan negara. Pembagian ini sangat penting dipahami agar tidak terjadi dominasi ekonomi, di mana yang kuat menindas si lemah. Hal ini terjadi akibat penguasaan sektor milik umum oleh perorangan atau swasta seperti: hutan, sumber daya air, gas dan minyak bumi, jalan umum, dan barang lainnya yang di dalamnya ada hajat orang banyak.

Dalam Islam, pengaturan dan pengembangan ekonomi bertumpu pada pembangunan sektor ekonomi riil. Di samping itu, sistem ini juga akan menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat baik primer, sekunder maupun tersier, dengan memberi kemudahan dari sisi akses, berupa harga yang murah, mudahnya memperoleh lapangan pekerjaan, iklim usaha kondusif , dan lain sebagainya.

Negara juga akan menjamin berbagai layanan baik kesehatan, keamanan, pendidikan, secara cuma-cuma tanpa dipungut biaya. Inilah salah satu bentuk tanggung jawab penguasa sebagai pengayom urusan rakyatnya, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. sebagaimana sabda Rasulullah dalam HR al Bukhari yang artinya: “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpin…”

Demikianlah, hanya dalam naungan Islam kemiskinan akan mampu dicegah dan diatasi. Negara akan memastikan kekayaan tidak berputar di kalangan orang kaya saja. Sejahteranya sebuah masyarakat akan membuat mereka terbebas dari belenggu kemiskinan, kelaparan, gizi buruk, dan lain sebagainya. Tentu semuanya akan terwujud saat syariat diterapkan secara menyeluruh di semua aspek kehidupan. Di bawah naungan sebuah kepemimpinan Islam. Wallahu alam Bissawab