- Hampir tiga perempat investor mendukung dinaikkannya usia pensiun resmi dari 55 tahun
- Masyarakat Indonesia berharap untuk dapat terus bekerja selama 12 tahun dari usia pensiun resmi saat ini
- Investor yakin dapat mempertahankan standar hidup dan kesehatan di masa pensiun
JAKARTA, KabarGress.Com – Hasil survei terbaru yang dilakukan oleh Manulife mengungkapkan bahwa investor Indonesia menjadi standar untuk menaikkan usia pensiun resmi di wilayah Asia. Saat ini investor Indonesia sudah bekerja lebih lama setelah pensiun dibandingkan dengan para investor di negara-negara Asia lainnya.
Sikap positif investor Indonesia terhadap upaya menaikkan usia pensiun ini bahkan terlihat menonjol di tengah-tengah luasnya dukungan terhadap peningkatan usia pensiun resmi yang terjadi di seluruh negara Asia yang diteliti. Dan, jika tindakan berbicara lebih keras daripada sekedar kata-kata, penelitian ini juga menunjukkan bahwa hanya investor Indonesia yang berharap untuk dapat terus bekerja setelah melewati usia pensiun resminya.
“Usia pensiun di Indonesia adalah 55 tahun, yang merupakan usia pensiun termuda di wilayah yang diteliti, dan angka ini ditetapkan beberapa dekade lalu saat usia harapan hidup masyarakat Indonesia jauh lebih rendah, yaitu sekitar 55-60 tahun[1]”, ujar Nur Hasan Kurniawan, Chief of Employee Benefits, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia.
“Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi yang dramatis sejak masa itu. Seiring dengan perkembangan tersebut, usia harapan hidup pun mengalami peningkatan, dimana saat ini usia harapan hidup mencapai usia 70-an atau 80-an. Masyarakat berharap agar usia pensiun yang berlaku secara umum saat ini dapat ditinjau kembali.”
Hasil survei Manulife Investor Sentiment Index yang terbaru, untuk kuartal pertama tahun 2014, menunjukkan bahwa 73 persen investor Indonesia memilih untuk menaikkan usia pensiun. Angka ini jauh di atas rata-rata regional (51 persen). Usia pensiun di Indonesia 10 tahun di bawah usia pensiun sebagian besar negara di Asia, dan lima tahun di bawah usia pensiun yang berlaku di Malaysia dan Filipina.
Masyarakat Indonesia Berharap Dapat Terus Bekerja Selama 12 Tahun Setelah Memasuki Usia Pensiun
Pernyataan ini diperkuat dengan fakta yang menunjukkan bahwa 72 persen responden di Indonesia berharap untuk dapat terus bekerja di masa pensiun (angka rata-rata di Asia 60 persen). Meskipun mereka berharap dapat pensiun di usia 60 tahun, lima tahun di atas usia pensiun yang resmi berlaku saat ini, akan tetapi mereka juga berharap untuk dapat terus bekerja di masa pensiun selama tujuh tahun lagi. Sehingga, usia pensiun yang sebenarnya menjadi 67 tahun, 12 tahun lebih lama dibandingkan usia pensiun resmi yang berlaku saat ini. Angka kesenjangan terbesar yang terjadi di wilayah Asia.
Jika usia pensiun resmi di Indonesia dinaikkan, maka hal ini tidak terlepas dari perubahan yang baru-baru ini terjadi di negara-negara Asia lainnya. Di Singapura, usia pensiun wajib telah dinaikkan menjadi 62 tahun dari sebelumnya 60 tahun pada tahun 1999, dan kini para pemberi kerja harus kembali menawarkan kepada para pekerjanya untuk kembali bekerja sampai usia 65 tahun. Taiwan menaikkan usia pensiun di negaranya menjadi 65 tahun dari semula 60 tahun di tahun 2008. Tahun lalu, Malaysia menaikkan usia pensiun warganya menjadi 60 tahun dari 55 tahun. Dan baru-baru ini, di awal Mei, pemerintah Australia mengusulkan kenaikan usia pensiun dari 65 tahun menjadi 70 tahun.
Investor Indonesia, seperti halnya para investor lainnya di seluruh Asia, secara umum memandang bekerja di masa pensiun sebagai hal yang positif mengenai. Sekitar tiga perempat (76 persen) investor memandang bahwa bekerja tidak hanya sebagai cara untuk menjaga agar otak dan tubuh mereka tetap sehat, namun juga sebagai cara yang baik untuk menghabiskan waktu mereka. Mereka juga berharap agar bekerja di masa pensiun dapat memberikan kontribusi sekitar seperlima dari pendapatan mereka di masa pensiun.
Investor Yakin Dapat Mempertahankan Standar Hidup dan Kesehatan di Masa Pensiun
Pandangan optimis investor Indonesia secara umum terhadap peningkatan umur pensiun tidak hanya karena manfaat bekerja setelah pensiun saja. Hampir dua pertiga (64 persen) merasa yakin bahwa mereka dapat mempertahankan standar hidup mereka saat ini di masa pensiun kelak. Bahkan, hampir setengah dari responden (48 persen) memperkirakan tingkat pengeluaran mereka akan menurun selama masa pensiun. Hampir semua investor berharap agar pendapatan di masa pensiun akan mencukupi seluruh pengeluaran di masa pensiun.
Nur Hasan menambahkan, “Sangat kecil kemungkinan pengeluaran di masa pensiun akan berkurang, dan karena mereka akan menjalani masa pensiun dalam waktu yang panjang, maka mereka perlu mempertimbangkan untuk merencanakan simpanan masa pensiun. Selain itu, ada pertimbangan lain, seperti dengan bertambahnya usia, semakin besar pula kemungkinan terserang penyakit kronis dan juga kenaikan biaya kesehatan..”
“Masyarakat harus memahami bahwa inflasi akan mengurangi daya beli mereka. Untuk dapat mempertahankan standar hidup di masa pensiun, mereka perlu mempertimbangakn untuk menginvestasikan uang mereka agar dapat mengalahkan inflasi,” ujar Legowo Kusumonegoro, Presiden Direktur, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Legowo menambahkan, “Untuk membantu masyarakat dalam memahami pentingnya menyiapkan dana di masa pensiun, kami memperkenalkan konsep sederhana yang kami sebut 3i, yaitu insyaf, irit, invest.”
Kesehatan yang Memburuk di Masa Pensiun Tidak Dipertimbangkan oleh Investor Indonesia
Satu alasan yang tampaknya menyebabkan investor Indonesia optimis dapat membiayai masa pensiun yang nyaman adalah karena mereka menganggap bahwa mereka memiliki kondisi kesehatan yang baik – melebihi negara Asia lainnya yang disurvei (76 persen dibandingkan rata-rata regional yang 49 persen). Hal ini juga tercermin dari kenyataan yang ada, bahwa investor Indonesia memiliki asuransi kesehatan pribadi yang paling rendah di Asia (32 persen dibandingkan rata-rata 48 persen).
Optimisme kondisi kesehatan mereka tidak sejalan dengan penilaian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)[2], yang menyatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun menghadapi risiko kesehatan yang terkait dengan konsumsi rokok – 67 persen untuk pria (dua kali dari rata-rata regional) dan tiga persen untuk wanita. Gangguan kesehatan terbesar yang kedua bagi mereka yang berumur di atas 25 tahun adalah tekanan darah tinggi (33 persen untuk pria dan 29 persen untuk wanita).
Dari mereka yang saat ini sudah memiliki asuransi kesehatan, hanya 46 persen yang berencana untuk membeli atau memperbaharui perlindungan mereka selama masa pensiun, kembali, angka yang lebih rendah daripada rata-rata di kawasan. Sebagian besar investor Indonesia (61 persen) akan mengandalkan layanan kesehatan umum saat mereka pensiun.
“Menurut pandangan kami, model dukungan tradisional bagi kalangan lanjut usia, seperti hidup dengan dengan anak dan bantuan keuangan dari anggota keluarga, akan semakin berkurang,” ujar Nur Hasan.
“Namun pada saat yang sama, orang yang pensiun masih memikirkan keluarga mereka.”
Hasil survei ini menunjukkan bahwa tiga perempat investor melihat bahwa tidak memiliki dana yang cukup untuk diwariskan kepada anak-anak mereka atau memberikan dukungan finansial bagi anak-anak mereka sebagai risiko-risiko utama mereka di masa pensiiun.. Disebutkan bahwa dua dari lima orang tidak mampu membiayai prioritas mereka: membiayaipendidikan yang tinggi bagi anak-anak mereka atau biaya pernikahan anak.
Manulife Investor Sentiment Index – Temuan-temuan Utama
Survei terbaru menunjukkan bahwa sentimen investor di Indonesia mengalami peningkatan selama dua kuartal berturut-turut, meningkat 7 poin menjadi 48 di kuartal pertama 2014, menempatkan Indonesia pada posisi ketiga dari segi optimisme (dibandingkan dengan rata-rata regional pada angka 24) Sementara itu, sentimen paling tinggi terdapat di Malaysia dan Filipina dengan skor58.
Peningkatan sentimen investor Indonesia dipacu oleh peningkatan sentimen terhadap reksa dana (naik 31 poin menjadi +20) dan saham (naik 14 poin menjadi +8); namun investor Indonesia masih belum memiliki saham atau reksa dana dalam portofolio investasi mereka. Investor tetap memiliki sentimen positif terhadap dana tunai (+80), rumah tinggal (+75), dan properti lainnya (+70).
“Kenaikan sentimen terhadap saham sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi di Indonesia. Kami telah melihat berbagai perbaikan pada beragam indikator kunci ekonomi, seperti neraca berjalan yang membantu pemulihan nilai tukar rupiah setelah mengalami fluktuasi di tahun 2013 ,” ujar Putut Endro Andanawarih, Director of Business Development, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
“Sementara itu, kami tetap memiliki pandangan positif terhadap pasar modal Indonesia. Pemilihan presiden mendatang diharapkan dapat membawa perubahan ekonomi yang menjadi dasar untuk pertumbuhan jangka panjang yang lebih baik,” lanjut Putut.
“Akan tetapi, peningkatan sentimen investor terhadap reksa dana dan saham pada kuartal initidak tercermin dalam keputusan investasi mereka. Investor tetap melanjutkan kebiasaan mereka dengan menyimpan uang di tabungan dan deposito. Ini artinya mereka melewatkan kesempatan berinvestasi untuk memperoleh imbal hasil yang lebih baik dalam jangka panjang,” kata Putut. “Masyarakat harus mulai mempertimbangkan untuk menginvestasikan uang mereka dari sekarang, dan tentunya, reksa dana dapat menjadi salah satu kendaraan investasi yang paling mudah dan sangat terjangkau bagi semua orang.” (ro)
Tentang Manulife Investor Sentiment Indeks di Asia
Manulife Investor Sentiment Indeks di Asia di Asia adalah survei eksklusif yang dilakukan Manulife setiap kuartal untuk mengukur dan melacak pandangan investor di delapan negara di kawasan ini perihal perilaku mereka terhadap kelas aset utama dan hal-hal lain yang terkait dengan itu.
Manulife ISI didasarkan pada 500 wawancara online di setiap negara yaitu Hong Kong, China, Taiwan, Jepang, dan Singapura; sementara di Malaysia, Filipina dan Indonesia, survei ini dilakukan secara tatap muka langsung. Responden adalah investor kelas menengah hingga papan atas, berusia 25 tahun ke atas yang menjadi pengambil keputusan utama dalam hal-hal keuangan di rumah tangga dan saat ini sudah memiliki produk investasi.
Manulife ISI merupakan seri penelitian yang telah lama dilakukan di Amerika Utara. Manulife ISI sudah mengukur sentimen investor di Kanada selama 14 tahun terakhir, dan memperluasnya ke operasinya di John Hancock AS pada tahun 2011.
Kelas-kelas aset yang dipertimbangkan dalam perhitungan Manulife ISI Asia adalah saham/ekuitas, realestat (rumah utama atau investasi properti lainnya), dana bersama/reksa dana, investasi berpendapatan tetap, dan uang tunai.
Tentang Manulife
Manulife Financial merupakan grup penyedia layanan keuangan terdepan dari Kanada yang beroperasi di Asia, Kanada dan Amerika Serikat. Para nasabah melihat Manulife sebagai penyedia solusi keuangan yang kuat, andal, terpercaya dan terdepan untuk keputusan-keputusan penting keuangan mereka. Jaringan internasional para karyawan, agen dan mitra distribusi kami menawarkan produk dan jasa perlindungan keuangan dan wealth management kepada jutaan nasabah. Kami juga menyediakan jasa manajemen aset kepada nasabah institusi di seluruh dunia. Dana yang dikelola oleh Manulife Financial dan seluruh anak perusahaannya mencapai C$ 635 miliar (US$ 574 miliar) per 31 Maret 2014. Perusahaan beroperasi sebagai Manulife Financial di Kanada dan Asia dan sebagai John Hancock di Amerika Serikat.
Manulife Financial Corporation diperdagangkan sebagai ‘MFC’ di bursa saham TSX, NYSE, dan PSE, serta sebagai ‘945’ di SEHK. Manulife Financial bisa ditemukan di Internet di www.manulife.com
Tentang Manulife Asset Management
Manulife Asset Management adalah perusahaan aset manajemen global dari Manulife Financial. Manulife Asset Management memberikan solusi manajemen investasi secara menyeluruh bagi investor institusi dan produk reksa dana di berbagai belahan dunia. Keahlian investasi ini meluas hingga ke sektor publik, swasta dan alternatif kelas aset, termasuk solusi alokasi aset. Per 31 Maret 2014, dana kelolaan Manulife Asset Management sebesar C$ 298 miliar (US$269 miliar).
Unit layanan umum dari Manulife Asset Management mempunyai keahlian investasi di berbagai bidang, termasuk saham publik dan pendapatan tetap dan juga strategi alokasi aset. Manulife Asset Management memiliki kantor-kantor cabang dengan kemampuan investasi yang lengkap di Amerika Serikat, Kanada, Inggris Raya, Jepang, Hong Kong, Singapura, Taiwan, Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia dan Filipina. Selain itu, Manulife Asset Management juga memiliki perusahaan patungan di bidang pengelolaan dana yang berlokasi di Cina, yaitu Manulife TEDA. Manulife Asset Management juga memberikan jasa manajemen investasi bagi nasabah ritel dari afiliasinya melalui penawaran produk oleh Manulife dan John Hancock. John Hancock Asset Management dan Declaration Management and Research juga merupakan bagian dari Manulife Asset Management. Informasi lebih lanjut mengenai Manulife Asset Management bisa didapatkan di www.ManulifeAM.com.
More Stories
East Java Tourism Award, Ukir Prestasi Ditengah Pandemi
Kolaborasi Q5 Steak n Bowl – Tahta Makarim, Hadirkan Menu Segala Umur
LBM Wirausaha Indonesia Adakan Kunjungan Kerjasama Dengan Lentera Digital Nusantara dan Ketua DPRD Pacitan