25/11/2024

Jadikan yang Terdepan

Peliknya Persoalan Migor, Dimana Peran Negara?

Oleh Ummu Kholda
Pegiat Literasi Komunitas Rindu Surga

Minyak merupakan salah satu kebutuhan pokok yang wajib adanya di setiap rumah tangga. Sayangnya, untuk mendapatkan produk tersebut masyarakat harus mengeluarkan kocek yang cukup dalam. Padahal negeri ini merupakan wilayah dengan bahan baku kelapa sawit yang begitu melimpah. US Departement of Agriculture (USDA) telah merilis laporan yang memprediksi produksi minyak sawit Indonesia mencapai 46 juta metrik ton (million metric tonne/MMT) selama tahun 2023-2024. Jumlah ini naik 3℅ dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 44,7 MMT, dengan asumsi tidak ada perubahan cuaca yang ekstrem. (Katadata.co.id, 22/3/2023).

Kendati demikian, mau tak mau masyarakat terpaksa harus membelinya agar dapat memasak menu makanan bagi keluarganya. Berangkat dari kondisi tersebut, pemerintah pun mengambil peran dengan mengeluarkan produk Minyakita, minyak curah kemasan dengan harga di bawah migor lain. Dengan harapan seluruh lapisan masyarakat mampu mendapatkannya. Namun, masalah pun tidak berhenti sampai di sini, karena pembelian Minyakita tidak diperkenankan dalam jumlah banyak.

Dilansir IDX Channel, 29 Mei 2023, para pedagang sembako masih mengeluhkan pembelian Minyakita yang dibatasi. Belum lagi ada persyaratan lain yakni harus membeli produk lain (bundling). Sebut saja di Pasar Baru Bekasi, produk Minyakita memang tersedia di beberapa lapak, akan tetapi jumlahnya tidak banyak. Bahkan seorang pedagang sembako yang bernama Via mengatakan dirinya dalam satu minggu hanya mendapat 2 dus (1 dus berisi 12 pcs). Itupun ia membeli dari pihak ketiga, yang otomatis harganya berbeda, yakni lebih mahal jika dibandingkan ia membeli dari pihak kedua atau agen.

Alasan mengapa tidak membeli di agen, karena di agen ada persyaratan yang harus dipenuhi. Mereka harus membeli produk lain (bundling) agar mendapatkan Minyakita. Jika tidak memenuhi persyaratan maka Minyakita tidak bisa didapatkan. Padahal minyak keluaran pemerintah tersebut, peminatnya cukup banyak.

Melihat fakta di atas, solusi pemerintah dengan mengeluarkan produk Minyakita, dapat dikatakan belum berhasil menyelesaikan masalah. Nyatanya, harga Minyakita masih melambung di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yaitu Rp14.000,-. Selain itu sebagian masyarakat juga masih kesulitan mendapatkan pasokan minyak, terlebih jika kondisinya jauh dari perkotaan. Ditambah lagi sistem bundling yang cukup merepotkan para pedagang sehingga harus mengeluarkan modal lagi untuk membeli produk lainnya. Lagi-lagi rakyat yang dirugikan.

Kegagalan ini menunjukkan adanya kesalahan dalam regulasi distribusi. Semestinya seluruh lapisan masyarakat mendapatkan migor dengan mudah dan murah. Karena semua itu tanggung jawab negara selaku pemimpin yang menangani kebutuhan rakyatnya. Lemahnya kontrol pemerintah juga memberikan andil dimana harga di pasaran melambung bebas melebihi HET. Akibatnya tidak semua masyarakat mampu untuk membelinya.

Peliknya persoalan migor ini juga akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme. Sistem yang berlandaskan materi sehingga orientasinya lebih kepada mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya. Bahkan penguasa sesungguhnya adalah mereka para pengusaha dan pemilik modal. Sementara negara hanya sebatas regulator kebijakan yang tidak memiliki power di hadapan para kapital.

Dengan demikian jelaslah persoalan migor saat ini adalah langkanya pasokan dan tingginya harga. Yang semua itu disebabkan oleh buruknya tata kelola negara yang kalah dengan para mafia minyak.

Kondisi semacam ini tentu tidak akan terjadi jika negara menempatkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap urusan rakyatnya. Dengan kata lain negara sebagai raa’in (pengurus rakyat). Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam hal ini, negara akan mengatur agar distribusi migor sebagai bahan pangan berjalan dengan baik dan mudah diakses oleh rakyat. Sebagai mekanismenya, negara akan menjamin ketersediaan bahan untuk produksi migor dan memberikan perhatian kepada petani sawit melalui biro pertanian dari Kemaslahatan Umat dan biro subsidi Baitulmaal. Perhatian ini dapat berupa penggunaan sarana produksi yang lebih canggih serta meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah sehingga potensi hasilnya akan makin besar. Negara pun tidak akan memberi peluang bagi pihak oligarki untuk menguasai luasan lahan sawit.

Dari sisi pasar, negara wajib mengawasi berjalannya pasar agar sesuai dengan syariat. Dalam distribusi, negara akan menghilangkan segala hal yang dapat mengacaukan pasar. Seperti tindakan penimbunan, intervensi harga oleh para kartel, monopoli dan lainnya. Dimana hal tersebut dapat menyebabkan kelangkaan barang dan gejolak harga. Untuk itu, negara akan memberikan sanksi ta’zir kepada siapapun yang mengancam berjalannya mekanisme pasar dan memerintahkan mereka untuk mengeluarkan barang-barang yang ditimbun.

Negara juga akan memastikan supply and demand (penawaran dan permintaan) pasar terpenuhi. Ketika tidak tercukupinya permintaan, negara akan memasok barang tersebut sebagai bentuk intervensi pasokan agar kondisi pasar kembali seimbang. Sementara untuk urusan harga, negara dalam Islam tidak akan mematoknya, akan tetapi diserahkan kepada mekanisme pasar. Dengan konsep ini harga barang akan terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Demikianlah peran negara yang sesungguhnya. Negara yang secara maksimal menjalankan perannya sebagai pengurus rakyat. Yakni dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah (menyeluruh) niscaya semua akan berjalan dengan baik, dan rakyat pun akan sejahtera. Tidak lagi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terutama kebutuhan pokok seperti migor. Wallahu a’lam bi ash-shawab.