Overactive bladder (OAB), atau yang lebih dikenal dengan “beser”, adalah penyakit dengan gejala buang air kecil berkali-kali atau lebih dari delapan kali sehari (dalam keadaan normal hanya terjadi empat sampai enam kali sehari).
Penyakit ini sangat mengganggu bagi siapapun karena membuat penderitanya terus menerus merasa ingin buang air kecil, baik dalam keadaan terjaga ataupun sedang tertidur.
OAB merupakan gangguan yang terjadi pada otot kandung kemih yang melemah sehingga terjadi kontraksi berlebihan dan menyebabkan sensasi untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, bahkan sampai ngompol. Awalnya overactive bladder adalah penyakit yang sering dialami oleh orang pada usia tua, namun sekarang penyakit ini telah banyak menyerang usia muda terutama bagi kalangan wanita.
Berdasarkan fakta yang ada, diketahui bahwa sekitar 45% wanita menderita overactive bladder. Hal ini dapat terjadi karena adanya pelemahan otot-otot penopang kandung kemih akibat melahirkan, kegemukan, tertawa geli atau bersin, dan kurang bergerak, sehingga mengganggu produktivitas kerja mereka.
Penyebab lain yang mungkin terjadi adalah pembesaran prostat, kerusakan saraf yang disebabkan oleh cedera atau trauma pada pinggul atau rongga perut, adanya batu pada kandung kemih, efek samping obat-obat tertentu, kanker prostat dan gangguan neurologis lain (parkinson, stroke, dan lain-lain).
OAB tidak dapat disembuhkan secara total namun deteksi dan pengobatan dini OAB dapat membantu mengurangi atau bahkan menghilangkan gejalanya. Saat ini telah tersedia sejumlah tes yang dapat dilakukan untuk deteksi dini OAB, yaitu:
1. Urinalisis, pemeriksaan urine di laboratorium
2. Pemeriksaan bagian dalam kandung kemih dengan sitoskopi
3. Pemeriksaan perubahan derajat posisi kandung kemih dan uretra
4. Pengukuran post-void residual, untuk mengetahui apakah masih terdapat sisa urine dalam kandung kemih setelah pasien buang air kecil
5. Stress test, untuk mengetahui kondisi fungsi otot dinding kandung kemih
Beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk membantu mengontrol keinginan buang air kecil diantaranya, menjaga konsumsi makanan dan minuman (hindari makanan pedas, kafein, alkohol, soft drink, tomat, gula dan MSG), terapi menggunakan obat-obatan, dan terapi invasif menggunakan stimulasi saraf atau akupuntur. (***)
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN