06/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Islam Terdepan dalam Mengatur Pengelolaan Infrastruktur

Oleh Irma Faryanti
Ibu Rumah Tangga dan Member Akademi Menulis Kreatif

Isu bahwa Bandara Kualanamu berpindah pengelolaan, ternyata bukan sekedar kabar burung. Sebuah perusahaan asal India, GMR Airport Consortium berhasil menang tender dan akan mengelola bandara ini 25 tahun ke depan serta menjalin kemitraan strategis dengan PT Angkasa pura II.

Arya Sinulingga Selaku Staf Khusus Menteri BUMN menyatakan bahwa Indonesia memperoleh keuntungan dari kerjasama yang dilakukan oleh anak perusahaan PT Angkasa pura II tersebut. Setidaknya ada dua keuntungan yang akan didapat yaitu dana sebesar Rp. 1,58 triliun serta biaya pengembangan bandara Rp. 56 triliun dengan tahap pertama sekitar Rp. Triliun. (Kumparan.com 26 November 2021)

Lebih lanjut Arya menyatakan bahwa GMR adalah pemegang saham dalam joint venture company, kerjasama ini membuat PT Angkasa pura II tidak perlu mengeluarkan biaya Rp. 58 triliun untuk pengembangan bandara karena telah ditanggung oleh mitra. Ia pun menegaskan bahwa melalui kerjasama berarti telah memberdayakan aset tanpa harus kehilangan, bahkan nantinya akan memperbesar aset tersebut berkali-kali lipat.

GMR Airports Consortium sendiri adalah Strategic Investor milik oleh GMR group yang berasal dari India dan Aeroport de Paris Group (ADP). Sebuah jaringan operator bandara yang melayani penumpang terbanyak di dunia. Konsorsium ini mengelola New Delhi’s Indira Gandhi, Hyderabad dan Bidar International Airport di India, serta Mactan Cebu International di Filipina. Saat ini GMR juga tengah mengembangkan Goa dan Visakhapatnam International Airport di India, serta Crete International Airport di Yunani.

Bukan kali ini saja perusahaan asing tertarik untuk mengambil alih pengelolaan bandara di negeri ini. Walau beribu alasan diungkapkan bahwa yang dilakukan hanyalah pembagian saham, namun sejatinya yang terjadi adalah upaya menjual dan menggadaikan aset masyarakat. Hal tersebut juga semakin mempertegas ketidakmampuan negeri ini untuk mengelolanya sendiri.

Bandara adalah salah satu fasilitas umum yang dapat menunjang aktivitas masyarakat. Tidak jarang dalam pengadaan sarana ini, lahan masyarakat harus dikorbankan atau digusur. Zalim rasanya jika kemudian harus berakhir dengan penyerahan pengelolaan kepada asing. Miris sekali, infrastruktur yang selama ini dibenahi, nyatanya lebih diprioritaskan demi kepentingan asing sebagai pemilik modal. Inilah kinerja sistem Kapitalis dalam mengurus urusan rakyatnya. Jauh dari nilai keadilan dan rentan dengan kezaliman.

Mungkin masih lekat dalam ingatan kita tentang peristiwa jalan Daendels yang terbentang antara Anyer-Panarukan. Semula dibangun untuk kepentingan masyarakat, namun ternyata semata demi kepentingan proyek para penjajah. Inilah sedikit gambaran ketika pengelolaan diserahkan pada asing.

Namun di tengah suasana pandemi seperti sekarang ini, kemitraan strategis dengan menyerahkan pengelolaan atau menjual bandara kepada swasta, menjadi ajang bisnis baru yang menjanjikan. Akuisisi bandara oleh negara yang lebih kuat secara ekonomi seolah menjadi solusi bagi keterpurukan.

Sangat jauh berbeda ketika kendali pengaturan urusan kehidupan ini berada di tangan Islam. Dalam hal infrastruktur, sistem ini mengharuskan adanya dampak positif bagi masyarakat. Karena sejatinya infrastruktur adalah kewajiban negara dalam menyediakan fasilitas publik agar dapat diakses oleh seluruh warga negaranya.

Pada masa Islam berjaya, pembangunan infrastruktur berjalan dengan pesat. Misalnya pada abad ke-8 (762 M) yaitu pada masa kepemimpinan Khalifah al Mansur, jalan-jalan di kota Baghdad di Irak telah dilapisi aspal, padahal Eropa saja baru mampu membangun jalan pada abad ke-18. Seluruh penyediaan sarana tersebut dibiayai oleh anggaran yang tersedia di Baitul Mal. Anggaran tersebut bersumber dari fa’i, ghanimah, anfal, usyur, khumush, rikaz, zakat dan pengelolaan barang tambang. Penyediaannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan umat, tidak mengandalkan pinjaman dari asing ataupun menyerahkan pengelolaan kepada mereka.

Seorang penguasa berkewajiban untuk menjamin tersedianya berbagai sarana yang dibutuhkan oleh warganya, karena hal tersebut merupakan bagian dari kepengurusan umat yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Muslim dan Ahmad:
“Imam adalah pengurus, ia bertanggung jawab terhadap apa yang diurusnya.

Jika Islam merupakan solusi terbaik bagi seluruh permasalahan umat, lalu untuk apa lagi masih menaruh harapan pada sistem lainnya?

Wallahu a’lam Bishawwab