Selamat Tinggal Jakarta, Selamat Datang Pilgub Jatim
Oleh: Sugiharto, Penulis Dosen STIT Islamiyah “Karya Pembangunan” Paron Ngawi
Bukan sok Jakarta, ataupun sok urusan daerah lain. Sepatutnya kita tetap beri ucapan “Selamat tinggal Pilkada DKI Jakarta, selamat melewati masa ‘kritis’ dalam proses demokrasi”.
Bukan cuma warga ibu kota, tetapi warga di luar Jakarta pun larut dalam dalam pesta pemilihan gubernur itu telah menguras pikiran, tenaga, waktu, materi, emosi bahkan benar-benar ‘heroik’.
Ketir-ketir, karena terusiknya rasa kebhinekaan dan toleransi antar Suku- Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Ancaman keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan eksistensi Pancasila. Sejumlah isu-isu sensitif pun bermunculan.
Beberapa kali terjadi gerakan massa dari berbagai daerah di Indonesia ke ibu kota. Ini yang juga membuat dag-dig-dug semua orang. Pasca Pilkada pun, masih ada yang tenggelam dalam emosional.
Begitulah nuansa proses Pilkada di DKI Jakarta. Bagi Jawa Timur, proses Pilkada DKI Jakarta bisa jadi pembelajaran. Karena tidak bisa dipungkiri , meski Pilkada di Jawa Timur masih tahun 2018, namun aromanya terasa mulai sayup-sayup. Sejumlah nama sudah terhembus. Mulai Gus Iful (Saifulloh Yusuf), Khofifah Endarparawansa, Imam Nahrowi, Azwar Arnas, La Nyala Matalititi dan lainnya.
Siapapun nama-nama muncul, sedini mungkin harus tetap tercipta suasana sejuk, damai, aman dan benar-benar menjunjung tinggi proses demokrasi.
Apapun alasannya, Jawa Timur tidak boleh ada yang menghembuskan isu SARA , anti Pancasila dan NKRI. Buang jauh membangkitkan radikalisme, melakukan aksi kekerasan, gerakan intoleransi beragama, dan melawan undang-undang. Sejak dini harus ada tindakan pencegahan terhadap persoalan tersebut dengan beberapa langkah.
Pertama, membangun dan mempererat nilai-nilai silaturahmi di masyarakat, sesama umat beragama maupun antar umat beragama. Nilai-nilai silaturahmi tidak sekedar wacana. Tetapi diwujudkan dalam kehidupan di masyarakat. Harus diciptakan mulai dari keluarga, antar keluarga, RT hingga wilayah kabupaten/kota. Sedikitpun jangan bertindak kontra silaturahmi meskipun hal sekecilpun di lingkungan RT.
Kedua, meningkatkan komunikasi positif sesama dan antar umat beragama, dengan menonjolkan toleransi. Toleransi bukan berarti mencampuradukkan keyakinan agama. Justru toleransi untuk saling menghargai keyakinan sehingga tercipta kerukunan sesama maupun antar umat beragama. Wadah kegiatan melalui perkumpulan/organisasi, komunitas hobi, kegiatan sosial di RT dan lainnya menjadi sarana komunikasi yang efeftif dalam menjaga toleransi.
Ketiga, sarana ‘mujarab’ adalah melalui kegiatan ibadah. Umat non muslim dapat terus-menerus memberi pencerahan terhadap jamaahnya melalui kegiatan rutin di tempat ibadah masing-masing. Setiap moment peringatan ibadah adalah kesempatan untuk memberi pemahaman betapa pentingnya hidup saling menghargai antar sesama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Keempat, bagi umat Islam, pengajian sarana yang ‘jitu’ untuk mengajak umat memperbaiki diri dari perbuatan yang keji dan munkar. Ada pendapat pengajian bukan sekedar ajakan berbuat baik, tetapi mengandung nila-nilai silaturahmi sesama muslim, menambah wawasan ilmu agama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Salah satu pendapat tersebut sempat terungkap di Masjid Al Iksan, Jl Patimura, Klentangan Selosari Magetan. Di kegiatan itu, KH Lukman Hidayat asal Plumpung Plaosan, Magetan mempertegas pengajian sebagai penguatan peran agama Islam dalam memperteguh keimanan. Sekaligus sarana untuk memperteguh umat dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Karena itu sudah tepat, jika pengajian juga sebagai sarana untuk mensosialisasikan pilar-pilar Kebangsaan. Pentingnya Pancasila, menghargai kebhinekaan, menjunjung tinggi UUD 1945 dan keutuhan NKRI. Para ulama dan tokoh Islam telah mentauladani dengan menjaga empat pilar kebengsaan tersebut, mulai republik ini berdiri hingga sekarang. (*)
More Stories
Pencabutan PPKM di Indonesia, Pemerintah Hendak Berlepas Tangan?
Pemberdayaan Ekonomi Jadi Siasat, Peran Ibu Tengah Dibajak
Membangun Infrastruktur Negeri tanpa Bergantung pada Investasi