Oleh Sugiharto, Dosen STIT Islamiyah KP- Paron Ngawi
Radikalisme identik dengan gerakan kontra. Lantaran dalam perjalanannya, gerkan radikalisme sering tidak jauh dengan aksi kekerasan, teror bom hingga menelan korban jiwa, kerusakan materi dan membuat ketakutan masyakarakat. Radikalisme sering mengubah pikiran, prilaku orang yang tidak sewajarnya dalam menjalankan ajaran agamanya, nilai norma masyarakat dan nilai-nilai sistem bernegara dengan gerakan anti ideologi Pancasila bahkan ingin menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Radikalisme menjadi ‘virus’ dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. ‘Virus’ sengaja disebar untuk ‘mengocok’ pikiran masyarakat. Ujung-ujungnya masyarakat diarahkan untuk menyerang sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Sasarannya lewat ajaran agama, ajaran moral, door to door, aktivitas kegiatan organisasi bahkan aktivitas sosial dan lainnya. Adapun yang terang-terangkan disebar melalui brosur, buletin bahkan media sosial internet.
Menjelang pesta demokrasi ini, bisa saja kelompok radikalisme mendompleng moment penting seperti proses pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak yang sedang berlangsung . Nah, tentunya ini harus diwaspadai . Kewaspadaan tingkat tinggi harus dilakukan penyelenggara pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat dan daerah, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Kedua penyelenggara pemilu jangan berpangku tangan, tidak peka dengan gerakan radikalisme. Menganggap sepele isu gerakan radikalisme. Lagi-lagi jangan menyerahkan gerakan radikalisme kepada masyarakat, aparat keamanan atau kepada elemen-elemen masyarakat.
Kedua penyelenggara Pilkada harus menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi ‘virus’ penyebaran radikalisme. Mengantisipasi sisi-sisi yang berpotensi dimasuki ‘virus radikalisme dalam proses Pilkada.
Biasanya kelompok radikalisme menyebarkan informasi atau nilai-nilai yang tidak benar dengan dikemas seolah-olah itu benar, hingga membentuk sikap kebencian terhadap siapapun yang tidak menyakini ketidakbenaran itu. Masyarakat digiring untuk menyakini kebenaran yang menurutnya benar, dan belum tentu benar. Nah, andaikan kebencian muncul di moment proses demokrasi, hal itu sangat mengganggu pilkada serentak di seluruh Indonesia.
Kita sangat setuju gerakan radikalisme harus dihentikan, atau dibasmi sampai ke akar-akarnya. Dengan cara apa? Nah tentunya langkah yang beradab dan cara anti kekerasan bisa menjadi pilihan. Melakukan pendekatan atau merangkul kelompok radikalisme bisa menjadi pilihan. Andaikan pendekatan fisik tidak bisa, karena ada kelompok radikalisme yang bergerak secara ‘siluman’ atau membentuk gerakan organisasi tanpa bentuk (OTB), maka memberi pemahaman yang benar kepada masyarakat harus dilakukan.
Media sosial (internet) harus dimanfaatkan untuk memberi informasi yang benar dan menyejukkan. Internet bisa jadi berkah tetapi internet bisa menjadi bencana bagi tiap individu, masyarakat atau bagi negara. Kelompok radakalisme gencar menyampaikan informasi atau nilai-nilai yang tidak benar melalui media sosial (internet ). Karena itu harus dicermati. Bukan cuma mencermati gejala sosial secara langsung, namun mencermati gerakan mereka di dunia maya juga lebih penting. Bukankah anak muda, bahkan anak-anak sekarang sudah minded internet? Nyaris dalam pergaulannya menggunakan internet, itulah yang mengkhawatirkan. Anak –anak jadi sasaran empuk.
Hakikinya jauh lebih penting bagaimana menangkal informasi kelompok radikal dengan informasi yang benar, reaksi yang menjejukkan, meskipun kelompok radikalisme terus menyebarkan pahamnya dengan segala cara. Sepanjang masyarakat mendepankan toleransi, menciptakan suasana sejuk dan kebersamaan serta selalu mempegang teguh Pancasila\ dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka yakin –seyakin yakinnya, radikalisme enyah di hati dan di pikiran masyarakat. (*)
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN