Oleh Ine Wulansari
Ibu Rumah Tangga
Sungguh mengejutkan, penyakit sifilis di Jawa Barat merupakan kasus kedua terbanyak se-Indonesia. Kota Bandung disinyalir sebagai tempat paling banyak ditemukan kasusnya. Menurut Kepala Dinas Kota Bandung, Anhar Hadian bahwa dalam kurun waktu 2020-2022 penyakit kelamin tersebut terus meningkat. Hal ini diketahui berdasarkan pada pemeriksaan yang dilakukan di sejumlah fasilitas kesehatan. Dinas Kesehatan Kota Bandung memastikan tidak akan memberhentikan proses skrining atau pemeriksaan terkait penyakit sifilis.
Berdasarkan data pada tahun 2020 ada 11.430 orang yang diperiksa, hasilnya 300 orang positif sifilis. Kemudian tahun 2021 sebanyak 12.228 orang diperiksa dan ditemukan 332 orang positif sifilis. Angka tersebut menunjukkan kenaikan pada setiap tahunnya sebesar tiga persen. Tingginya kasus sifilis di Kota Bandung disebabkan oleh perilaku seks masyarakat di perkotaan dan hubungan seksual yang tidak aman. Bahkan sifilis pun ditemukan pada ibu hamil, tentu saja hal tersebut sangat berpengaruh terhadap bayi yang dikandungnya. (cnnindonesia.com, 17 Juni 2023)
Pemerintah provinsi Jawa Barat melakukan berbagai upaya maksimal untuk menekan laju sebaran sifilis agar tidak meningkat dan dapat dicegah sedini mungkin. Mulai dari sosialisasi akan kebahayaan sifilis dengan menerapkan gaya hidup sehat terutama yang berpotensi terpapar penyakit yang berhubungan dengan seksual, skrining yang menyeluruh, dan memberikan fasilitas obat-obatan dengan mendistribusikan ke sejumlah wilayah.
Segala upaya yang dilakukan, patut kita apresiasi. Namun sangat disayangkan, solusi yang ditawarkan dalam upaya pencegahan terhadap kasus sifilis berkutat pada masalah cabang. Sedangkan akar persoalannya tidak tersentuh. Yakni, penerapan Sekulerisme yang menjauhkan agama dari kehidupan telah melahirkan Liberalisme di tengah masyarakat. Gaya hidup bebas semaunya sendiri, menghasilkan berbagai tindakan yang melanggar aturan agama. Seperti normalisasi zina dan tata pergaulan serba bebas. Sehingga munculah sifilis sebagai buah dari pola hidup yang mengedepankan hawa nafsu.
Sudah kita ketahui bersama, sifilis ini diderita oleh kelompok yang sering berganti-ganti pasangan baik lawan jenis atau sesama jenis. Tentu saja, aktivitas tersebut merupakan perzinaan yang saat ini sudah merebak. Bukan hanya pada pasangan menikah, melainkan pada kalangan anak muda yang masih bau kencur. Akan tetapi zina yang seakan hal biasa terjadi pada masyarakat, tidak dikenakan sanksi tegas bahkan seolah didiamkan oleh negara selaku pembuat kebijakan negeri ini.
Liberalisasi pergaulan tentu saja membawa masalah besar pada kehidupan masyarakat. Kondisi ini akan semakin parah, seandainya legalisasi LGBT disahkan oleh negara. Hal tersebut merupakan fakta yang terindera, sebab negara melakukan pembiaran terhadap kelompok ini. Bahkan tak sedikit yang mendukung mereka dengan alasan hak asasi manusia.
Inilah gambaran tata pergaulan saat ini. Sistem Kapitalisme Sekuler yang diterapkan menjadikan akal sebagai penentu aturan. Maka tak heran, banyak mengeluarkan aturan-aturan yang bertentangan dengan agama. Jadilah agama dianggap sebagai aturan di ranah pribadi saja dan dibuang dalam mengatur kehidupan masyarakat. Akibatnya, rusaklah masyarakat, individu, dan negara. Tak peduli dengan risiko sifilis yang membahayakan. Asalkan kenikmatan duniawi terpenuhi dan tujuan tercapai, maka kehancuran pada generasi pun diabaikan.
Berbeda dengan tata pergaulan dalam Islam. Sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, menjadikan akidah sebagai landasan. Maka dari itu, Islam secara tegas menerapkan sistem sosial dan pergaulan yang dapat menyelamatkan manusia dari kemaksiatan.
Ada beberapa mekanisme yang diberlakukan Islam dalam mencegah perbuatan zina, baik aktivitas sesama dan penyakit menular seksual. Pertama, laki-laki dan perempuan wajib menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan. Kedua, larangan berdua-duaan dengan yang bukan mahram, Rasulullah saw bersabda : “Seorang laki-laki tidak boleh berduaan saja dengan seorang wanita tanpa kehadiran mahramnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ketiga, larangan ikhtilat, yaitu bercampur baur laki-laki dan perempuan tanpa hajat syar’i. Seperti pendidikan, kesehatan, muamalah jual beli. Islam membolehkan adanya interaksi laki-laki dan perempuan dalam tiga aspek muamalah ini. Keempat, larangan zina dan hubungan sesama. Keduanya adalah perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Isra :32).
Kelima, penerapan sistem sanksi yang tegas. Dalam Islam, sanksi berfungsi sebagai zawajir atau pencegah agar masyarakat tidak berbuat kriminal. Juga berfungsi sebagai jawabir, yaitu penebus dosa di akhirat atau membuat jera pelaku. Adapun sanksi bagi orang yang memfasilitasi orang lain berbuat zina, dengan sarana dan cara apapun maka akan mendapat sanksi. Dalam Islam mereka ini akan mendapat hukuman penjara selama lima tahun dan mencambuknya. Jika mereka adalah suami atau mahramnya, maka sanksi akan diperberat menjadi sepuluh tahun penjara. (Abdurrahman al-Maliki. 2022. Sistem Sansi dalam Islam . Hlm. 238. Pustaka Tariqul Izzah. Bogor.) Dengan pemberlakuan sistem sanksi ini, artinya Islam menjaga manusia dari perbuatan zina dan penyebaran penyakit menular akibat perilaku keji tersebut.
Oleh karena itu, hanya Islam dan seperangkat aturannya yang sempurna akan mampu menjaga, mencegah, dan memelihara manusia sesuai fitrahnya. Dengan menerapkan syariat kafah di bawah naungan Daulah Islam, kehidupan akan aman dan damai. Segala tindakan keji dan mungkar akan dibabat habis hingga ke akarnya.
Wallahua’lam bish shawab.
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN