09/04/2025

Jadikan yang Terdepan

Peran Negara Kurang, Karhutla Terus Berulang

Oleh Ummu Kholda

Pegiat Literasi, Komunitas Rindu Surga

Musim kemarau yang berkepanjangan mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa wilayah, termasuk Kalimantan. Di sana karhutla terjadi hampir di seluruh provinsi, khususnya di Provinsi Provinsi Kalimantan Barat dengan intensitas titik api sedang hingga tinggi. Menurut Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Ully Artha Siagian, karhutla yang terjadi dan terus berulang dikarenakan pemerintah tidak serius mengurus Sumber Daya Alam (SDA).

Karena salah urus itulah, menyebabkan tidak adanya perlindungan yang ketat terhadap wilayah-wilayah yang penting dan rentan, di antaranya adalah lahan gambut dan hutan. Kedua wilayah ini bahkan sudah banyak dibebani dengan perizinan, baik perizinan monokultur sawit, pertambangan, dan izin di sektor kehutanan lainnya. Walhi mencatat ada sekitar 900 perusahaan yang sudah beroperasi di lahan gambut dan hutan. (Tempo.co, 20/8/2023)

Tak hanya di Kalimantan, karhutla pun terjadi di daerah lain, yakni di kawasan Bromo. Karhutla ini terjadi akibat sepasang kekasih yang melakukan foto prewedding dengan menyalakan flare, sehingga diperkirakan 500 hektar lahan terbakar.

Selain itu karhutla juga terjadi di Desa Nurabelen, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur pada Jumat, 25 Agustus 2023. Ini terjadi akibat dari pembersihan hutan dengan cara dibakar, dan melahap kurang lebih 40 hektar. (Tirto.co.id, 18/9/2023)

Terus Berulang

Karhutla yang terjadi sebenarnya bukan hanya tahun ini saja, bahkan dapat dikatakan selalu berulang tiap tahunnya. Kondisi yang demikian tentu sangat berbahaya terutama bagi kesehatan. Tidak sedikit warga yang terkena dampak dari karhutla ini mengalami sesak napas atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Di Kalimantan sendiri jumlah kasus ISPA mengalami peningkatan, baik akibat kemarau maupun karhutla.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dr. Erna Yulianti, berdasarkan laporan 14 kabupaten kota, untuk ISPA di Kalbar pada minggu ke-35 mencapai 525 kasus. Jumlah ini cukup tinggi karena mengalami kenaikan tiap harinya. Meskipun angka ini tak lebih tinggi dibanding minggu ke-34 yang mencapai 864 kasus.

Untuk itu ia mengimbau masyarakat Kalbar untuk waspada terhadap penyakit ISPA yang kerap menyerang jika musim kemarau tiba. Seperti menggunakan masker ketika beraktivitas di luar ruangan, meningkatkan imunitas tubuh dengan mengonsumsi buah-buahan dan sayuran segar. (Tribun Pontianak.co.id, 5/9/2023)

Selain mengakibatkan penyakit ISPA, karhutla juga berdampak pada ketidaknyamanan negara tetangga. Mereka terganggu oleh asap yang terus mengepul dan semakin meluas. Bukan tidak mungkin, negara tetangga pun akan terkena imbasnya berupa penyakit ISPA.

Minimnya Peran Negara

Jika kita melihat dampak karhutla yang begitu luas bagi masyarakat bahkan sampai pada negara tetangga, pemerintah seharusnya melakukan evaluasi terhadap upaya penanganan yang selama ini telah berjalan. Karena berulangnya kasus karhutla, menunjukkan bahwa mitigasi belum berjalan dengan baik, optimal dan antisipasif. Jangan sampai kejadian karhutla terjadi setiap tahunnya. Tentu ini membutuhkan penanganan yang serius.

Karena sejatinya masalah kebakaran hutan bukan sekadar masalah teknis semata, akan tetapi merupakan persoalan yang lebih bersifat sistemik. Pasalnya upaya yang dilakukan pemerintah hingga saat ini belum berhasil mencegah karhutla.

Di sisi lain, pembukaan lahan gambut atau deforestasi untuk kepentingan bisnis masih terus berjalan. Undang-undang yang ada pun membolehkan membuka hutan dengan cara membakarnya meski dengan beberapa ketentuan. Alhasil kebakaran hutan terus mendegradasi lahan meski upaya restorasi terus dilakukan pemerintah. Begitupun izin konsesi lahan yang telah diberikan kepada korporasi telah menyebabkan karhutla terjadi.

Akibat Penerapan Kapitalisme Neoliberal

Semua itu merupakan konsekuensi diterapkannya sistem kapitalisme neoliberal di negeri ini. Dengan kata lain, negara melegalkan pemberian serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) termasuk hutan kepada swasta.

Sistem ini juga melahirkan para penguasa yang tidak menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Mereka hanya sebatas regulator dan fasilitator. Yakni membuat regulasi atau UU. Itupun kebijakan yang dikeluarkannya nyata terasa sangat memihak para kapitalis, alih-alih rakyat. Padahal merekalah seharusnya yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan rakyatnya, termasuk dalam menjaga hutan dan lahan agar tidak terjadi kebakaran yang merugikan masyarakat.

Oleh karena itu, selama pengelolaan hutan masih menggunakan sistem kapitalisme serta kebebasan manusia dalam menguasai aset-aset ekonomi tanpa batas, maka kerusakan hutan akan sulit dihentikan.

Islam Mengatasi Masalah Karhutla

Islam sebagai agama dan sistem hidup, mempunyai aturan yang berasal dari Sang Khalik yang Maha Mengetahui urusan manusia dan alam semesta. Peraturannya bersifat menyeluruh, mengatasi berbagai persoalan hidup termasuk persoalan karhutla.

Dalam mengatasi setiap permasalahan, hanya syariat Islam yang dijadikan sebagai dasar penetapan hukumnya. Maka akan sangat berbeda dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh sistem kapitalisme neoliberal saat ini. Di dalam Islam tidak ada konsep kebebasan secara mutlak, akan tetapi seluruh manusia harus terikat dengan aturan syariat. Oleh karenanya, pemanfaatan berbagai harta kepemilikan harus mengikuti status kepemilikannya.

Hutan termasuk kepemilikan umum, maka tidak diperkenankan memberikan izin pengelolaan kepada swasta, akan tetapi boleh dimanfaatkan secara langsung dan bersama-sama oleh seluruh masyarakat. Namun jika berpotensi menimbulkan kerusakan atau konflik di tengah masyarakat, maka pengelolaannya akan diambil alih oleh negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk tujuan bisnis. Baik dimanfaatkan secara langsung maupun dalam bentuk fasilitas publik.

Yang demikian itu, karena negara yang menerapkan sistem Islam, telah menetapkan bahwa fungsi negara adalah raa’in atau pengurus rakyat dan junnah (pelindung). Sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)

Oleh karena itu, dalam kebijakannya negara semata-mata dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyatnya. Selain itu, dalam pengelolaannya negara juga wajib untuk memperhatikan aspek keamanan dan kemudharatan yang ditimbulkannya. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh ada bahaya, dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Al-Baihaqi)

Selain itu, negara juga boleh memproteksi hutan sebagai kawasan konversi, dengan menetapkannya sebagai hima. Hal itu dapat dilakukan jika eksplorasi hutan menimbulkan potensi bahaya dan bencana ekologis bagi masyarakat. Semua itu dilakukan sebagai upaya melindungi hak-hak ekologi dan SDA yang asli.

Demikianlah, dengan konsep pengelolaan hutan sesuai tuntunan syariat, niscaya karhutla dapat dicegah. Namun konsep seperti ini hanya akan berjalan pada negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah (menyeluruh) bukan dalam sistem kapitalisme neoliberal yang merugikan masyarakat. Wallahu a’lam bi ash-shawab.