11/05/2024

Jadikan yang Terdepan

Kilas Balik Nasib Anak Negeri yang Terdampak Pandemi

Oleh: Irma Faryanti
Ibu Rumah Tangga dan Member Akademi Menulis Kreatif

Tahun 2021 berlalu, namun dunia masih berbalut awan kelabu. Pandemi yang melanda hampir memasuki tahun ketiga. Banyak peristiwa terjadi yang hingga kini masih belum menemukan solusi. Salah satunya yang menimpa anak-anak negeri yang harus terdampak parah akibat wabah.

Tidak sedikit di antara mereka yang harus menjadi yatim piatu akibat kehilangan orang tuanya yang meninggal karena terpapar covid. Dari aspek pendidikan pun mereka terpaksa harus menjalani proses belajar mengajar secara online, penerimaan ilmu yang serba terbatas ditambah dengan kegagapan akan teknologi, membuat siswa dan orang tua kebingungan. Bahkan tidak sedikit yang mengalami stress dan tantrum.

Selama pandemi kasus kekerasan terhadap anak juga meningkat. Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Komnas Perlindungan Anak menyatakan bahwa sejak Maret 2020 hingga Juli 2021 tercatat 2.276 kasus kekerasan terjadi pada anak-anak dan lebih dari setengahnya adalah kasus kekerasan seksual. (Republika.co.id 7 September 2021)

Perilaku bejat itu tidak jarang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ikatan darah semisal ayah atau paman. Karena pandemi mengharuskan orang-orang lebih banyak tinggal di rumah, jadi peluang anak untuk lebih dekat dengan keluarga sangat besar. Sehingga perilaku tidak patut itu pun semakin tidak terkendali.

Pandemi juga memaksa anak terjun ke dunia kerja sebelum waktunya. Mereka harus turut menanggung ekonomi keluarga yang semakin terpuruk. Perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu sektor yang banyak dimasuki oleh pekerja di bawah umur. Sehingga pemerintah dan jajarannya, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan tengah berupaya untuk menghentikan hal tersebut dengan mencanangkan program Indonesia terbebas dari pekerja anak.

Anak adalah generasi penerus, dengan melindunginya berarti turut berupaya mewujudkan SDM yang unggul. Namun harapan akan menjadi sekedar angan ketika fakta justru berbicara sebaliknya. Negeri ini bukan berarti tidak mengupayakan, UU perlindungan anak pun sudah ditetapkan, namun nyatanya kekerasan terhadap anak masih tetap tak berkesudahan. Keberadaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah didirikan pada tahun 2002 pun faktanya belum bisa mengatasi sepenuhnya berbagai kasus yang menimpa calon generasi masa depan.

Hal ini terjadi sebagai dampak dari diterapkannya nilai-nilai sekuler hasil adopsi dari barat yang menjauhkan peran agama dari kehidupan. Padahal di negeri asalnya aturan ini pun hanya membawa kegagalan dalam mewujudkan perlindungan terhadap anak. Sekularisme dan liberalisme terbukti lemah karena bersumber dari akal manusia. Kedua ide turunan kapitalisme ini membuat manusia terkatung-katung tanpa tujuan hidup, karena agama yang seharusnya menjadi pegangan hidup justru dijauhkan dalam menyolusikan masalah kehidupan.

Dalam sistem Kapitalis, manusia dibebaskan melakukan apapun tanpa batasan aturan agama, sekalipun dengan harus menghalalkan segala cara yang penting tujuan duniawi bisa teraih. Itu sebab anak sering menjadi korban eksploitasi demi mencapai ambisi yang bersifat materi. Sehingga perlindungan dan kesejahteraan anak hingga kini menjadi permasalahan yang masih belum terpecahkan.

Sebagai amanah yang mesti dijaga baik-baik, berbagai kasus yang menimpa anak tentu membutuhkan jalan keluar terbaik. Ketika Kapitalis tidak bisa diharapkan, Islam hadir sebagai aturan yang mampu memberi solusi tuntas. Karena anak adalah generasi penerus yang harus dijaga dan dilindungi dari segala hal yang dapat membawa pada kerusakan.

Islam hadir dengan berbagai aturan yang mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan. Sistem ini mampu menjamin keamanan umat dengan memberi lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak agar dapat menjadi generasi yang kuat dari sisi iman dan takwanya. Menjadi insan yang berkualitas sesuai tuntunan al Qur’an dan as Sunnah. Dengan keimanan yang kuat akan mampu mencegah seseorang untuk melakukan segala bentuk kemaksiatan.

Negara sebagai pengayom rakyat akan bertanggung jawab penuh atas keselamatan generasi penerus. Karena telah menjadi kewajiban seorang pemimpin umat dalam mengurusi permasalahan rakyatnya. Karena kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Muslim:
“Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya….”

Seorang pemimpin kaum muslim tidak akan membiarkan bencana berlarut akibat pandemi. Karena sejak awal terjadinya wabah, negara akan mengambil sikap tegas dengan memberlakukan lockdown agar penyebaran tidak meluas. Kebutuhan rakyat pun akan tercukupi melalui pengaturan kepemilikan dan distribusi yang baik sesuai tuntunan syariat. Tidak akan pernah ada kasus anak yang dipaksa harus bekerja demi membantu perekonomian yang terpuruk akibat pandemi. Karena semua berada dalam ranah pengurusan negara terhadap rakyatnya.

Kepemimpinan seperti itulah yang saat ini dirindukan umat. Sayangnya semua baru akan terlaksana sempurna saat Islam dilaksanakan di seluruh aspek kehidupan dalam naungan sistem pemerintahan Islam. Kehadirannya adalah hal yang niscaya, karena hal itu merupakan janji yang pasti terwujud dari Allah Swt, Sang Penguasa alam semesta.

Wallahu a’lam Bishawwab