Surabaya (14/12) – Serupa dengan fenomena guru honorer di sekolah, dosen di kampus negeri selama ini terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Non-PNS (honorer). Mulai dari 1 Desember 2021 ini, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) mengeluarkan Surat Edaran yang tidak lagi memperkenankan pengangkatan dosen tetap non-PNS baru.
Perekrutan dosen baru di kampus negeri wajib dilakukan melalui seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN), yang dulu biasa disebut sebagai Seleksi CPNS. Surat Edaran tersebut bernomor 68446/A.A3/TI.00.02/2021 dan ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kemdikburistek.
Diungkapkan oleh Dr. Mohammad Sofwan Effendi selaku Direktur Sumberdaya Kemdikbudristek dalam Webinar Komunitas SEVIMA, Jum’at (10/12) sore, larangan ini sebenarnya bukan dikeluarkan dari Kemdikbudristek. Kebijakan ini merupakan amanat dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah 49/2018, bahwa dosen di kampus negeri seharusnya memang berstatus sebagai pegawai negeri.
“Kemdikbudristek telah memberikan kelonggaran selama kurang lebih tiga tahun, sampai 1 Desember 2021. Kedepan, dosen wajib melalui seleksi CASN. Sehingga diharapkan, kualitas dan kesejahteraan dosen meningkat,” ungkap Sofwan dalam Webinar yang dihadiri Pimpinan Komisi X DPR-RI Dr. Dede Yusuf, Ridho Irawan selaku Direktur (CMO) SEVIMA, dan 2.700 pimpinan kampus se-Indonesia yang tergabung dalam Komunitas SEVIMA.
Tingkatkan Kesejahteraan dan Kualitas Dosen
Direktur SEVIMA Ridho Irawan menggarisbawahi besarnya dampak dari kebijakan ini kepada operasional kampus. Terlebih, mayoritas kampus negeri di Indonesia sebenarnya kampus kecil yang kekurangan dosen. Jika tidak ada dosen honorer, maka akan ada tantangan tersendiri untuk proses belajar mengajar.
“Memang ketika membicarakan kampus, yang biasa kita bayangkan adalah kampus besar yang sudah canggih dalam penggunaan Sistem Akademik Digital berbasis awan (Siakadcloud). Padahal sebenarnya ada lebih dari 4.500 kampus se-Indonesia, dan jumlah dosen non-PNS se Indonesia totalnya sekitar 180.000 orang. Kampus-kampus yang mayoritas menengah kecil ini, jangankan memiliki jumlah dosen yang cukup. Sebagian diantaranya bahkan kekurangan mahasiswa dan terancam tutup,” ungkap Ridho.
Walaupun demikian, sambung Dr. Dede Yusuf selaku Pimpinan Komisi X DPR-RI yang membidangi pendidikan, peningkatan kualitas dosen di kampus memang sudah mendesak. Terlebih, perkembangan teknologi dan perubahan dunia berlangsung secara cepat. Diperlukan pengajar terbaik untuk menyiapkan anak-anak bangsa dengan sebaik mungkin dalam menghadapi fenomena bonus demografi yang dimiliki Indonesia.
“Selama ini di daerah, ada dosen honorer digaji 750 ribu rupiah sebulan. Maka dari itu, kita cari dosen yang terbaik di bidangnya, dan yang membayar nanti (sebagai PNS) adalah anggaran negara. Sedangkan dosen honorer yang sudah di kampus, akan diikutkan seleksi CASN sehingga kesejahteraannya ikut meningkat,” jelas Dede Yusuf yang juga cukup terkenal sebelumnya sebagai artis dan Wakil Gubernur Jawa Barat.
Apa yang Perlu Dilakukan Kampus dan Dosen?
Kesejahteraan diharapkan sejalan dengan peningkatan kualitas dosen. Oleh karena itu Dede Yusuf bersama para narasumber juga berbagi tips dan strateginya bagi kampus dan para dosen untuk meningkatkan diri.
Pertama, dosen perlu memiliki kemampuan untuk menggerakkan mahasiswa dan teman sejawat. Tantangan pendidikan kedepannya akan semakin kompleks. Sehingga seorang dosen tak hanya bertugas mengajar saja.
“Dosen yang baik, juga harus mampu menggerakkan mahasiswa dan teman sejawat. Perlu kolaborasi dengan dosen lain, kampus lain, dan lembaga lain. Perkembangan pendidikan tersebut akan jauh lebih berpotensi dan berkembang jika diikuti dengan kolaborasi yang baik. Inilah esensi kampus merdeka, dosen bebas bekerjasama dan berkreasi,” ungkap Dede.
Kedua, dosen harus bisa memanfaatkan literasi digital dengan baik. Sudah ada banyak teknologi yang tersebar luas di internet dan dapat digunakan untuk pengembangan diri dosen maupun kampus. Mulai dari sistem pembelajaran berbasis awan (Siakadcloud), hingga aplikasi berbasis video untuk pembelajaran seperti Zoom.
Dosen dan kampus perlu proaktif agar teknologi bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pembelajaran di kelas.
“Dengan literasi digital yang baik, maka dosen akan mampu connecting user (satu frekuensi dengan para mahasiswa). Terlebih mahasiswa saat ini berasal dari Gen Z yang jauh lebih kritis dalam menyampaikan pendapat, dan sudah terbiasa menggunakan teknologi,” lanjut Dede.
Ketiga, dosen perlu terus belajar dan meningkatkan kompetensi. Dosen tidak boleh lelah belajar, karena ilmu pengetahuan juga terus berkembang.
“Menjadi dosen adalah menjadi sosok yang terus belajar. Saran saya kepada Bapak/Ibu dosen yang juga akan mengikuti seleksi CASN, rajin belajar dan banyak berdoa. Tidak hanya saat ujian, tapi sepanjang hayat,” pungkas Sofwan. (*/Ro)
More Stories
Pemprov Jatim Raih Penghargaan Penyokong Pembangunan IKN
GELIATKAN USAHA WARGA DESA BORO PERKUAT INFRASTRUKTUR JALAN DAN HIPPA
BERSAMA PUSKESMAS DESA KLUDAN MINIMALISIR KENAIKAN STUNTING