Oleh: Uqie Nai
Alumni Branding for Writer 212
Bulan ini Rabi’ul Awwal 1442 H. Bulan yang di dalamnya ada momen sakral bagi kaum muslim, yakni maulid Nabi Muhammad saw. Namun, di saat umat Islam mengharubiru akan memperingati lahirnya sang penerang alam, dunia dikejutkan dengan coretan penuh penistaan hingga berujung syahidnya seseorang.
Seorang pria bersenjatakan pisau membunuh seorang guru sejarah sekolah menengah dengan menggorok lehernya di depan sekolahnya di pinggiran kota Paris, Prancis. Pelaku penyerangan ditembak mati oleh patroli polisi tidak jauh dari lokasi kejadian. Korban dibunuh setelah menggelar diskusi tentang karikatur Nabi Muhammad saw di dalam kelas dengan dalih kebebasan bereskspresi. Hal yang dianggap sebagai penghinaan oleh umat Islam
Kejadian tersebut tak berakhir sampai di situ. Kecaman pun ditujukan kepada Presiden Prancis akibat ucapan dan sikapnya. Kecaman terhadap Emmanuel Macron tersebut mengalir setelah otoritas Prancis menegaskan hak mereka untuk mempublikasikan karikatur Nabi Muhammad. Meskipun mereka mengetahui hal itu akan menyinggung umat Muslim.
Dalam pidatonya, Macron bersumpah bahwa Prancis ‘tidak akan menghentikan kartun (karikatur-red)’ dan menyebut sang guru dibunuh ‘karena Islamis menginginkan masa depan kita’. Macron juga menyatakan perang terhadap ‘separatisme Islam’, yang diyakininya telah mengambil alih sejumlah komunitas muslim di Prancis. (Detiknews.com., Selasa, 27/10/2020)
Penghina Nabi Semakin Berani
Penghinaan kepada sosok mulia nan agung, Rasulullah saw. bukan kali ini saja terjadi. Selalu berulang, baik di dalam maupun di luar negeri. Kafir ataukah muslim semakin terang-terangan melakukan perilaku tercela dan hina di mata Islam. Maka wajar kiranya perilaku tercela bahkan diharamkan tersebut akhirnya menuai kecaman serta hujatan keras dari berbagai kalangan.
Yang tidak wajar adalah ketika seorang muslim melihat nabinya dihina, dinista hanya diam, tak bergeming. Jangankan marah, mengecam pun tidak. Dimanakah keimanannya berada?
Apa yang terjadi di Prancis dan apa yang dilakukan Macron adalah bentuk ketakutan kaum kuffar terhadap Islam (islamophobia). Mirisnya, ketakutan ini bukan saja menjangkiti kaum kuffar tapi juga diidap oleh oknum-oknum yang mengaku muslim. Identitas mereka muslim tapi aktivitasnya tak lebih sebagai corong kaum kuffar Barat untuk merusak tatanan kehidupan dengan agenda sekularisasi. Kaum muslim pun diadu domba agar ukhuwah islamiyah tercerai-berai. Mereka menolak jihad dan khilafah ,tapi mentolerir LGBT, hingga muncullah upaya moderasi Islam, sertifikasi ulama/dai, standarisasi materi khutbah agar semuanya sejalan dengan agenda Barat.
Kondisi tersebut pada akhirnya makin meneguhkan cengkeraman Barat dalam menancapkan pengaruhnya di berbagai negeri muslim. Tuduhan semacam radikal, teroris, tidak pancasilais justru cenderung disematkan kepada kaum muslim yang menginginkan kebaikan bagi negeri ini.
Sekulerisasi yang semakin kuat pada akhirnya menjadikan umat Islam akidahnya terkikis sedikit demi sedikit, kepekaan menipis, ghirah jihad memudar berujung bungkam atas penghinaan terhadap syari’at dan Nabi Muhammad saw.
