25/11/2024

Jadikan yang Terdepan

Investasi Cina ke Indonesia Terus Meningkat, Mampukah Menyejahterakan Rakyat?

Oleh Suryani

Pegiat Literasi

Kunjungan kerja yang dilakukan Presiden Joko Widodo ke Cina rupanya membuahkan hasil. Karena perusahaan Xinyi International Investment Limited berkomitmen mengucurkan investasinya sebesar US$ 11,5 atau setara dengan Rp175 triliun kepada Indonesia. Investasi ini ditujukan untuk pengembangan ekosistem rantai pasok industri kaca serta industri kaca panel surya di kawasan Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa MoU dan perjanjian telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Dan ini merupakan Investasi tahap kedua yang dilakukan Xinyi Grup, di mana tahap pertama ditujukan untuk basis manufaktur kaca komprehensif berskala besar di kawasan JIIPE (Java Integrated and Industrial Port Estate) di Gresik tahun lalu. Beliau pun mengatakan investasi ini akan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 35 ribu orang. (CNBC Indonesia.com, 29/7/2023)

Dilansir oleh media yang sama pada tanggal 30 Juli 2023, Presiden Jokowi juga menyatakan bahwa Indonesia telah menyiapkan 34 ha lahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur yang diperuntukkan khusus untuk para pengusaha Cina yang ingin berinvestasi terutama untuk bisnis di bidang kesehatan dan pendidikan.

Sontak, pernyataan Jokowi tersebut mengundang beragam reaksi dari masyarakat, salah satunya dari peneliti Cina-Indonesia Muhamad Zulfikar Rakhmat yang menyatakan harus menjadi perhatian semua pihak terkait hal ini, karena peningkatan investasi  berarti meningkatnya utang luar negeri yang berpotensi menjadi perangkap buat negara kita. (Bisnis.com, 23 Juli 2023)

Pro dan kontra memang bukan hal yang baru apalagi jika menyangkut kebijakan negara. Tapi jika presiden sendiri yang meminta negara asing berinvestasi untuk mengelola ribuan lahan di Kalimantan Timur, tentu suatu sikap yang tak wajar. Jika  hanya untuk meningkatkan taraf ekonomi negara maka alasan ini tentu tidak akan pernah terwujud. Negara akan banyak kehilangan aset karena ketika negara tidak sanggup membayar, maka aset yang dijaminkan akan menjadi milik para investor tersebut.

Sudah banyak contoh beberapa negara yang harus rela kehilangan aset maupun kedaulatannya. Zimbawe misalnya karena tidak mampu membayar utangnya maka negara itu harus berganti mata uangnya menjadi yuan. Hal yang sama juga telah menimpa Srilanka, negara itu harus rela melepas bandara dan pelabuhan yang menjadi kebanggaannya ke tangan Cina, lagi-lagi karena tak mampu membayar utangnya.

Melihat contoh-contoh di atas seharusnya pemerintah mengkaji ulang akan bahaya yang mungkin akan timbul dari banyaknya utang, karena kedaulatan negara bisa terancam dan  Indonesia pun bisa bernasib sama dengan negara-negara di atas. Selain itu tentu akan ada ketergantungan dalam membiayai pembangunan, karena cukup dengan berutang. Selain adanya ketergantungan, kedaulatan serta kewibawaan Indonesia akan sirna sedikit demi sedikit.

Tengok saja ketika ada pelanggaran HAM yang dilakukan negara investor, kita lebih memilih diam dan bersikap apatis. Termasuk ketika banyak kapal-kapal Cina yang mencuri ikan di perairan Indonesia, pemerintah tidak mampu bersikap tegas. Belum lagi dampak dari banyaknya perusahaan asing yang ada di dalam negeri akan mendominasi pasar domestik dan mematikan pasar lokal seperti UMKM.

Itulah beberapa dampak buruk imperialisme melalui utang dan investasi. Hal ini terus menguat seiring dengan penerapan sistem kapitalisme liberal yang melegalkan liberalisme di segala bidang. Akibatnya penguasa lebih mengutamakan kepentingan para pengusaha dan pemilik modal dari pada rakyatnya sendiri. Terbukti segala kebijakan yang dihasikannya sama sekali tidak memihak mereka. Masyarakat harus berjuang sendiri dengan segala keterbatasan hanya untuk bisa bertahan hidup. Sungguh miris hidup di dalam sistem ini.

Sungguh akan berbeda kondisinya bila sistem Islam yang digunakan dalam mengatur kehidupan. Pembangunan dan kemajuan negaranya tidak tergantung pada utang dan investasi. Apalagi utang luar negeri yang bisa menjadi alat penjajahan asing untuk menjerat negeri-negeri Islam.

Dalam Islam, kegiatan investasi wajib terikat dengan syariat, agar terhindar dari keharaman. Apalagi dalam hal permodalan haruslah diperoleh secara halal baik individu apalagi negara. Investasi dalam sektor pertanian, perindustrian dan perdagangan harus sesuai dengan hukum Islam yang berkaitan langsung dengan sektor tersebut seperti hukum ijarah, jual beli, dan perdagangan internasional. Negara juga harus menjauhi berbagai keharaman seperti riba, pematokan harga, penipuan dan penimbunan, termasuk saham dan asuransi

Sistem ekonomi Islam juga mengatur kepemilikan harta. Di mana aset-aset yang menjadi milik publik seperti barang tambang, sungai, laut, hutan, pelabuhan, tol, jalan raya dan lain-lain, semuanya haram dimiliki individu, swasta apalagi asing. Aset-aset tersebut harus dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Karena pemilik sejatinya adalah rakyat. Hal itu sesuai dengan hadis Nabi saw. yang berbunyi:

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.”  (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Sedangkan dalam pembangunan infrastruktur sumber pembiayaannya didapat dari berbagai pos yang dikelola baitul mal, seperti fai, kharaj, jizyah, ghanimah, usyur, pengelolaan SDA dan harta milik negara. Pengelolaan SDA saja ketika menggunakan cara Islam akan menjadi sumber pemasukan yang besar, mengingat Indonesia dan negeri-negeri kaum muslim dianugrahi kekayaan alam yang melimpah. Dari itu tentu negara akan kuat dan mandiri, tanpa ada investasi batil dan juga intervensi asing.

Demikian keunggulan Islam yang diturunkan Allah Swt. untuk menjadi aturan kehidupan bagi manusia. Sayangnya, saat ini manusia lebih memilih aturan buatan mereka sendiri dan meninggalkan aturan yang sahih yang mampu membawa kemaslahatan bagi umat. Maka diperlukan kesadaran kolektif agar kaum muslim terbebas dari penjajahan kaum kuffar dengan imperialismenya yakni kesadaran politik untuk memperjuangkan  tegaknya syariat secara kaffah di muka bumi.

Wallahu ‘alam bi ash-shawwab.