24/11/2024

Jadikan yang Terdepan

Melejitkan Kecerdasan Berbasis Spiritual

Oleh: Prof. Dr. Ing Fahmi Amhar

GuruMuslimahInspiratif – Apakah yang bisa membuat Anda atau anak-anak Anda doyan belajar? Kita melihat, banyak orang malas belajar, apalagi bila itu menyangkut pelajaran yang dinilai sulit, seperti matematika atau bahasa Inggris. Padahal, sebenarnya semua anak pernah mengalami masa-masa belajar yang menyenangkan. Hampir setiap anak suka belajar naik sepeda, berenang, atau menggunakan HP, meski tidak ada sekolah yang memberinya nilai.

Setidaknya ada empat motivasi yang mendorong anak-anak sehingga suka belajar.

Pertama adalah pengalaman sehari-hari. Bila sesuatu yang dipelajari dapat langsung digunakan dalam kehidupan sehari-hari, maka itu akan membuat mereka bersemangat mempelajarinya. Itulah mengapa semua anak semangat belajar naik sepeda atau menggunakan HP tanpa perlu ada yang menyuruh atau menilainya.

Kedua adalah menyadari tantangan. Bila anak menyadari apa saja yang pasti akan dihadapinya di masa mendatang atau di tempat baru yang pasti dapat dikunjunginya, maka mereka akan bersemangat untuk mempelajari ilmu yang diperlukan untuk menghadapi tantangan itu. Maka anak yang tahu akan diajak wisata ke luar negeri atau bertemu orang asing akan lebih semangat belajar bahasa Inggris, dibanding yang tidak punya harapan untuk itu.

Ketiga adalah mendapatkan teladan. Bila anak bertemu atau mendapatkan contoh sosok teladan yang menekuni suatu bidang ilmu, maka dia bisa terinspirasi untuk jadi menyukai bidang ilmu tersebut. Seorang anak yang telah menonton film kisah Thomas Alva Edison bisa terinspirasi untuk tekun belajar fisika dan hobby utak-atik elektronika agar mengikuti jejak sang penemu lampu listrik itu seperti halnya anak yang rajin berlatih bola karena terinspirasi idola bola Zinedine Zidan.

Motivasi pertama dapat disebut “experiential”, motivasi kedua “adventurial”, dan motivasi ketiga “historical”.

Motivasi yang keempat adalah yang terunik, karena dapat mendorong orang mempelajari sesuatu yang di luar pengalaman sehari-hari, melebihi tantangan yang ada, dan nyaris tidak ada contohnya dalam sejarah. Motivasi ini muncul dari kekuatan di luar dunia – yakni Allah swt, dan karena itu disebut juga “transendental”.

Kaum muslimin terdahulu memberikan contoh, bagaimana mereka termotivasi belajar, mengembangkan kreativitas ilmiah dan menerapkan teknologi secara arif, oleh dorongan ayat-ayat Qur’an dan sabda Nabi saw. Maka mereka meraih banyak hal, jauh di atas yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, melebihi yang dibutuhkan untuk menaklukkan musuh-musuhnya seperti Romawi atau Persia, dan menorehkan peradaban jauh di atas para teladannya yakni bangsa Yunani atau bangsa Cina.

Ayat yang pertama kali turun bukanlah ayat tentang ibadah mahdhoh seperti sholat, bukan pula ayat tentang keutamaan jihad, melainkan ayat tentang belajar.

Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar dengan perantaraan tulis-baca, Dia mengajarkan manusia apa yang tak diketahuinya. (QS al-Alaq 1-5)

Ditambah sejumlah hadits, di mana Rasulullah sangat mengapresiasi pencari ilmu.

Siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke sorga” (HR Muslim)

“Para malaikat selalu membentangkan sayapnya menaungi para penuntut ilmu karena senang dengan perbuatan itu, dan orang alim dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi dan ikan-ikan di dalam air. Kelebihan orang alim atas ahli ibadah bagaikan kelebihan cahaya rembulan atas cahaya bintang” (HR Abu Daud)

Selain memberi motivasi secara umum, ada sekitar 800 ayat Qur’an yang secara spesifik mendorong kaum muslim agar mempelajari suatu hal.

Ayat “Dan [mengapa kalian tidak memperhatikan] langit, bagaimana ia ditinggikan?” (QS al-Ghasiyah:18) dijadikan pendorong belajar astronomi. Pada abad 9 M, di Baghdad, orang biasa menggunakan kitab Almagest karya astronom Yunani Ptolomeus dalam kajian “tafsir” atas ayat tersebut.

Sedang ayat “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tak dapat menembusnya, kecuali dengan kekuatan.” (Qs. 55 Ar-Rahman :33) telah mendorong Abbas Ibnu Firnas dari Cordoba (abad 9 M) untuk menciptakan gantole dan parasut, yang dengan itu dia telah menjadi manusia pertama yang terbang dengan peralatan teknologi.

Sedang Hasan al Rammah (abad 13 M) mengembangkan hampir 70 resep bahan peledak hingga torpedo mungkin karena termotivasi ayat “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan selain mereka yang kamu tak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya …” (Qs. 8-Al-Anfaal :60).

Dalam kaitan teknologi, Rasulullah memandang manusia lebih tahu urusannya, sehingga beliau mendorong agar ada yang belajar ke Cina, yang tentu saat itu kaitannya dengan teknologi. Sungguh, sebagian sahabat benar-benar pergi sampai ke Cina, antara lain untuk belajar teknologi membuat kertas, sehingga di masa Utsman bin Affan, Qur’an sudah dapat ditulis di atas mushaf (kertas).

Karena Nabi juga pernah mengatakan “Jika mati manusia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal, shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mendoakan dirinya” (HR Muslim), maka pada masa keemasan Islam, banyak orang kaya ataupun penguasa yang ingin menorehkan namanya dalam keharuman ilmu. Mereka melakukan wakaf berupa pembangunan lab riset atau observatorium, lengkap dengan kebun yang luas untuk menghidupi para ilmuwannya agar melakukan riset. Hasilnya antara lain adalah suatu tabel almanak astronomi yang paling mutakhir dan akurat di zamannya. Tabel itulah yang akan dibawa-bawa oleh para pelaut dan mujahidin menembus batas cakrawala dunia Islam, menemukan tempat-tempat baru yang perlu disampaikan risalah Islam atas mereka, juga untuk selangkah lebih maju dari para pelaut penjajah yang selalu mengintai kelemahan dan kelengahan kaum muslim. Shadaqah jariyah yang sekaligus memiliki output ilmu yang manfaat.

Karena iklim cerdas di masyarakat seperti itu, tak heran bila para penguasa juga dikelilingi penasehat yang terdiri dari para ulama dan ilmuwan, sehingga kebijakan-kebijakannya tak melenceng dari dalil Qur’an dan Sunnah, dan juga tidak pernah mengabaikan sunnatullah yang ditemukan secara empirik dan ilmiah. Meski penguasa dapat silih berganti, tetapi politik teknologi nyaris tidak berubah. Negara tetap pro pencerdasan rakyat, memberi akses pendidikan yang maksimal kepada rakyat, dan menghargai karya para ulama dan ilmuwan sebagaimana mestinya.

Inilah kecerdasan berbasis spiritual. Berawal dari sebuah dorongan transendental (Qur’an dan Sunnah), diproses dengan sebuah metodologi yang dibentengi syariah oleh orang-orang yang sejak kecil dididik dalam pendidikan Islam, dan akhirnya menerapkan teknologi yang ditemukannya untuk memberi rahmat seluruh alam.

Sumber: baitijannati.wordpress.com