27/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Jaminan Islam Atasi Kebocoran Data

Oleh Irma Faryanti

Pegiat Literasi

Data adalah sesuatu bersifat pribadi yang harus dijaga betul keamanannya. Walaupun saat ini UU perlindungannya sudah disahkan, namun masyarakat masih menganggap pemerintah belum maksimal dalam pelaksanaannya. Masih banyak kebocoran yang terjadi, yang jika dibiarkan akan sangat berbahaya bagi rakyat.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat adanya dugaan pelanggaran hukum atas kebocoran 668 juta data pribadi. Salah satunya dari sistem informasi daftar pemilih pada bulan November tahun 2023.

Hal ini menunjukkan betapa rendahnya atensi pengendali yang berasal dari badan publik, terutama institusi pemerintah yang menekankan untuk melakukan inovasi transformasi pelayanan menjadi digital, tapi tidak disertai dengan pengamanan akan pemrosesan datanya. (KATADATA, Ahad 28 Januari 2024)

Adapun beberapa dugaan kebocoran yang dimaksud adalah: 44 juta dari aplikasi My Pertamina (November 2022), 15 juta dari insiden BSI (Mei 2023), 35,9 juta dari My Indihome (Juni 2023), 34,9 juta dari Direktorat Jenderal Imigrasi (Juli 2023), 337 juta dari Kementerian Dalam negeri, dan 252 juta dari sistem informasi daftar pemilih di KPU. Menyikapi hal ini ELSAM meminta pemerintah untuk menyiapkan aturan teknis yang lebih jelas terhadap perlindungan data pribadi, agar tidak menimbulkan kebingungan.

Keamanan digital dalam perlindungan terhadap data juga dibahas dalam sebuah webinar literasi yang digelar Ditjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Lodewijk F Paulus selaku Wakil Ketua DPR menyatakan saat ini media sosial sering disalahgunakan dan menjadi sarana penyebaran informasi hoaks, SARA, dan lain sebagainya, yang bisa menyesatkan masyarakat.

Akademisi Yuri Rahmanto juga mengingatkan masyarakat untuk memperhatikan data pribadi yang sering menjadi incaran para cyber, hal ini jelas sangat berbahaya. Karena ketika terjadi kebocoran, selain berpengaruh pada pelayanan publik juga bisa berpotensi mengacaukan politik Indonesia dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemilu.

Kebocoran data yang terus berulang, diakibatkan oleh lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pengayom rakyat. Padahal, perlindungan ini sejatinya menjadi tanggung jawab negara. Kelemahan ini nampak pada beberapa indikator, diantaranya: Pertama, SDM yang lemah dalam kinerja dan tidak menjalankan amanah dengan baik. Kedua, adanya keterbatasan infrastruktur, baik sarana juga prasarana yang mendukung, masih sangat terbatas akibat dana yang tidak memadai. Ketiga, sistem pendidikan yang ada belum mampu menghasilkan para ahli dan pakar IT yang dibutuhkan. Yang muncul hanyalah mereka yang siap bekerja sebagai penyokong bukan pelopor apalagi kreator.

Inilah realita pengaturan dalam sebuah negara kapitalis. Hubungan rakyat dan penguasa tidak bisa lepas dari politik kepentingan. Tidak ada pengayoman yang bisa memberi jaminan keamanan secara maksimal dalam segala hal, termasuk masalah data pribadi. Pun ketika ditetapkan UU, nyatanya belum mampu melindungi. Kebocoran masih saja berlangsung hingga saat ini. Permasalahan warga seolah tidak menjadi prioritas utama untuk diatasi.

Padahal, negara adalah pihak yang berkewajiban memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi setiap masyarakat, termasuk dalam masalah data pribadi. Karena jabatannya adalah sebuah amanah besar yang harus dijaga dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR Muslim: “Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara yang baik, serta dapat menjalankan amanah ya sebagai pemimpin.”

Syariat telah menetapkan aturan dalam membangun sistem keamanan data. Yaitu dengan mempersiapkan SDM, sarana, prasarana juga instrumen hukum yang mumpuni. Sumber daya manusia yang dihasilkan harus berkualitas dan unggul yang dihasilkan dari sistem pendidikan berbasis akidah. Hal ini terbukti pada masa keemasan Islam, dengan lahirnya para ilmuwan yang bervisi akhirat dan mendedikasikan ilmunya untuk kemaslahatan umat manusia dan bermanfaat bagi sesama.

Negara juga akan membangun infrastruktur dan fasilitas digital untuk mewujudkan sistem keamanan data. Adapun pembiayaannya akan ditanggung oleh Baitul Mal, yang sumbernya dari pengelolaan kekayaan alam seperti minyak bumi, batu bara dan bahan tambang lainnya. Penguasa juga Kan proaktif melakukan tindakan preventif dan kuratif. Perlindungan data harus terintegrasi secara komprehensif dengan lembaga terkait.

Para SDM yang bekerja juga akan diberi upah yang cukup agar terjamin kesejahteraan hidupnya, sehingga mampu menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, permasalahan kebocoran data akan mampu tersolusikan secara menyeluruh.

Namun, semua itu tidak akan terlaksana sempurna selama syariat belum dilaksanakan secara menyeluruh di setiap aspek kehidupan dalam sebuah sistem kepemimpinan Islam. Keberadaannya adalah sesuatu yang niscaya dan menjadi janji Allah yang benar adanya. Sehingga seluruh permasalahan kehidupan mampu tersolusikan secara tuntas dan menyeluruh. Wallahu alam Bissawab