26/04/2024

Jadikan yang Terdepan

Butuh Sinergi Kepala Daerah Realisasi Perpres 80 Tahun 2019

Surabaya, KabarGress.com – Biro Administrasi Pembangunan Setdaprov Jatim menegaskan, bahwa proyek strategis yang tertuang dalam Perpres 80/2019 membutuhkan sinergi dari seluruh elemen terkait. Salah satunya kepala daerah yang wilayahnya akan menjadi sasaran pembangunan.

Catatan keberhasilan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa telah ditunjukkan sejak tahun pertama memimpin Jawa Timur. Salah satunya ialah terwujudnya roadmap pembangunan Jatim yang berkelanjutan melalui Perpres 80/2019 tentang percepatan pembangunan ekonomi di wilayah Gerbangkertosusila, Bromo Tengger Semeru, Selingkar Wilis dan Lintas Selatan.

Melalui Perpres tersebut, setidaknya terdapat 218 proyek strategis yang membutuhkan anggaran sebesar Rp 292,4 triliun. Kebutuhan itu akan ditanggung mulai dari APBN, KPBU, BUMN, swasta dan APBD. Di antara skema pembiayaan tersebut, model Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) cukup dominan. Jumlahnya mencapai 72 proyek dengan total nilai investasi sebesar Rp 136,26 triliun.

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa pernah menuturkan, dukungan anggaran pemerintah untuk dapat menopang realisasi Perpres 80 tahun 2019 itu hanya sekitar 15 persen. Sedangkan, 86 persen lainnya, akan ditopang oleh investor swasta, KPBU, BUMN. “Perpres 80 ini menjadi harapan baru bagaimana Indonesia melakukan terobosan dan sinergitas dari seluruh energi yang dimiliki. Karena sangat mungkin kekuatan itu selama ini belum terakselerasi dengan maksimal,” tutur Khofifah.

Sementara itu, Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setdaprov Jatim Soekaryo menambahkan, proyek strategis yang tertuang dalam Perpres 80/2019 membutuhkan sinergi dari seluruh elemen terkait. Salah satunya kepala daerah yang wilayahnya akan menjadi sasaran pembangunan.

“Kami akan memperkuat koordinasi dengan kabupaten/kota. Karena pembangunan ini tidak bisa dipandang secara lokal, melainkan berbasis kewilayahan,” tutur Soekaryo.

Khususnya untuk proyek yang bersumber dari KPBU, Soekaryo mengaku akan dapat dilakukan akselerasi setelah adanya Public Procurement Monitoring Office (PPMO). Di sisi lain, sinergi bersama OPD teknis terkait untuk menawarkan KPBU. Di antaranya ialah Dinas Penanaman Modal dan PTSP serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). 

“Karena proyek KPBU ini melibatkan badan usaha. Sehingga, kita perlu meyakinkan bahwa proyek-proyek dalam Perpres teresbut dapat menarik antusiasme badan usaha untuk bekerjasama,” tutur Soekaryo.

Dia menuturkan, 46,29 persen pembiayaan dalam Perpres 80 / 2019 bersumber dari KPBU. Sementara BUMN/ BUMD mendukung 23,15 persen dan swasta/ BUMN sebesar 15,99 persen. 

Kepala Bagian Simpul KPBU, Infrastruktur dan Bina Marga Enggar Sulistiarto menambahkan, terdapat fokus yang perhatian Gubernur Khofifah dalam pembangunan berbasis kewilayahan. Di antaranya ialah konektivitas Gerbangkertasusila, salah satunya melalui pembangunan ART dan LRT.

“Kami menyiapkan action plan terkait penyediaan transportasi publik,” tutur dia. Sementara untuk pengembangan di kawasan BTS dilakukan untuk mendukung infrastruktur pendukung bagi pengembangan wisatawan. 

Lebih lanjut Henggar menambahkan, skema KPBU memiliki kontribusi cukup besar terhadap terealisasinya proyek strategis dalam Perpres 80/2019. Karena itu, dibutuhkan proyek tersebut akan dilakukan lelang untuk menarik minat investor atau badan usaha.

“Untuk menarik minat badan usaha, proyek juga harus memiliki kepercayaan. Karena konsesinya akan panjang, mulai 15 tahun, 25 tahun bahkan ada 50 tahun,” ungkap Henggar.

Untuk memperkuat kepercayaan investor, pemerintah juga menyiapkan PT PII (Penjaminan Infrastruktur Indonesia), yang merupakan BUMN di bawah Kementerian Keuangan. Lembaga ini akan menjamin pemerintah daerah dapat membayar secara sustainable.

“Mereka akan menjamin bahkan menalangi pemerintah daerah. Sehingga, badan usaha diharapkan dapat memiliki kepercayaan lebih tinggi,” kata Henggar.

Untuk menambah kepercayaan investor dan badan usaha, proyek KPBU juga akan dimasukkan dalam Public-Private-Partnership (PPP) Book  yang dikeluarkan oleh Bappenas. Sehingga, proyek itu bisa ditawar, dipercaya dan diharapkan untuk dikerjakan. “Intinya proyek itu dijamin kredibilitasnya,” pungkas Henggar. (hery)