07/01/2023

Jadikan yang Terdepan

Islam Memberi Solusi Sesuai Fitrah

Oleh: Ummi Nissa

Penulis dan Komunitas Muslimah Rindu Surga

Dewasa ini narasi kesetaraan gender deras dikampanyekan berbagai kalangan. Seiring dengan adanya anggapan bahwa kualitas perempuan dalam pembangunan manusia masih rendah. Sehingga upaya peningkatan kualitas kalangan perempuan agar menjadi unggul di masyarakat terus menjadi perhatian khususnya pemerintah.

Kampanye pembangunan manusia berbasis gender ini didukung dengan berbagai program dan kebijakan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bahwa APBN sebagai instrumen keuangan negara juga mengenali pentingnya kesetaraan gender. Salah satu inisiatif baru pada tahun 2021 adalah mengenalkan sebuah Dana Alokasi Khusus (DAK) nonfisik yang didedikasikan untuk dana pelayanan perlindungan perempuan dan anak. (Kemenkeu.go.id, 16/12/2020)

Menurutnya perjuangan untuk kesetaraan gender masih butuh untuk diupayakan. Sebab berbagai studi menyatakan banyak hal yang masih menghalangi perempuan, di antaranya mulai dari keluarga sampai kepada norma sosial dan norma budaya. Bahkan penafsiran terhadap ajaran keagamaan memberikan kendala lebih besar kepada perempuan.

Dorongan serta dukungan pemerintah ini berawal dari pandangan bahwa pembangunan ekonomi negara akan maju dengan adanya kesetaraan gender. Sehingga perempuan mesti diberikan kesempatan yang sama sebagaimana laki-laki, untuk  turut berperan aktif di ranah publik dalam berbagai sektor.

Hal ini juga berdasarkan studi McKinsey yang menunjukkan bahwa apabila suatu negara memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki, maka perekonomian di negara tersebut akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk produktivitas yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik.

Maka dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini kalangan perempuan didorong untuk mampu membantu perekonomian keluarga. Hal ini tampak dari banyaknya program bantuan yang dikeluarkan pemerintah untuk memberdayakan para perempuan. 

Seperti Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta rumah tangga atau bantuan pemberian sembako, diberikan kepada lebih dari 95% kepala keluarga perempuan. Ditambah lagi kebijakan pemerintah untuk memberikan dukungan kepada usaha kecil menengah, seperti pembiayaan ultra mikro (UMi) dan Kredit Usaha Kecil (KUR), mayoritas dikelola oleh perempuan.

Demikianlah perempuan dianggap berdaya ketika mampu menghasilkan materi. Sebaliknya peran ibu rumah tangga yang tidak menghasilkan materi dianggap hanya menjadi beban ekonomi bagi keluarga, masyarakat juga negara. Oleh karena itu para perempuan pun didorong sedemikian rupa untuk berkiprah di berbagai sektor kehidupan baik di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, maupun politik.

Akibatnya para perempuan banyak yang meninggalkan peran domestiknya dan sibuk beraktivitas di luar rumah. Padahal hal ini justru menjadi beban ganda bagi perempuan. Sebab selain tugas utamanya sebagai pendidik generasi juga dibebani dengan aktivitasnya di luar rumah. Hal ini mengakibatkan hancurnya tatanan kehidupan rumah tangga dan generasi.

Masalah perempuan memang selalu akan berdampak pada generasi. Sebab di pundaknya terletak amanah untuk mendidik dan membina generasi. Mengurus anak-anak dan keluarga menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Karena itu mengeluarkannya dari rumah dan mencabut tugas utamanya maka sama halnya dengan menghancurkan generasi.

Begitu pula anggapan bahwa ajaran agama menjadi salah satu penghalang majunya perempuan sejatinya hal ini adalah menyerang syariat Islam yang menempatkan laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan. Mereka menganggap bahwa aturan Islam mendiskriminasikan perempuan dengan berbagai aturan yang berbeda dengan laki-laki. Sehingga mencari penakwilan dalil agar sesuai dengan konsep yang mereka yakini.

