Oleh: Uqie Nai
Member AMK4
Di tengah kekhawatiran masyarakat akan eksistensi kaum menyimpang yang semakin berani, muncul video viral yang menampilkan sosok mahasiswa di Sulawesi Selatan yang menyebut dirinya non-biner (gender netral). Sontak, video ini pun menuai reaksi di beberapa kalangan, termasuk Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman.
Gubernur meminta pihak kampus untuk menindak tegas terhadap pelaku yang menyebut diri non-biner. Komisi disiplin kampus dapat dilibatkan dalam menyelidiki dan menyidangkan kasus ini agar rasa adil dan rasa aman bisa berjalan. Andi khawatir jika orang tua anak yang menjadi warga baru dikampus ternama seperti Unhas bisa was-was kalau hal seperti ini diberi ruang. Untuk itu ia meminta pihak kampus harus memberi jaminan rasa aman dan tidak memberi ruang pada paham dan kampanye Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang terus berkembang. (Fajar.co.id, Minggu, 22/8/2022)
Kapitalisme Penghancur Generasi
Istilah non-biner atau non-binary adalah status identitas gender yang tidak merujuk pada salah satu gender, baik laki-laki ataupun perempuan. Dengan kata lain, kelompok ini mengakui diri mereka bergender netral. Padahal masyarakat pada umumnya hanya mengidentifikasi 2 gender saja yakni, perempuan dan laki-laki (binary).
Pelaku yang memploklamirkan status gender ini bermula dari masyarakat Barat yang menganut ide kebebasan (liberalisme) termasuk para selebritisnya yang dijadikan role-model di kalangan remaja dunia. Jika biasanya seseorang dapat diklasifikasikan, atau menyatakan diri sebagai perempuan atau laki-laki, maka kata sapa yang digunakan dalam bahasa Inggris akan menjadi He atau She. Namun demikian ketika seorang menyatakan diri sebagai gender non-biner, maka kata gantinya berubah, menjadi They atau Them. (Suara.com., Sabtu, 22/6/2021)
Menurut aktivis muslim, Abdullah Robin, sebuah sekolah menengah di Devon, Inggris, telah mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan rok bagi para muridnya sebagai bentuk penerapan aturan yang lebih netral gender. Dalam kebijakan tersebut, para murid hanya diperbolehkan mengenakan celana panjang.
Kehadiran sosok-sosok yang menamakan dirinya gender netral, lesbian, gay, biseksual, atau transgender di mata pemerintah kapitalis-sekuler bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan apalagi dikucilkan, bahkan melalui negara dan UU, kaum ini diterima dan diberi ruang, justru orang yang mengecam dan mempersekusilah yang harus ditindak tegas dengan memberinya sanksi. Hal ini pernah disampaikan Presiden Jokowi saat menggelar wawancara ekslusif dengan wartawan BBC Yalda Hakim di Solo. Salah satu yang dipertanyakan adalah tentang homoseksual di Indonesia yang coba dipidanakan melalui Mahkamah Konstitusi.
Jokowi mengatakan tak ada diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia, dan jika ada yang terancam karena seksualitasnya, polisi harus bertindak melindungi mereka. (Bbc.com., 19/10/2016)
Panggung terbuka yang diberikan negara pada kaum menyimpang dan kaum feminis dengan kesetaraan gender, membuat gender netral berani menunjukkan batang hidungnya, terlebih adanya dukungan tokoh liberal membuat mereka tak punya malu dengan gaya dan cara pandang yang sulit diterima akal sehat. Padahal, mereka adalah virus penyebar kebobrokan moral dan mental generasi bangsa. Generasi yang harusnya mencetak peradaban gemilang malah menjadi generasi salah arah, karena bagaimanapun fisik laki-laki dan perempuan berbeda, masing-masing keduanya memiliki keutamaan sesuai ciri fisiknya tersebut. Maka, apa yang akan terjadi jika seseorang mengeklaim bahwa dirinya bukan jenis keduanya? Inilah agenda Barat yang ingin menghancurkan negeri muslim melalui generasinya.
Islam dan Sistemnya adalah Penangkal Pemahaman Liberal
Penyebutan gender netral pada dasarnya adalah dalih untuk menentang ketetapan Allah Swt. tentang penciptaan. Hawa nafsu manusia yang tidak tunduk pada hukum Allah akan mudah terkontaminasi pemikiran sekuler liberal meski ia muslim sekalipun. Islam tidak mengenal gender netral, kesetaraan, atau feminisme. Islam menegaskan bahwa penciptaan manusia dan makhluk lainnya secara berpasangan dari jenis laki-laki dan perempuan agar manusia bisa melihat kebesaran Allah Swt.
“Dan dari segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kalian mengingat (kebesaran Allah).” (QS. Adz Zariyat [51]: 49)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, Allah Swt. menciptakan semua makhluk dengan berpasang-pasangan. Mulai dari bumi dan langit, matahari dan bulan, terang dan gelap, iman dan kafir, hidup dan celaka. Demikian juga dengan semua makhluk hidup dan tumbuhan. Allah juga berfirman dalam surah Yasin: 36,
“Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.”
Berdasarkan kedua ayat di atas jelaslah bahwa tidak ada gender lain selain laki-laki dan perempuan yang Allah ciptakan. Maka ketika perilaku dan cara pandang yang bertentangan dengan ketentuan Allah muncul, negara pelaksana syariatlah yang akan menilai dan mengatasinya. Apakah melalui pembinaan, peringatan, atau hukuman. Yang jelas, negara akan memberikan edukasi yang benar dan komprehensif tentang cara pandang generasi muslim sesuai Islam. Apabila aktivitas non-biner ini berpeluang pada perilaku lesbian, gay, biseksual atau transgender, negara akan bertindak tegas melalui penegakan sanksi ta’zir, jilid, ataukah hukuman mati.
Upaya penjagaan negara agar generasi tak terbawa arus liberal-kapitalis, selain melalui pembinaan, juga melalui sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam senantiasa berlandaskan akidah Islam, kurikulumnya Islam, dan outputnya menjadikan peserta didik bersyakhsiyah islamiah.
Cukuplah kisah kaum Sodom menjadi kisah kelam atas kedurhakaan mereka yang berakhir dengan azab. Allah menghancurkan umat Nabi Luth yang membangkang dan suka sesama jenis serta melakukan perbuatan seks menyimpang dengan cara menjatuhkan batu-batu besar dari langit hingga menjungkirbalikan kota tersebut (lihat QS. Al-Ankabut: 31-32).
Perjuangan mengembalikan kondisi generasi agar taat pada syariat dan lepas dari cengkeraman pemikiran kufur memanglah tidak mudah, diperlukan keistikamahan berjuang yang dilandasi keimanan, karena perjuangan itulah yang dapat membuka nasrullah hadirnya institusi Islam di tengah umat.
Wallahu a’lam bi ash Shawwab.
More Stories
Abai Peran Ibu, Mengejar Viral Demi Terkenal
Nasib Rohingya Tanpa Junnah
Indonesia Maju di Tahun 2023, akankah Menjadi Kenyataan?