25/11/2024

Jadikan yang Terdepan

Proyek Mangkrak, Pencitraan Urung Terdongkrak

Oleh Irma Faryanti
Member Akademi Menulis Kreatif

Mangkrak, itulah yang saat ini tengah terjadi pada proyek food estate yang telah direncanakan sejak tahun 2022 lalu. Program ini digagas oleh presiden RI untuk mencegah ancaman krisis pangan. Namun dalam pelaksanaannya setelah dua tahun berjalan, perkebunan singkong seluas 600 hektar dan 17.000 hektar sawah tidak juga membuahkan hasil panen. (BBC news Indonesia 15 Maret 2023)

Sudin, selaku Ketua Komisi IV DPR menilai bahwa program yang dikembangkan Kementerian Pertanian ini telah gagal. Ia pun telah mengantongi beberapa bukti berupa sejumlah data dan menyiapkan panitia kerja (Panja) untuk menangani permasalahan tersebut. Namun di sisi lain, Kementan menyatakan bahwa pihaknya sudah tidak lagi mengelola proyek food estate, karena Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan telah menunjuk Bupati setempat untuk menjadi penanggung jawab. Hal ini dibenarkan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto.

Pejabat Kementerian Pertanian tidak setuju jika dikatakan lumbung pangan di Kalimantan Tengah dikatakan gagal total. Meski demikian ia mengakui bahwa terdapat kekurangan dalam pelaksanaan proyek tersebut. Sementara itu, Kementerian Pertahanan menilai bahwa mangkraknya proyek diakibatkan oleh ketiadaan anggaran dan regulasi pembentukan Badan Cadangan Logistik Strategis.

Gagalnya proyek tersebut, tentu membuat geram penduduk sekitar. Rangkap (53 tahun) yang merupakan warga Desa Tewai Baru, merasa kesal karena lahan seluas empat hektar yang selama ini digarap secara turun temurun harus dipakai untuk kebun singkong. Padahal sebelumnya tempat itu adalah hutan yang menjadi tumpuan hidup masyarakat, mengambil kayu untuk bangunan rumah, berburu, mencari ramuan tradisional, serta menanam berbagai sayuran seperti terong, kacang panjang, juga pohon karet. Namun kini keadaannya sebagian telah gundul dan gersang bagai tanah lapang.

Masyarakat pun menyesalkan adanya penjagaan yang ketat, menurut Sigo selaku Kepala Desa Tewai Baru, ia beserta warganya dilarang masuk area tersebut. Bahkan meminta kayu untuk kebutuhan pembangunan kantor desa pun tidak diperbolehkan dan dihalangi aparat. Rangkap menuturkan bahwa tidak pernah ada ajakan musyawarah dari pihak perangkat desa terkait program food estate ini, tetiba peralatan berat pun masuk ke dalam hutan.

Proses sosialisasi memang pernah terjadi, namun karena saat itu situasi tengah pandemi, hanya perwakilan masyarakat saja yang diundang oleh pihak penanggung jawab yaitu Kementerian Pertahanan. Diantaranya: seluruh Kepala Desa di Kecamatan Sepang, damang (kepala adat), mantir (perangkat adat), Lurah, Bupati, Kapolsek dan Kapolres. Mereka pun menerima keputusan, dengan harapan program tersebut akan memenuhi apa yang diinginkan oleh masyarakat, bisa membuka tenaga kerja lokal sesuai kemampuan masing-masing. Namun faktanya, sejak proyek itu dimulai tidak ada satupun warga yang dilibatkan.

Berharap tercapainya ketahanan pangan melalui food estate hanyalah isapan jempol semata dan tidak mampu dijadikan sebagai solusi. Karena persoalan utama yang terjadi di negeri ini bukanlah masalah ketersediaan melainkan distribusi, selain itu faktor daya beli masyarakat pun ikut berperan besar atas keterbatasan akses perolehan makanan sehat.

Program di atas juga tidak dapat mewujudkan kedaulatan pangan di negeri ini secara keseluruhan, karena sejak awal akomodasinya bersifat Jawa-sentris. Demikianlah sistem kapitalis, berbagai solusi yang ditawarkan tidak lebih hanya sekedar tambal sulam semata, tidak menuntaskan hingga ke akar permasalahan manusia. Apa yang dilakukan penguasa tidak lebih hanya sekedar untuk mendongkrak popularitas dan demi pencitraan kepemimpinan, bukan demi pelayanan terhadap rakyatnya. Seluruh kebijakan yang ditetapkan hanya untuk mempertahankan eksistensi diri menduduki kekuasaan.

Sangat berbeda dengan Islam, sistem ini tidak mengedepankan ambisi kekuasaan dalam menjalankan amanah kepemimpinan, sehingga tidak akan sibuk menjaga dan memperbaiki citra diri di hadapan masyarakat. Motif yang ada adalah bagaimana caranya melayani umat secara maksimal dengan seluruh daya upaya, sehingga seluruh permasalahan dapat tersolusikan.

Dalam sebuah sistem Islam, negara wajib memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat baik sandang, pangan maupun papan. Tidak akan terbesit dalam diri seorang pemimpin kaum muslim untuk memprioritaskan citra dirinya dibandingkan pelayanan terhadap rakyatnya. Karena ia menyadari betul bahwa amanah yang diembannya tidaklah ringan, dan kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Bukhari dan Muslim:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”

Ketersediaan pangan merupakan hal yang harus dipenuhi dalam sebuah negara. Untuk itu, pembenahan sektor pertanian sangat lah penting, bahkan Islam memandangnya sebagai salah satu sumber primer ekonomi selain perindustrian, perdagangan dan jasa. Oleh karenanya jika berbagai permasalahan yang terjadi di dalamnya tidak tersolusikan, akan berpengaruh pada goncangnya perekonomian negara.

Visi kedaulatan dalam sebuah sistem Islam akan jauh berbeda dengan kapitalis yang menjadikan keuntungan materi di atas segalanya. Dengan diterapkannya hukum Allah, suatu negara akan kuat dan tidak akan tergantung serta menampakkan kelemahan dirinya di hadapan negara lain. Demikian sempurna syariat dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, masihkah kita meragukannya? Wallahu a’lam Bishawwab