Narasi kesetaraan gender sejatinya lahir dari sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini menjauhkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Sementara ekonomi merupakan hal yang menonjol dalam sistem ini. Sehingga tidaklah heran jika kemanfaatan diukur dari sisi menghasilkan nilai materi ataukah tidak. Begitupun pandangan kapitalisme  terhadap perempuan, bernilai ataukah tidak.

Oleh karena itu konsep kesetaraan gender merupakan ide asing yang tidak dikenal dalam Islam. Menerima dan menerapkan konsep ini tentu menjauhkan kaum muslim dari ketundukan terhadap syariat Islam bahkan makin menjauhkan dari fitrahnya sebagai makhluk Allah Swt.

Dalam Islam telah dijelaskan bahwa diciptakannya manusia di muka bumi ini tidak lain adalah untuk beribadah (mengabdi) kepada Allah Swt. sebagaimana firman-Nya :

“Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat [51]: 56)

Hal ini menunjukkan bahwa manusia diciptakan Allah Swt. hanyalah untuk beribadah. Dalam hal ini bukan berarti hanya terbatas ibadah mahdhah saja, tetapi mematuhi seluruh aturan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan sebagai bentuk ibadah yaitu menghamba kepada-Nya.

Ketundukan terhadap syariat Allah merupakan konsekuensi dari akidah Islam yang telah menetapkan bahwa setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt di akhirat kelak terkait dengan amalnya di kehidupan dunia. Termasuk ketundukan perempuan menjalankan tugas sebagai ibu dan pendidik generasi tidak akan luput dari perhitungan di hadapan Allah. Oleh karena itu tatkala solusi permasalahan perempuan dan generasi diarahkan hanya untuk tujuan ekonomi semata jelas telah menyalahi  visi penciptaan manusia.

Seandainya dalam kondisi pandemi seperti saat ini perempuan terpaksa turut membantu ekonomi keluarga, maka kondisi ini seharusnya tidak mengubah tugas utamanya sebagai ummu warabbatul bayt yaitu ibu dan pengatur rumah tangga. Karena tugas inilah yang telah ditetapkan Allah bagi para perempuan. Sebuah peran strategis yang tidak bisa diremehkan.

Paradigma yang salah terkait adanya diskriminasi dalam Islam pun harus diluruskan. Aturan Islam datang dari Allah Swt, Al Kholiq Al Mudabbir, yang paling mengetahui tentang hakikat makhluk-Nya. Sehingga aturan yang  diturunkan-Nya sudah pasti sesuai dengan fitrah manusia.

Oleh karenanya dalam Islam ada aturan yang diberlakukan sama untuk perempuan dan laki-laki manakala berkaitan dengan sifatnya sebagai manusia, seperti aturan ibadah, jual beli, sewa menyewa, akhlaq,dst.  Akan tetapi ada aturan yang memang berbeda antara perempuan dan laki-laki jika berkaitan dengan perempuan dengan sifatnya yang feminin, serta laki-laki dari sisi sifatnya yang maskulin.

Hal ini seperti kewajiban utama seorang perempuan adalah sebagai ibu, pendidik generasi dan pengatur rumah tangga. Supaya perannya optimal maka kaum perempuan tidak dibebani kewajiban mencari nafkah. Sebaliknya seorang ayah adalah pemimpin bagi keluarganya sehingga di pundaknya tanggung jawab nafkah, membimbing dan melindungi keluarga. Perbedaan kewajiban ini ditujukan agar keduanya menjalani kehidupan yang harmonis dan saling melengkapi baik dalam kehidupan keluarga ,masyarakat dan  negara.

Hanya aturan Islam saja yang mampu mewujudkan kehidupan manusia yang menentramkan karena sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia dengan segala keterbatasannya.

Wallahu a’lam bi-shawab.