23/11/2024

Jadikan yang Terdepan

Pasien BPJS Nyaris Jadi Korban Pungli Rp20 Jt oleh Oknum Pegawai RSUD dr. Soetomo

SurabayaKabarGress.com – Salah satu pasien penderita kanker thyroid stadium III peserta BPJS Kesehatan, Roesmijati (51), warga Kepuharjo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, nyaris menjadi korban pungutan liar (pungli) senilai Rp20 juta oleh oknum pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soetomo.

Merasa tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya, keluarga pasien memutuskan mendapatkan penanganan medis ke Hongkong. “Saya tidak sanggup membayar permintaan senilai Rp20 juta tersebut, kami tawar Rp10 juta pun tidak mau,” tutur Roesmijati kepada media ini, sebelum memutuskan pulang ke Hongkong.

Kepulangan pasien Roesmijati ini lantaran diminta pihak penyedia kamar pasien, oknum pihak rumah sakit menawarkan harus bayar dengan harga Rp20juta untuk biaya tambahan, meski pasien sudah pakai surat layanan BPJS Kesehatan kelas I.

Kronologis kejadian dugaan upaya pungli praktek jual beli kamar pasien rumah sakit dr. Soetomo, Surabaya, bermula dari permintaan pasien penderita kanker thyroid stadium III ini didampingi suami, Fajar Yudha Pradhana (33), berniat mendapat layanan rujukan medis dari dr. Hartoyo Kab. Lumajang agar ditangani pihak RSUD dr. Soetomo karna sudah masuk kategori urgent (gawat).

Selama 7 hari, pasutri ini mengurus dokumen lengkap pemeriksaan medis mulai anastesi, rekam jantung sampai USG dan beberapa kelengkapan surat rujukan dinas terkait, status pasien menggunakan kartu BPJS kelas I yang merupakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pencanangan program kesehatan dari pemerintah untuk masyarakat yang membutuhkan.

Setelah sampai di Surabaya, membawa persyaratan riwayat surat rekam medis yang dimaksud, tiba-tiba kaget mendapat penolakan sepihak dari RSUD dr. Soetomo karena harus ada biaya tambahan sebesar Rp20 juta.

“Saya dan istri sudah berunding. Akhirnya, kami putuskan batal berobat di dr. Soetomo karena diperbolehkan masuk, pakai biaya tambahan masih menunggu 2-3 bulan. Ini kan gak masuk akal, istri saya sudah divonis menderita kanker ganas oleh dokter, kok malah masih menunggu waktu yang lama. Kalau terjadi hal yang tidak diinginkan, siapa yang bertanggungjawab, apakah rumah sakit mau mengambil resikonya,” terang Fajar, Jumat (11/08/2017).

Dari situ, Fajar langsung memutuskan berobat ke luar negeri saja. Akhirnya, dengan perasaan menyesal, terpaksa harus pulang dan kecewa dengan permintaan tambahan biaya dari pihak rumah sakit yang dianggap tidak sewajarnya dilakukan oknum rumah sakit.

“Saya sudah capek dan sangat kecewa mas, begitu dengar ada biaya tambahan yang terlalu mahal ditawarkan pihak rumah sakit sentral daerah dr. Soetomo yang menarif ongkos tambahan untuk biaya kamar menginap rawat medis istri saya,” keluhnya.

Mendapat kabar demikian, Fajar berunding dengan istri untuk lanjut atau tidak berobat di RSUD dr. Soetomo, Selasa (09/08) dan langsung terbang ke Hongkong mengenakan tiket pesawat Garuda. Bagi pasutri ini merasa jenuh dan khawatir, akhirnya pilih berobat ke Hongkong supaya cepat mendapat perawatan medis layak.

Mengingat, penyakit yang diderita adalah jenis kanker thyroid stadium III dan sudah menjalar ke tulang.

Terpisah, saat ditemui media ini, Direktur Utama Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) dr. Soetomo, dr. Harsono, mengklarifikasi tidak membenarkan adanya penarikan biaya tambahan bagi pasien BPJS Kesehatan mendapat perawatan medis di Rumah Sakit yang dipimpinnya.

“Menurut aturan Permenkes No 64 sudah menegaskan untuk pasien BPJS tidak diperbolehkan ada pungutan biaya tambahan, terkecuali untuk ruang kamar VVIP memang ada biaya tambahan dan bukan termasuk kelas kategori fasilitas yang diberikan. Apapun alasannya tidak boleh ada penarikan biaya,” tegasnya.

Diakui Harsono, justru ada laporan seperti ini pihak rumah sakit merasa berterimakasih dan segera menindaklanjuti siapa oknum yang bermain dan pasti ada sanksi yang diberikan.

Selanjutnya, karena BLUD dr. Soetomo adalah layanan publik rujukan nasional dan secara tersier bagi pasien rumah sakit setiap kasus apapun harus dilayani. Baik itu, temuan praktek pungutan liar ataupun keluhan pasien untuk berobat mendapat fasilitas perawatan medis dengan maksimal dan baik.

“Dan itu andilnya besar, bahkan rumah sakit yang saat ini tersedia 1.500 bed dan 7.000 pegawai menjadi kelemahan dr. Soetomo tetap melayani. Misalnya alat kesehatan radio therapi selama 24 jam harus berhenti ketika mencapai 100 orang sering dioperasionalkan. Nah, dalam kasus ini, saya atensi langsung untuk pasien yang dimaksud apabila kembali ingin berobat di Indonesia kami siap melayaninya dengan baik,” pungkasnya. (ro)