Oleh: Uqie Nai
Anggota Menulis Kreatif4
Apa yang dilakukan Israel dengan tentaranya sungguh kejahatan yang tak bisa ditolerir. Menyerang Al-Aqsha dan jamaah di dalamnya, juga pengusiran terhadap warga Syaikh Jarrah menegaskan bahwa warga Palestina tak diperkenankan tenang beribadah, khusyuk bertilawah bahkan bersukacita menyambut Idulfitri. Sejak awal Ramadan hingga awal Syawal 1442 H, serangan demi serangan terus menghujani kaum muslim Palestina. Ratusan warga sipil termasuk anak-anak menjadi korban.
Dikabarkan, sebelas dari 60 anak yang terbunuh dalam serangan udara Israel di Gaza terdaftar dalam penyembuhan trauma. Bahkan Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) pada Selasa (18/5) menyatakan kegeramannya. Anak-anak yang berusia antara 5-15 tahun meninggal di rumah mereka bersama dengan kerabat lainnya. Melalui Sekretariat Jenderal NRC, Jan Egeland menyerukan agar Israel segera menghentikan kegilaannya. Anak-anak harus dilindungi, rumah dan sekolah tidak boleh menjadi sasaran. (republika.co.id, 19/5/2021)
Kejahatan Nyata, Dunia hanya Bicara
Arogansi Israel yang terus ditampakkan dihadapan publik, tak bergeming dengan ribuan kecaman, hujatan serta ancaman boikot produk Israel. Meskipun kecaman itu datang dari pemimpin negara, tak sedikit pun membuat Israel ciut. Alih-alih menghentikan serangan, Israel justru berdalih mencari pembenaran bahwa aksinya sebagai balasan atas serangan militer Hamas. Bahkan Israel terus mencari dukungan negara barat seolah dirinya adalah korban.
Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina telah diakui dunia sebagai tindakan keji. Namun, berbagai lembaga dunia sekaliber PBB dan OKI yang bertugas mengamankan dunia, membebaskan konflik Israel-Palestina hingga kini tak punya kerja nyata. Selain rapat membahas resolusi, keputusannya pun belum tentu terealisasi sebagaimana resolusi-resolusi sebelumnya yang hanya sekedar retorika. Akankah resolusi berikutnya dari pertemuan negara anggota OKI ber-efek riil bagi Palestina?
Diketahui beberapa waktu lalu para menteri dari negara anggota OKI termasuk Indonesia mengadakan pertemuan secara virtual, khusus terkait agresi Israel di wilayah Palestina. Indonesia, melalui Menlu Retno Marsudi yang menghadiri pertemuan bertajuk “Extraordinary Open-ended Ministerial Meeting of the OIC Executive Committee” (16/5) mengusulkan beberapa langkah kunci, yaitu: memastikan adanya persatuan, yakni persatuan di antara negara anggota OKI. Tanpa persatuan, OKI tidak akan mampu menjadi penggerak bagi dukungan internasional untuk Palestina; OKI harus mengupayakan terciptanya gencatan senjata segera. Masing-masing negara harus menggunakan pengaruhnya agar upaya tersebut tercapai; OKI tetap fokus membantu kemerdekaan bangsa Palestina dengan mendorong dimulainya kembali negosiasi multilateral yang kredibel. Yang berpedoman pada parameter yang telah disetujui secara internasional berdasarkan prinsip solusi dua negara. (kompas TV, 17/5/2021)
Pengerahan Pasukan adalah Solusi Membebaskan Palestina
Sekalipun ribuan solusi dan resolusi ditawarkan pemimpin dunia dan lembaga internasionalnya, jika tidak dibarengi tindakan nyata pengusiran Yahudi dari tanah Palestina tidak akan menyelesaikan masalah. Nasib warga Palestina atau muslim lainnya dalam cengkeraman penjajah akan terus terzalimi, tertindas dan menjadi objek pembantaian. Sementara kondisi muslim di belahan bumi lainnya tersekat-sekat oleh nasionalisme.
Solusi two state (dua negara) yang ditawarkan Indonesia misalnya, sebenarnya berasal dari usulan Amerika Serikat. Dikemas dengan bahasa yang indah, agar kedua negara bisa hidup berdampingan, tanpa konflik dan penindasan maka tawaran solusi itu tak lebih dari bentuk pengakuan terhadap eksistensi penjajah Yahudi. Sementara, watak penjajah sampai kapan pun tak akan sudi berdamai jika wilayahnya ditinggali bangsa lain terlebih bangsa yang tinggal di dalamnya berbeda ideologi dan akidah. Allah Swt. telah tegas mengabarkan dalam firman-Nya:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang (ridha) kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka….” (TQS al Baqarah: 120)
Serangan Israel atas mesjid al-Quds hingga warga sipil menjadi korban mendapatkan dukungan yang luar biasa dari Barat, terutama AS. Setiap tahun AS menggelontorkan bantuan dana militer 3,8 miliar dollar AS kepada Israel. Negara-negara kapitalis sengaja membiarkan pendudukan dan tindakan brutal Israel yang berlangsung bertahun-tahun lamanya terhadap Palestina untuk mengganggu keamanan dan ketentraman di jantung negeri Islam.
Dengan demikian, untuk membela dan membebaskan Palestina tidak cukup dengan kecaman, hujatan atau donasi berupa makanan serta obat-obatan, melainkan dengan pengerahan jihad fii sabilillah. Jihad ini adalah implementasi nyata ukhuwah islamiyyah antar sesama muslim yang diibaratkan satu tubuh. Rasulullah saw. bersabda:
“Permisalan kaum mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam.” (HR Muttafaq’alaih)
Persatuan ini akan terasa sempurna jika kaum muslim bahu-membahu membela darah saudaranya dalam naungan institusi Islam dan komando pemimpin penerap syariat. Tanpa intervensi, sekat zonasi atau pun nasionalisme, muslim Palestina, Uighur, Rohingya, Moro dan lainnya akan terjaga dalam lindungan junnah dan ri’ayah-nya dari kejahatan orang-orang kafir laknatullah alaihim.
Bangkitlah wahai kaum muslim! Tunjukkan kekuatanmu di hadapan penjajah yang telah memporak-porandakan ukhuwah islamiyyah, menghancurkan institusinya serta mengalirkan darah pemeluknya. Wallahu a’lam bi ash Shawwab.
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN