14/05/2024

Jadikan yang Terdepan

Genjot Wisata Bali, Benarkah untuk Rakyat?

Oleh : Sri Fatona Wijayanti.
(Komunitas revowriter)

Program Work from Bali, digadang-gadang menjadi salah satu upaya untuk menggenjot pemulihan pariwisata dan transformasi Bali akibat perekonomian Bali yang masih tertekan. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Odo Manuhutu. (Liputan6.com ,22/5/2021).

Program ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara penanganan covid-19 dan juga pertumbuhan perekonomian yang akan diimplementasikan oleh Kemenko Marves dipimpin oleh Luhut Binsar Panjaitan.
Benarkah program ini untuk menyelamatkan ekonomi rakyat atau merupakan bisnis pengusaha semata?

Lesunya perekonomian negara saat ini tak dipungkiri lagi karena adanya dampak pandemi covid-19, yang melumpuhkan setiap lini perekonomian dan pariwisata. Tak sedikit hotel yang nyaris tak beroperasi akibat penutupan kawasan wisata dan adanya work from home. Hal ini mengakibatkan pegawai hotel di Bali tak bekerja berbulan bulan.

Jika pemerintah melakukan kegiatan di hotel, maka okupasi hotel naik hingga 50 persen dan para pegawai dapat direkrut kembali.

Tak hanya mempertimbangkan peningkatan ekonomi dan pariwisata, penanganan covid-19 pun harus tetap dipertimbangkan agar bisa sejalan dengan program ini,ungkap Odo Manuhutu.

Mengutip data Kemenkes, Odo mengatakan bahwa proses vaksinasi yang paling cepat dan tinggi di Indonesia adalah di Bali. Hal ini sengaja dilakukan oleh pemerintah agar bisa menimbulkan rasa percaya bahwa Bali sebagai destinasi wisata merupakan tempat yang aman untuk berkunjung.

Selain itu jika program work from Bali ini terlaksana maka pemerintah membuat peraturan agar tidak mengikut sertakan keluarga dalam pelaksanaan ini sehingga dapat membatasi jumlah dan meminimalisir adanya penularan covid-19.

Mekanisme work from Bali (WFB)

Work from Bali merupakan suatu program yang diusulkan Kemenko Marves dimana pemerintah akan mewajibkan 25 persen (Aparatur Sipil Negara) ASN di 7 kementerian atau lembaga dibawah Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk bekerja dari Bali. Dan hal ini rencana akan direalisasikan pada kuartal III 2021 (CNN Indonesia, 23/5/2021).

Tujuh kementrian yang dimaksud adalah Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PURP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementrian Investasi.

Kebijakan ini akan mempertimbangkan work from office bagi ASN yang hanya 50 persen. Dari 50 persen tersebut akan dibagi dua yaitu 25 persen tetap menjalankan work from office dan 25 persen akan menjalankan work from Bali. Hal itu dilakukan secara bergantian secara bergelombang sampai dengan akhir tahun.
Dengan demikian diharapkan akan mampu membantu pemulihan ekonomi, pasalnya hal tersebut akan menaikkan okupasi hotel di wilayah tersebut.

“Kami mengusulkan bahwa pekerjaan- pekerjaan yang rutin,sifatnya kesekretariatan dan juga rapat-rapat itu sebaiknya dikontrol dan atau dikerjakan dari Bali, rapat kalau dilaksanakan secara hybrid offline-nya di Bali dan selebihnya itu lewat zoom. Ini yang lagi kita pikirkan.” Ujar Vinsensius . (22/5/2021)

Komitmen program WFB ini dituangkan dalam nota kesepahaman dukungan penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali, dengan prinsip-prinsip Good Coorporate Government. Selasa (18/5) lalu.

Dinilai Lebih Boros.

Rencana pemerintah menggenjot pariwisata Bali dengan jargon penyelamatan Bali, yaitu dengan mengirim ASN untuk ‘wisata sambil bekerja’ rupanya mengabaikan beban defisit APBN. Wacana pemerintah ini, dinilai tak efektif. Alih-alih untuk menguntungkan secara ekonomi dan pariwisata,wacana ini justru akan dinilai lebih boros.

Bagaimana tidak, biaya yang dibutuhkan dan juga dampak yang akan ditimbulkan tentunya jauh lebih besar jika dinilai dari teori cost and benefit.

Belum lagi dampak kesehatan yang akan ditimbulkan terhadap penyebaran virus covid-19 yang dapat menjadi bahaya mutasi virus yang dibawa oleh wisatawan asing maupun domestik.

Jika alokasi dihitung bulanan, katakanlah Rp 3 juta atau Rp 4 juta perbulan satu kamar untuk akomodasi di Bali, maka ASN dapat secara bergantian dan bergelombang melaksanakan WFB sampai akhir tahun.
Dari situ dapat dihitung berapa anggaran yang akan dikeluarkan.

Pengusaha hotel, pengelola pariwisata dan travel akan sangat diuntungkan ketika program WFB tersebut dilaksanakan. Dengan pemilihan lokasi WFB di hotel, di mana pemasukan justru berpihak pada pengelola hotel. Pengusaha travel pun dimungkinkan akan meraup keuntungan akibat naiknya perjalanan WFB ini.

Dan jika beban perjalanan itu ditanggung daerah atau negara otomatis pengeluaran daerah atau negara akan membengkak. Bukan tidak mungkin resiko kenaikan pajak kan didapat rakyat. Alhasil sudah nestapa karena pandemi, rakyat harus menelan pil pahit akibat pemalakan pajak yang kian menggurita.

Maka dari itu, kebijakan ini justru mengkonfirmasi adanya keberpihakan pada pengusaha dibanding pada kepentingan rakyat. Sedangkan masih banyak kebutuhan yang harus diutamakan ketimbang menggunakan anggaran untuk keberangkatan ASN ke Bali.

Hal ini jauh berbeda ketika dulu Islam berkuasa, dimana ada perlindungan sepenuhnya kepada rakyat. Tak hanya mementingkan kepentingan segolongan saja dan yang lain dikorbankan. Kebijakan yang tak hanya menurut ambisi pribadi, namun benar benar meminta petunjuk Ilahi.

Dulu, SDA negara dikelola sebagai aset pemasukan negara, sehingga dalam kondisi sulit pun tak harus mengorbankan rakyat untuk kepentingan peningkatan ekonomi semata.

Tapi miris sekarang, ketika justru sekarang SDA dikuasai asing dan Aseng, sehingga negara pun kehilangan cara untuk mempertahankan ekonomi, walhasil mencari – cari cara yang sesuai pemikirannya sendiri dan justru dampaknya tak hanya pada borosnya anggaran negara namun lebih dari itu,keselamatan rakyat dipertaruhkan.

Kita butuh pemimpin yang menerapkan Islam kembali, karena dibawah Daulah tersebut, maka kebijakan yang diambil tak hanya kepentingan kekuasaan dan keuntungan semata, namun lebih dari itu, kesejahteraan rakyat yang terjamin. Semoga penanganan pandemi dapat berjalan seiring dg kesejahteraan masyarakat yang bukan sekedar uji coba.