27/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Rusia Tolak Kaum Pelangi, Mengapa Indonesia Tak Lebih Berani?

Oleh Uqie Nai

(Member AMK4)

Akhirnya, kaum pelangi harus gigit jari di negeri Beruang Merah. Pasalnya, parlemen setempat telah meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang melarang kampanye maupun propaganda LGBT pada Kamis (24/11). Besar kemungkinan Presiden Vladimir Putin bakal segera mengesahkannya menjadi UU dalam waktu dekat. Jika RUU itu disahkan, pelanggar dapat dikenai denda sekitar Rp1,2 miliar.

Beleid tersebut berisi larangan keras terhadap tindakan apa pun yang dianggap sebagai upaya mempromosikan hubungan seksual nontradisional baik dalam film, internet, hingga iklan. Para pelanggar dapat didenda hingga 400 ribu rubel (sekitar Rp103 juta). Dan jika pelaku propagandanya orang asing, maka mereka bisa ditangkap dan diusir hingga 15 hari dari Rusia. Sementara itu, organisasi atau lembaga yang melanggar bisa didenda hingga 5 juta rubel atau setara Rp1,2 miliar.

Kelompok hak asasi manusia dan aktivis LGBT pun mengecam keras rancangan undang-undang tersebut. Para aktivis mengartikan bahwa setiap tindakan atau deklarasi mengenai hubungan sesama jenis bakal dilarang di Moskow.  Sementara kepala kelompok hak asasi jaringan LGBT Rusia, Igor Kochetkov mengatakan RUU itu merupakan tindakan tak masuk akal untuk mendiskriminasi komunitas LGBTQ+ yang dilakukan pemerintah Rusia. (Cnnindonesia.com, Jumat, 25/11/2022)

Tolak LGBT, Tolak Pula Akar Pencetusnya

Keberadaan kaum menyimpang dengan LGBTnya kerap menuai kontroversi di beberapa negara. Namun dari sekian negara yang menolak, lebih banyak yang pro hingga ingin mengesahkannya melalui undang-undang, bahkan turut mengecam ketika ada negara yang mendiskriminasi kaum pelangi, seperti AS dan lembaga internasionalnya, PBB kepada pemerintah Rusia.

Meski Rusia menolak propaganda LGBT bukan karena syariat Islam, melainkan untuk menjaga nilai-nilai tradisional, praktik pelarangan ini telah dimulai abad ke-18 hingga memunculkan homophobia dan diskriminasi terhadap pelaku homoseksual (LGBT).  Ketika Vladimir Putin memerintah, diskriminasi ini kian memburuk di Rusia dan pada tanggal 29 Juni 2013, Putin mengesahkan hukum yang melarang segala bentuk promosi LGBT bagi anak-anak (di bawah 18 tahun) yang dikenal Gay Propaganda Law.

Lahirnya produk hukum bernama Gay Propaganda Law  telah menstigma komunitas pelangi dan membuatnya sebagai target kekerasan dan diskriminasi, tak lantas   membuat komunitas ini hilang dan terpinggirkan. Justru perkembangannya meningkat di kota besar seperti Moskow dan Saint Petersburg. Maka tak heran jika akhirnya majelis rendah Rusia, Duma mengukuhkan RUU anti propaganda LGBT bukan untuk anak-anak saja tapi juga orang dewasa. Di samping bertujuan menjaga nilai tradisional masyarakat Rusia, RUU ini diloloskan sebagai  upaya konservatif Moskow di dalam negeri, di tengah pasukan mereka sedang bertempur di Ukraina.

Jika pemerintah Rusia berani menolak komunitas LGBT di negerinya, semestinya Indonesia jauh lebih berani dibanding Rusia. Di samping mayoritas penduduk negeri ini muslim dan senantiasa menjaga adat ketimuran, juga karena kebahayaan serta celaan yang datang dari syariat Islam yakni laknat Allah Swt. atas perilaku kaum Sodom harusnya menjadi motivasi untuk menolak segala bentuk penyimpangan seksual.

Sayangnya, pemerintah Indonesia tak seberani Rusia melawan dan menolak propaganda LGBT. Pemerintah Indonesia hanya mengatakan LGBT tidak sesuai dengan budaya bangsa, tapi jika ada diskriminasi terhadap kaum minoritas, maka aparat hukum harus bertindak tegas terhadap pelaku diskriminasi. Pemerintah beralasan bahwa negeri ini menghormati hak asasi manusia yang dimiliki kelompok LGBT, meski tak dipungkiri ada norma sosial yang masih sangat kuat dan harus dihormati. Namun, terkait orientasi seks yang dilakukan homoseksual misalnya, pemerintah tidak akan melakukan perubahan hukum atas hal ini.

Jika boleh diartikan, sikap pemerintah terhadap kaum pelangi yang terus eksis dan mulai tak malu memperkenalkan pasangannya di dunia maya dan di khalayak umum adalah sikap inkonsisten. Mengakui mereka menyimpang, tapi juga melindungi eksistensi dan tidak membiarkan terjadi diskriminasi atas mereka. Alhasil, komunitas mereka terus memenuhi ruang publik dan instansi pemerintahan. Hal ini pernah diungkapkan oleh almarhum Tjahjo Kumolo saat menjabat MenPAN-RB tentang sejumlah fakta pegawai negeri sipil (PNS) yang memiliki hubungan sesama jenis.

Keberanian suatu negara untuk menolak keburukan memang tidak diukur dari jumlah dan agama penduduknya. Keberanian harus datang dari keyakinan dan tanggung jawab pemimpin atas warganya. Jika keyakinan ini datang dari luar agama (sekuler), tidak menutup kemungkinan sikap yang diambil negara adalah membiarkan. Terlebih dalam sistem pemerintahan yang berasaskan kapitalisme liberal. Negara tidak diperbolehkan mengusik kebebasan individu masyarakat bagaimana pun perilakunya, apapun agamanya, atau dari mana harta yang diperolehnya. Mereka dipayungi hukum yang bernama HAM sehingga bebas melakukan apa saja sekehendak hatinya tanpa melibatkan aturan agama di dalamnya. Oleh karena itu, negara yang mengadopsi kapitalisme liberal tak memiliki tanggung jawab atas akhlak seseorang bahkan negara seperti ini akan melanggengkan ide yang sejalan dengan paham yang diembannya meski ide itu merusak moral warganya, akidahnya dan seksualnya. Karena sejatinya pemicu penyimpangan moral dan seksual berpangkal dari sistem ini. Asalkan mereka mampu dan berdaya guna secara ekonomi, penyimpangan seksual bukanlah perkara besar.

Solusi Nyata Islam atas Perilaku Menyimpang

Ketika Islam dan syariatnya diterapkan dalam institusi negara, maka yang terlihat adalah upaya penguasa mewujudkan kemaslahatan publik serta melindunginya dari penyimpangan hukum syarak. Tak terkecuali dalam kasus penyimpangan seksual seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

Hal pertama yang akan dilakukan seorang pemimpin adalah menguatkan akidah kaum muslimin sebagai pondasi dasar atas perbuatan. Kedua, membangun kesadaran akan pentingnya amar makruf nahi mungkar di antara individu, sehingga benih-benih pelanggaran hukum syarak akan segera diatasi.

Rasulullah saw. telah bersabda: “Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran maka rubahlah kemungkaran tersebut dengan tangannya, apabila tidak mampu, rubahlah dengan lisannya, dan apabila masih tidak sanggup, rubahlah dengan hatinya, yang demikian adalah selemah-lemah keimanan.” (HR Muslim)

Ketiga, menerapkan sanksi atas setiap pelanggaran, termasuk hukuman atas pelaku  hubungan sesama jenis atau homoseksual. Islam memandang homoseksusl  adalah perbuatan keji dan dilaknat oleh Allah Swt. Pelakunya akan dikenai hukuman mati dengan cara dijatuhkan dari tempat tinggi kemudian dilempari batu. Hal ini telah dikisahkan Allah dalam firmanNya tentang kaum Nabi Luth as.,

“Maka tatkala azab Kami datang, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Hud ayat 82)

Dalam hadis, Rasulullah saw. telah bersabda:

مَنْ وجدتُموهُ يعملُ عملَ قومِ لوطٍ ، فاقتلوا الفاعلَ والمفعولَ بهِ

“Siapa di antara kalian yang menemukan orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR At Tirmidzi)

Wallahu a’lam bishawwab