Rasulullah saw. bersabda :
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dia cintai daripada anaknya, orangtuanya, dan manusia seluruhnya.” (HR. al-Bukhari dan Ahmad)
Rasulullah saw. bukan saja pembawa risalah Islam tapi beliau adalah teladan umat sepanjang masa. Beliau dimuliakan dan dicintai keluarganya, para sahabatnya, serta pengikut sunnahnya hingga akhir zaman.
Hanya Syariat yang Mampu Memberi Sanksi Tegas
Para ulama telah bersepakat bahwa penghina Nabi saw. hukumannya adalah dibunuh. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam kitab Sharimul Maslul,
“Orang yang mencela Nabi saw. baik Muslim atau kafir ia wajib dibunuh. Ini adalah madzhab mayoritas ulama. Ibnu Munzir mengatakan: mayoritas ulama sepakat bahwa hukuman bagi pencela Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam adalah dibunuh. Di antara yang berpendapat demikian adalah Malik, Al Laits, Ahmad, Ishaq, dan ini juga merupakan pendapat madzhab Syafi’i. Ibnul Munzir juga berkata: dan diriwayatkan dari An Nu’man bahwa ia berpendapat pencela Nabi (jika kafir dzimmi) tidak dibunuh, karena justru mereka sudah memiliki hal yang lebih parah yaitu kesyirikan.”
Seorang wanita Yahudi mencela Nabi saw. dan mencaci maki beliau, kemudian seorang laki-laki mencekiknya sampai mati, maka Rasulullah membatalkan (hukuman atas) penumpahan darah wanita itu” (Sunan Abi Dawud (XII/17, no. 4340), al-Baihaqi (IX/200), dinilai jayyid oleh Syaikhul Islam dalam Sharimul Maslul).
Ini juga berlaku bagi orang muslim yang belum bertaubat (menurut satu pendapat). Karena mereka dikatakan dengan “kafir sesudah beriman” sebagaimana dalam firman Allah,
“Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (TQS. At-Taubah: 65 – 66)
Demikianlah gambaran sanksi menurut Islam bagi orang yang menghina Nabi Muhammad saw. Sayangnya, kemarahan kaum muslim atas berbagai perilaku yang menyakiti Rasulullah tak didukung tindakan nyata negara. Hanya ada satu atau dua orang individu saja yang berani mengambil tindakan sebagaimana pemenggal guru diatas. Beberapa negara berpenduduk muslim hanya mampu mengecam dan memboikot produk tapi tak berefek jera bagi para pelaku karena memang mereka tak berwenang memberi sanksi. Ada hukum internasional sekular yang menjadi penghalang tegaknya sanksi syariah diterapkan. Penghalang ini akan hancur saat institusi pemersatu umat tegak (dawlah islamiyyah).
Oleh sebab itu, kecintaan yang hakiki harusnya terealisasi dalam ketundukan terhadap risalah yang dibawa Nabi saw dalam segala aspek kehidupan sebagai bukti keimanan. Itulah wujud kecintaan sebenarnya kepada Rasulullah saw. yang tidak cukup dengan mengecam penghina beliau tapi harus terwujud dalam penerapan syariat secara total.
Pemerintahan Islam dengan pemimpinnya yang menerapkan hukum-hukum Allah secara kaffah akan memiliki fungsi sebagai junnah (perisai). Keberadaannya menjadi oase dari keringnya perlindungan dan kenyamanan. Ia pula yang akan membungkam mulut-mulut kotor penuh najis dengan sanksi yang akan diterapkan atau memeranginya jika perlu. Di tangannya-lah Islam akan kembali tinggi dan tidak ada yang akan menyamai ketinggiannya. Islam akan terwujud kembali menjadi rahmat bagi semesta alam karena keberkahan dari Allah Swt. mengiringi penerapan syariat yang dibawa Rasulullah ditengah umat.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al-A’raf: 96)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS. Al-Anbiya: 107)
Wallahu a’lam bi ash Shawwab.
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN