Penulis: Chusnatul Jannah – Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban
Belakangan, fenomena spirit doll menjadi perbincangan publik. Bermula dari beberapa artis tanah air yang mengadopsi spirit doll atau boneka arwah. Mereka memberinya makan, pakaian, hingga memperlakukannya seperti anak manusia. Ada apa gerangan? Mengapa fenomena ini makin tren dan populer?
Fenomena Spirit Doll
Terdapat pro dan kontra mengemuka. Ada yang mengatakan tidak mengapa memelihara boneka arwah asalkan sebatas hanya untuk dijadikan mainan atau latihan merawat bayi. Namun, jika memeliharanya mengakibatkan seseorang berhalusinasi bahwa boneka itu dianggapnya seperti manusia maka hal itu menjadi masalah.
Melansir dari cnnindonesia.com (4/1/2021), psikolog dari Universitas Gadjah Mada Koentjoro mengatakan, ketika orang yang memelihara boneka arwah kemudian bersikap seolah boneka itu anaknya sendiri maka ini sudah tergolong masalah. Apalagi, jika sampai membentak atau memarahi orang yang menyebut boneka itu benda mati,
Koentjoro menyebut, perilaku itu bisa dikaitkan dengan gangguan psikologis displacement, sikap atau gangguan dalam diri yang ditunjukkan dengan emosi dan disalurkan ke orang lain atau benda lain yang tidak akan melawan balik.
Dalam sudut pandang agama, yaitu Islam, MUI memberikan tanggapan terkait tren mengadopsi spirit doll. Ketua bidang dakwah dan ukhuwah MUI, K.H. Muhammad Cholil Nafis mengatakan, masyarakat tidak boleh memelihara makhluk halus. Menurutnya, jika boneka arwah dijadikan teman, maka sama halnya berteman dengan jin. Namun, jika sudah disembah serta mengkultuskannya seperti memberi makan, pakaian, hingga merawatnya layaknya manusia, maka hal itu sudah termasuk dalam perbuatan syirik.
Tren spirit doll berawal dari Thailand yang lebih dikenal dengan sebutan “luk thep” yang berarti malaikat anak. Mereka meyakini boneka ini akan membawa keberuntungan, ketenangan, dan kebahagiaan. Di Thailand sendiri keberadaan spirit doll sudah sangat eksis. Di kehidupan umum, boneka ini bisa mendapatkan kursi di restoran hingga penerbangan. Dalam masyarakat Thailand, spirit doll sudah menyatu dengan kehidupan manusia pada umumnya, semisal dibawa jalan-jalan dan diberi makanan.
Di Indonesia, boneka arwah atau spirit doll ini kian mengemuka setelah salah satu pesohor, Ivan Gunawan mengadopsi dua boneka yang ia beri nama Miracle dan Marvel. Sebelum Ivan, ada nama Furi Harun yang tenar lebih dulu lantaran ia memelihara 330 boneka arwah. Menurut Furi, mengadopsi boneka arwah tidak bisa sembarangan. Diperlukan kesungguhan dari adopter untuk merawat mereka layaknya anak manusia. Diberi makanan, minuman, dan pakaian. Bahkan sang adopter juga harus bisa mengajarkan kebaikan kepada anak adopsinya. (sindonews.com, 5/1/2022)
Bagi mereka yang berpikir waras, boneka meski diisi arwah sekalipun, pada dasarnya tetaplah benda mati yang tidak perlu dimuliakan, dipelihara, bahkan diperlakukan seperti manusia. Apalagi meyakini bahwa si “arwah” yang bersemayam di tubuh boneka tersebut dapat mendatangkan kebahagiaan bagi si pengadopsi. Inilah potret akidah umat yang kian tergerus oleh kesyirikan yang berbungkus kata “spirit”.
Mengapa Terjadi?
Menyikapi fenomena spirit doll yang kian meresahkan, perlu sekiranya masyarakat membuka mata inilah fakta kualitas akidah umat di abad ini yang makin rendah. Apa penyebabnya?
Pertama, kehidupan sekuler. Harus kita akui, kerusakan sistem sekuler sudah terlalu parah. Hal mistis pun masyarakat yakini sebagai sebuah kebenaran yang harus “diimani”, ya semisal spirit doll ini. Benteng akidah Islam kian jebol tatkala menjadikan boneka sebagai “berhala modern”. Ya, berhala modern bernama spirit doll ini telah membungkus kesyirikan dengan iming-iming mendapat ketenangan jiwa. Fenomena ini tidak jauh berbeda dengan masyarakat jahiliyah dulu yang menyembah berhala. Mereka memberi sesembahannya dengan sesajen.
Kehidupan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan meniscayakan tumbuhnya aliran atau kepercayaan yang sesat dan menyesatkan. Spirit doll adalah satu contoh betapa dangkalnya akidah umat Islam. Padahal, dalam Islam, Dzat yang layak disembah dan diyakini hanyalah Allah Swt., bukan benda mati atau makhluk lainnya.
Kedua, kehidupan serba kapitalistik. Pada dasarnya, sistem kapitalisme tak mengenal halal haram. Mau berdagang barang haram atau menawarkan hal sesat sekalipun, bagi kapitalisme bukanlah masalah besar. Besar kemungkinan orang-orang cenderung memanfaatkan momen ini untuk menjualkan boneka arwah dengan beragam bentuk dan harga mahal. Hal ini bisa kita lihat penjualan spirit doll di marketplace yang mudah diakses siapapun.
Ketiga, pelarian atas kekosongan jiwa dan iman lemah. Banyak harta tak menjamin bahagia. Memiliki fasilitas mewah tak menjamin ketenangan hidup. Itulah yang seringkali dirasakam kaum borjuis, terutama kalangan artis. Kesepian, larinya ke boneka. Pikiran galau, pelampiasannya ke narkoba. Begitulah kehidupan glamor kaum borjuis yang sekuler nan hedonis.
Padahal kebahagiaan tidak selalu tentang harta berlimpah. Ketenangan hidup juga tidak selalu dengan rumah mewah nan indah. Namun, kehidupan sekuler kapitalistik mendefinisikan bahagia dengan standar materi. Dlam Islam, ketenangan jiwa seseorang adalah ketika ia mampu memaknai tujuan hidupnya, yakni dari mana dia berasal, untuk apa ia diciptakan, dan akan ke mana setelah ia mati.
Keempat, penyaluran memenuhi gharizah salah tempat. Kalau mainan boneka untuk anak-anak, mungkin masih bisa kita nalar. Namun, bagaimana jadinya jika mengadopsi boneka hingga memperlakukannya seperti manusia? Tentu hal ini sudah di luar batas kewajaran dan kewarasan.
Jika ingin memelihara anak, mestinya ya pelihara bayi sungguhan, bukan yang imitasi. Bila memang ingin berlatih merawat anak, jadilah orang tua asuh bagi anak-anak yatim piatu yang membutuhkan kasih sayang orang tua. Hal itu lebih bernilai pahala dan bermanfaat bagi sesama. Tatkala berhasrat punya anak sendiri, Islam sudah memberi solusi, yaitu menikah.
Ketika ingin mendapatkan ketenangan hidup, maka caranya adalah dengan memahami hakikat diri sebagai hamba Allah Swt. dengan memperbanyak ibadah, membaca Al-Qur’an, banyak berdzikir, menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, mengkaji Islam, dan berteman dengan orang-orang saleh. Itulah yang Islam ajarkan.
Al-Qur’an adalah obat segala penyakit hati. Membaca Al-Qur’an tak hanya bernilai ibadah, tapi bisa menjadi penawar hati yang gelisah, pikiran tak menentu, dan jasmani yang kurang sehat. Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Dan kami turunkan Al-Qur’an sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS al-Isra [17]: 82).
Perlu Benteng Kokoh
Menjaga akidah di tengah ketakwarasan sistem hari ini membutuhkan usaha yang keras. Keimanan kita benar-benar diuji dengan berbagai problematik kehidupan yang makin pelik. Maka dari itu, penjagaan akidah tidak cukup hanya dengan sistem pertahanan diri secara personal. Kita membutuhkan kesalehan komunal yang terbentuk dari sistem kehidupan masyarakat yang agamis. Islam memiliki seperangkat sistem yang mampu mencegah umat melakukan kemungkaran dan kesyirikan.
Pertama, pembinaan akidah secara kolektif. Hal ini bisa dilakukan oleh negara, ormas, dan kelompok dakwah. Dengan pembinaan ini, masyarakat diharapkan mampu membentengi diri dari penyimpangan dan penyesatan akidah.
Kedua, pemberlakuan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan dan kesyirikan. Penerapan hukum Islam adalah jalan terbaik mencapai keadilan hukum. Dengan tegaknya hukum Islam, tidak akan ada celah bagi masyarakat untuk mempermainkan hukum. Sebabx fungsi hukum Islam ada dua, yaitu sebagai zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa).
Ketiga, negara melarang segala bentuk muamah yang diharamkan, termasuk jual beli boneka arwah. Jelas hal ini termasuk jual beli yang Allah haramkan.
Keempat, negara melarang praktik-praktik perdukunan atau sejenisnya. Sebab, hal itu termasuk kategori dosa syirik yang tidak diampuni Allah Swt. Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya Allah Swt tidak akan mengampuni dosa syirik mempersekutukan-Nya (dengan sesuatu apa jua), dan akan mengampunkan dosa yang lain dari itu bagi sesiapa yang dikehendakiNya (menurut aturan SyariatNya). dan sesiapa yang mempersekutukan Allah SWT (dengan sesuatu yang lain), maka sesungguhnya ia telah melakukan dosa yang besar.” (Qs. an-Nisa : 48).
Khatimah
Dengan pemberlakuan syariat secara kafah, akidah umat akan terjaga kokoh. Negara sebagai benteng berlindungnya umat dari kerusakan mestinya tidak abai menghadapi fenomena ini. Inilah urgensi kebutuhan kita akan hadirnya negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Kita tentu tidak mengharapkan kerusakan akidah ini menjadi-jadi. Hanya dengan penerapan sistem Islam, obat mujarab bagi kerusakan akidah. Wallahualam.
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN