06/01/2023

Jadikan yang Terdepan

UTANG MENGGUNUNG, MAMPUKAH INDONESIA MEMBAYAR?

Oleh: Dian Harisah (Aktivis Dakwah Muslimah)

Muhamad Nur, Kepala Grup Departemen Komunikasi Bank Indonesia dalam konferensi press (15/10/2021) menyebutkan, “Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2021 tetap terkendali.

Kementerian Keuangan memastikan utang Indonesia sampai saat ini masih dalam batas aman. Ini tercermin dari defisit anggaran yang masih dalam batas sesuai dengan Undang-Undang.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKP) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu saat berbincang dengan CNBC Indonesia dalam program Power Lunch, Jumat (25/6/2021).

Lain halnya dengan Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam Rapat Paripurna pada bulan Juni 2021 mengingatkan pemerintah agar mewaspadai utang pemerintah yang terus tumbuh. Beliau mengungkapkan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara, yang dikhawatirkan pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.

BPK juga mengungkapkan bahwa utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR) yakni, rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77% melampaui rekomendasi IMF sebesar 25% – 35%.

Penggunaan jargon ‘aman’ dengan mengacu pada rambu-rambu rasio utang 60% menyodorkan penafsiran bahwa penambahan utang masih sah ditempuh pemerintah. Oleh karena itu, ada atau tidak ada pandemi Covid-19 sekalipun, kenaikan utang untuk membiayai defisit anggaran seolah menjadi hal yang lumrah.

Padahal rasio utang sebesar 60% itu sendiri hingga kini sejatinya masih menjadi perdebatan sejumlah kalangan. Secara teknis, angka tersebut berasal dari hasil simulasi IMF berdasarkan nilai median data lintas negara yang menghubungkan antara PDB dengan utang. Artinya, tidak ada landasan ilmiah yang kokoh untuk mengklaim bahwa porsi 60% sebagai rasio yang aman.

Oleh karenanya, kaidah di atas tidak seharusnya dipandang sebagai jaminan posisi yang ‘aman’. Rasio utang terhadap PDB sebesar 60%, bahkan bisa lebih tinggi lagi, hanya cocok untuk negara maju.

Layaklah kita mengingat kembali apa yang ditulis Jhon Perkins dalam bukunya, The New Confessions of an Economic Hit Man yang menyatakan bahwa Utang Luar Negeri akan memastikan anak–anak hari ini dan cucu mereka di masa depan menjadi sandra. (dengan utang –ed) Mereka harus membiarkan korporasi kami menjarah sumber daya alam mereka, dan harus mengorbankan pendidikan, jaminan sosial hanya untuk membayar kami kembali.

Utang Luar Negeri yang menembus lebih dari 6000 Triliun adalah alarm bahaya bagi fundamental ekonomi (berbasis utang), juga akan berpengaruh besar pada kedaulatan bangsa (karena setiap Lembaga donor mensyaratkan sejumlah kebijakan yg harus diambil debitur). Namun pemerintah masih berdalih kondisi akan segera membaik seiring membengkaknya utang. Sejatinya Utang Luar Negeri adalah jebakan penjajahan ekonomi negeri kaya terhadap SDA-SDM negeri dunia ketiga.

Islam agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam meliputi seluruh aspek kehidupan. Termasuk dalam sistem keuangan negara. Islam mengatur sumber pendapatan negara beserta pos-pos pengeluaran negara. Di antara sumber pendapatan negara antara lain dari fa’i, kharaj, bagian pemilikan umum termasuk hasil pengelolaan SDA dan shadaqah. Sementara belanja negara, Islam juga menetapkan pos-pos pengeluaran di antaranya, seksi santunan, bencana alam, jihad dll.

Bagaimana dengan utang negara? Tentu Islam memiliki tuntunan dalam hal ini. Negara Islam akan berusaha dengan benar dan sungguh-sungguh dalam memenuhi kewajiban mengurus rakyat dengan sumber pendapatan yang ada. Jika semua pos pengeluaran negara mampu dipenuhi dengan sumber dana yang ada, tentu negara tidak akan melakukan pinjaman tanpa riba kepada rakyatnya yang kaya.

Jika kondisi kas negara kosong, sementara ada pembiayaan yang harus ditunaikan maka negara akan mewajibkan dharibah atau pajak khusus untuk rakyat yang Muslim dan kaya saja. Namun jika hal ini masih belum bisa memenuhi kebutuhan pos pengeluaran wajib negara maka negara akan melakukan pinjaman tanpa riba kepada rakyatnya yang kaya.

Tentu Utang Luar Negeri dengan sistem ribawi tidak akan menjadi pilihan negara Islam keluar dari defisit anggaran. Dengan demikian, negara tidak akan mudah mendapat dikte dari negara lain. Negara juga memiliki power besar di hadapan dunia internasional. Kedaulatan negara pun akan terjaga selama-lamanya.

Tiada harapan perbaikan kondisi ekonomi bila tetap dalam pemberlakuan ekonomi kapitalis. Solusi atas problem ini adalah pemerintahan yang mandiri secara politik dan pengelolaan SDA dg aturan Islam.

Wallahu’alam