27/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Bansos Salah Sasaran: Pengentasan Kemiskinan Hanya Sebatas Angan

Oleh Irma Faryanti
Member Akademi Menulis Kreatif

Di tengah tekanan ekonomi yang semakin menghimpit, biaya hidup yang tidak murah dan perolehan lapangan pekerjaan yang tidak mudah, adanya bantuan sosial (bansos) tentu sangat dinantikan banyak kalangan. Namun sangat disayangkan jika harapan masyarakat ini harus pupus akibat penyaluran yang salah sasaran. Hal inilah yang tengah menjadi bahan sorotan.

Di bulan Juni ini Kementerian Sosial telah menghapus 5,8 juta penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT). Tri Rismaharini selaku Menteri Sosial dalam sebuah konferensi pers menyatakan bahwa pihaknya melakukan penyesuaian data terhadap penerima bansos Kemensos didasarkan pada UU No 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Berdasarkan pantauan Kemensos, tidak sedikit warga yang memaksa ketua RW atau Kepala Desa agar didaftarkan sebagai penerima bantuan, padahal mereka terkategori mampu. Sementara yang berhak, sama sekali tidak mendapatkannya. (AyoPalembang.com, Sabtu 17 Juni 2023)

Karena dugaan adanya manipulasi data penerima inilah akhirnya Kemensos melakukan pencoretan sejumlah nama. Selanjutnya, proses pengajuan dilakukan sesuai ketentuan undang-undang, dimulai dari kepala daerah, gubernur, baru kemudian ke tangan menteri untuk disahkan. Jika proses verifikasi sudah dilakukan dengan benar di tingkat lokal, tidak perlu diulang di pusat. Langkah ini dimaksudkan agar calon penerima bansos benar-benar tepat sasaran. Dan warga yang telah terdaftar bisa melakukan pengecekan pada aplikasi yang telah ditentukan dengan menyertakan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk.(KTP).

Sementara itu Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menduga bahwa proses pendataan penerima bansos di Kemensos masih buruk, karena faktanya ada ribuan pemilik perusahaan yang terdaftar di dalamnya. Hal ini diungkap oleh Pahala Nainggolan selaku Koordinator Pelaksana Stranas PK yang menyatakan bahwa sekitar. 10 ribu orang yang tergolong beneficial ownership (pengendali perusahaan) ikut masuk dalam deretan orang-orang yang berhak menerima. Hal ini terjadi karena minimnya koordinasi antar lembaga, para pengusaha tersebut biasanya mencatut nama orang lain untuk menyamarkan aset yang dimilikinya.

Untuk mengatasi hal itu, Pahala menawarkan program Stranas PK, di mana setiap perusahaan wajib mencatat nama-nama pengendalinya pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pada dasarnya ketentuan ini telah ditekankan pihak Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, namun tetap diabaikan oleh para pengusaha, padahal mereka mengetahui sanksi dari perbuatannya. Untuk itu perubahan Perpres perlu dipercepat agar dapat melakukan verifikasi beneficial ownership sehingga pemalsuan data dapat dicegah dan ditindak secara hukum.

Dari fakta di atas, tidak heran jika masyarakat mempertanyakan peran negara dalam mengurusi permasalahan tersebut. Negara dinilai tidak profesional, bahkan saling lempar tanggung jawab antara satu dengan yang lainnya. Tanpa disadari, rakyat lah yang menjadi korban, mengentaskan kemiskinan pun hanya sebatas angan, sekedar wacana tanpa menjadi nyata.

Inilah buah diterapkannya aturan kapitalis. Sebuah sistem hidup yang berasaskan pada sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), dan berpijak pada demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan.

Tidak heran jika mental para pejabatnya lebih cenderung pada materi, harta juga jabatan. Segala cara akan dilakukan untuk meraihnya, karena tolok ukur perbuatan yang melandasinya hanyalah asas manfaat.

Dalam kapitalis, jabatan hanya dijadikan sebagai peluang mengumpulkan harta. Kinerja yang dilakukan tidak lebih sebagai upaya memperkaya diri dan keluarga. Maka tidak heran jika kelalaian bahkan kecurangan sering dilakukan untuk sekedar meraup keuntungan. Dalam sistem ini, rakyat miskin hanya dianggap sebagai beban yang dapat menguras anggaran, maka tidak heran jika bansos dijadikan sebagai salah satu penyebab terhambatnya pembangunan ekonomi bangsa.

Patut diakui, bahwa keberadaan bansos bukan solusi efektif untuk mengentaskan kemiskinan. Karena permasalahannya bukan sekedar kesulitan mencukupi kebutuhan hidup, melainkan juga sulitnya masyarakat dalam mencari pekerjaan. Alih-alih mudah didapatkan, perusahaan yang ada saat ini justru leluasa melakukan PHK paska disahkannya UU Omnibus law Cipta Kerja. Pun ketika rakyat mencoba membuka usaha sendiri, mereka terkendala minimnya modal dan keterampilan usaha, ditambah lagi dengan ketatnya regulasi yang sangat mempersulit disertai pajak yang kian menghimpit.

Program bansos juga terkesan memaksakan, karena faktanya anggaran yang dimiliki oleh negara tidak mampu mengimbangi jumlah rakyat miskin yang semakin meningkat. Sayangnya, negeri yang dikenal kaya raya dengan slogan gemah Ripah loh jinawi bergantung pada pajak dan utang sebagai sumber pemasukan. Sementara sumber daya alamnya diserahkan kepada swasta dan asing untuk mengelolanya. Maka hilang lah sumber APBN dan masyarakat pun semakin terpuruk dalam kesempitan hidup.

Sangat jauh berbeda dengan kondisi para pejabat dalam sebuah pemerintahan Islam. Mereka mampu menjalankan perannya secara profesional yang dilandasi oleh rasa cinta terhadap rakyatnya. Jabatan yang diemban tidak dijadikan sarana untuk mengeruk keuntungan, melainkan demi meraih rida dan pahala Rabbnya. Mereka sadar bahwa kedudukannya sebagai pemimpin akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam HR. al Bukhari:
“Imam (pemimpin) itu adalah pengurus/penggembala. Dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diurusnya.”

Seorang penguasa muslim berkewajiban mengurus dan memberi kesejahteraan kepada rakyatnya. Maka pendataan terhadap mereka harus dilakukan untuk mengetahui siapa saja yang berhak mendapatkan bantuan. Semua elemen dalam tubuh negara akan bekerja keras untuk mencegah berkembangnya kemiskinan di tengah umat. Sistem ekonomi yang menjadi penopang akan menjamin pengendalian dalam pendistribusian harta. Kekayaan alam yang dimiliki akan dikelola tanpa menyerahkan pengurusannya kepada swasta maupun asing, sehingga hasilnya nanti bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya agar seluruh kepala keluarga dapat menafkahi tanggungannya, mencukupi seluruh kebutuhan mereka baik primer, sekunder maupun tersiernya. Adapun bansos yang berupa jaminan dari negara, keberadaannya hanya ditujukan bagi mereka yang tidak sanggup bekerja seperti lansia, orang cacat juga mereka yang tidak memiliki wali yang bisa menanggung nafkahnya.

Demikianlah, ternyata bansos tidak hanya cukup disikapi sebagai suatu kesalahan teknis saja, melainkan sebagai masalah yang sifatnya sistemik. Dan terbukti, hanya dengan menerapkan syariat dalam naungan kepemimpinan Islam sajalah yang dapat menuntaskan masalah kemiskinan hingga ke akarnya.
Wallahu alam Bissawab