25/10/2023

Jadikan yang Terdepan

Harga Beras Miris di Negeri Agraris

Oleh Reni Rosmawati

Ibu Rumah Tangga

Harga beras terus melonjak bikin miris. Bahkan sekarang mencetak rekor baru sebab harganya melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah. Yakni mencapai Rp15.040 per kg untuk beras premium. (CNBC Indonesia, 13/10/2023)

Menanggapi hal ini, Presiden Jokowi memastikan stok beras nasional aman, karena di sejumlah wilayah panen raya masih berlangsung. Ia mengungkapkan ada 1,7 juta ton cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog. Meskipun demikian, Jokowi pun mengatakan akan ada impor beras hingga akhir tahun. Sebab, produksi pangan tetap kurang dan tidak memenuhi kebutuhan. Adapun jumlah beras yang akan diimpor adalah kira-kira 1,5 juta ton. (detikfinance, 8/10/2023)

Negeri Agraris Beras Kok Impor?

Sebagai negeri agrasis (negeri yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani), semestinya Indonesia memiliki jumlah beras yang melimpah. Berdasarkan data yang dirangkum databokskatadata.co.id (12/1/2023), Indonesia menduduki peringkat ke-4 sebagai negeri produsen beras terbesar di dunia. Bahkan Indonesia pun negeri yang menempati posisi pertama sebagai negeri produsen beras terbesar di Asia Tenggara. Estimasi produksi beras Indonesia pada periode 2022-2023 mencapai 34,6 juta MT. Berkaca pada fakta ini, maka adalah ironi jika Indonesia mengalami kekurangan beras sehingga harus impor.

Sejatinya, keputusan impor beras yang dilakukan pemerintah, tidak akan berpengaruh signifikan bagi rakyat negeri ini. Sebab, stok beras aman pun tentunya tidak akan berguna jika harga beras masih mahal. Rakyat akan tetap kesulitan membeli beras, apalagi di tengah himpitan ekonomi dan maraknya PHK massal.

Adanya stok beras yang aman seharusnya tidak menimbulkan gejolak harga di pasaran. Sayangnya, yang terjadi hari ini justru sebaliknya. Ini mengindikasikan ada faktor lain yang menyebabkan harga beras di pasaran mengalami kenaikan signifikan. Faktor tersebut tidak lain adalah pembentukan pola harga di pasaran yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yakni mereka yang menguasai pasar atau pemilik modal.

Di sisi lain, alih-alih membuat kebijakan sistemis dan memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, impor beras yang dilakukan pemerintah akan membuat Indonesia kehilangan kedaulatan pangan. Selain itu, keputusan impor beras yang dilakukan pemerintah pun akan mengabaikan nasib petani lokal. Harga gabah dari petani akan turun seiring dengan meningkatnya pasokan beras impor. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira. (Jpnn.com, 20/12/2022)

Apabila diteliti, dalih impor beras untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri yang selama ini didengungkan pemerintah semakin menegaskan bahwa pemerintah ingin melepaskan diri dari tanggung jawab mengurusi petani lokal. Kebijakan impor beras yang terus dilakukan pemerintah menjadi penanda ketidakseriusan pemerintah memperbaiki ketahanan pangan secara nasional.

Jika benar stok beras dalam negeri tidak mencukupi, alangkah lebih eloknya apabila pemerintah lebih bersungguh-sungguh mengeluarkan kebijakan negara agar masalah ini tidak terulang. Seperti melakukan swasembada pangan dengan membuka perluasan lahan pertanian baru yang didukung sarana dan prasarana produksi memadai bagi para petani lokal. Misalnya memberi modal, menyediakan bibit unggul, pupuk, dan lainnya. Tetapi sayang, hal itu belum menjadi pilihan aksi pemerintah. Pemerintah lebih senang mengandalkan impor, ketimbang membangun kedaulatan pangan. Inilah potret buruk rezim kapitalisme-neoliberal.

Akibat Sistem Kapitalisme Neoliberal

Sungguh, kisruh harga beras di tanah air ini ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme neoliberal. Sistem ini telah gagal menjamin kebutuhan mendasar rakyatnya. Sistem kapitalisme telah melegalkan komersialisasi pada berbagai aspek kehidupan termasuk lahan dan pangan. Banyaknya lahan-lahan pertanian yang dikuasai tuan-tuan tanah dan para pemilik modal, serta munculnya banyak buruh tani akibat tidak punya lahan pertanian menjadi bukti akan hal ini.

Mirisnya, dalam sistem ini negara hanya berfungsi sebagai regulator saja bukan sebagai pelayan rakyat yang berperan dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan rakyatnya.

Negara pun bukan satu-satunya penyedia barang dan jasa. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan publik, pihak swasta atau korporat juga legal untuk dilibatkan. Itulah mengapa, meski negeri ini memiliki kekayaan SDA yang melimpah namun rakyat tak bisa menikmati pemanfaatannya dengan mudah, murah, dan terjangkau. Karena rakyat adalah pasar dagang bagi mereka (para kapital). Sedangkan swasta yang bertindak sebagai pedagang, mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Islam Menjamin Kebutuhan Pokok Rakyat

Tidak demikian dengan Islam. Dalam sistem pemerintahan Islam, negara dan penguasa wajib melaksanakan tanggung jawabnya meriayah (mengurus), melindungi, dan memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat termasuk pangan. Sebab, Islam benar-benar memosisikan negara beserta penguasa sebagai pengatur urusan umat.

Rasulullah saw. bersabda: “Imam (khalifah) itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Ahmad)

Sebagai agama sempurna, Islam memiliki sistem politik yang kokoh. Itulah sebabnya, negara yang menerapkan aturan Islam akan bertindak sebagai penanggung jawab yang akan memastikan kedaulatan dan kemandirian negara terjaga dalam semua bidang. Tak terkecuali bidang pangan.

Dalam sistem Islam, kebijakan impor bukanlah solusi bagi masalah pangan. Untuk mewujudkan kemandirian pangan, negara yang berlandaskan sistem Islam akan menggenjot produksi pangan sesuai kebutuhan dalam negeri beserta stok cadangannya melalui usaha meningkatkan kualitas serta kuantitas, menyediakan bibit unggul, memberikan modal kepada petani secara cuma-cuma, dan memperluas lahan pertanian dalam negeri. Negara yang menerapkan sistem Islam akan memberikan tanah atau lahan kepada rakyatnya yang mampu untuk bertani, namun tidak memiliki lahan pertanian. Hal ini karena dalam Islam siapa saja boleh memiliki lahan asalkan lahan tersebut diproduktifkan.

Negara yang menerapkan aturan Islam pun akan menciptakan mekanisme pasar yang sehat. Serta memberlakukan larangan tas’ir (taksir) yaitu larangan bagi pemerintah untuk mematok harga. Harga pangan termasuk beras akan dikembalikan pada mekanisme permintaan dan penawaran. Sehingga harga yang terbentuk di pasar adalah harga yang wajar. Negara juga diwajibkan agar selalu melakukan operasi pasar. Segala tindakan atau praktik-praktik yang bisa mendistorsi harga dengan cara penimbunan, penipuan, dan lainnya akan diselesaikan dengan tuntas. Sebab, hal tersebut diharamkan oleh Islam.

Itulah langkah-langkah yang dilakukan negara yang menerapkan sistem Islam dalam menjaga ketahanan pangan. Dari sini, tampak jelas betapa hanya Islamlah satu-satunya sistem yang mampu menjaga dan menjamin terpenuhinya segala kebutuhan dasar rakyat. Karena itu, menerapkan Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan merupakan keharusan bagi kita semua saat ini. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.