0leh: Luluk Suharjanto, S.Hut, MM
Menyeruaknya bencana banjir, tanah longsor, kebakaran hutan di musim kemarau dan kekeringan serta kekurangan air, dan banyaknya sumber mata air pada daerah hulu yang mati, faktor penyebabnya, terjadinya kerusakan hutan di Provinsi Jawa Timur, beserta ekosistemnya. Kondisi ini merupakan persoalan yang cukup serius. Untuk itu hutan di provinsi Jawa Timur harus diselamatkan, dengan program-program yang nyata, dan institusi yang berwenang menangani sektor kehutanan hendaknya, dipimpin oleh orang-orang yang punya intregritas yang baik, serta mengerti masalah kehutanan. Yang tak kalah pentingnya, Pimpinan instansi Kehutanan, haruslah dipimpin oleh figur maupun sosok yang punya jiwa rimbawan.
Mengingat berat pembangunan sektor kehutanan di provinsi Jawa Timur pada masa mendatang, lelang jabatan kepala dinas kehutanan yang dijabat oleh pejabat eselon II, menurut hemat saya, sebagai momentum bagi Gubernur Jawa Timur Dr. H. Sukarwo, agar benar-benar memilih ahlinya. 0rang yang bakal dipilih pada lelang jabatan untuk Kepala dinas Kehutanan, haruslah memenuhi persyaratan formal, yakni: Seorang calon Kadishut harus memiliki,
1. Berjiwa RIMBAWAN artinya mengerti betul apa itu hutan, fungsi hutan, perencanaan hutan, manfaat hutan bagi kehidupan, dan juga paham tentang hukum kehutanan, yaitu UU No 41/1999 tentang Kehutanan, UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No 18/2012 tentang Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan serta peraturan pelaksanaannya.
2. Mampu melakukan penegakan hukum kehutanan menyelesaikan kasus-kasus perambahan, penambangan liar (illegal minning) pendudukan kawasan hutan (okupasi) tahun ’85 + 60.000 ha diperkirakan sampai dengan sekarang 100an ribu ha dan umumnya berada di kawasan hutan lindung belum tuntas sehingga berpengaruh pada luas kawasan hutan yang masih 28% di bawah minimal 30 % luas DAS (Pasal 18, UU No 41/1999), pembalakan liar (illegal logging), perburuan liar di seluruh kawasan hutan Jawa Timur yang tingkat pelanggarannya masih cukup tinggi.
Untuk itu seorang kadishut harus mampu memfungsikan PPNS, Polhut sebagai ujung tombak perlindungan dan pengamanan hutan dan lebih khusus di kawasan Tahura R. Soerjo yang sampai sekarang tidak memfungsikan Polhut dan PPNS, padahal jelas diatur dalam UU No 41/1999 tentang Kehutanan, Pasal 51 dan 77, itupun jumlahnya sangat terbatas hanya 8 orang pindahan dari KSDA dibantu tenaga Pengamanan Hutan (PAMHUT) yang jumlahnya 82 orang dengan masa kerja lebih 8 tahun nasibnya tidak jelas.
3. Tetapi kinerjanya bagus mampu melakukan penangkapan pembalak liar di kawasan hutan yang bergunung-gunung dan lembah sungai, jauh sekali dari perkampungan dengan jarak tempuh rata-rata 2 jam perjalanan melewati kawasan hutan yang dikelola Perhutani ke batas kawasan Tahura belum masuk ke dalam TKPnya, luar biasa. Dan perlu diketahui bahwa Tahura R. Soerjo merupakan barometer ekosistem Tawa Timur karena hulu daripada sungai Brantas.
4. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan atau desa penyangga hutan melalui pembinaan kelembagaan dan penyuluhan petani, seperti LMDH, Kelompok Tani Tahura (KTT), perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara terencana, terukur dan terkontrol.
5. Memberikan reward dan punishmen kepada PPNS, Polhut, Penyuluh Kehutanan dan Kelompok Tani dan Kepala Desa yang mampu berprestasi melakukan penegakan hukum, penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian tujuan tercapainya pengelolaan hutan lesatari (PHPL), Semoga!
(Penulis adalah Pemerhati Kehutanan di Sidoarjo)
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN