23/11/2024

Jadikan yang Terdepan

Komisi D Dorong Pemkot Gunakan Perda 2/2012 Terkait Anak Putus Sekolah

Surabaya, KabarGress.Com – Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Reni Astuti mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menggunakan peraturan daerah (Perda) nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial untuk mengatasi anak putus sekolah, terutama SMA/SMK di Kota Surabaya.

Pasalnya, dengan implementasi undang-undang (UU) nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah kota tak bisa memberikan layanan pendidikan gratis. Berbeda dengan SD dan SMP yang pengelolaannya masih berada di bawah kendalai pemerintah kota Surabaya.

Politisi PKS ini menjelaskan, APBD boleh digunakan untuk warga yang mempunyai masalah kesejahteraan social. “Dan, salah satu problemnya adalah kemiskinan,” terangnya. Reny mengungkapkan, Perda tersebut telah menjadi acuan dikeluarkannnya Perwali untuk memberikan beasiswa mahasiswa yang tak mampu. Padahal, maslaah kemahasiswaan merupakan kewenangan pendidikan tinggi, sedangkan SMA/SMK berada di Provinsi.

“Yang kita bantu bukan operasional sekolah, tapi warga di usia sekolah,” tuturnya.

Bahkan, peraturan presiden (Perpres) nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban pengeluaran warga miskin, semestinya bisa menjadi pedoman untuk mengatasi anak putus sekolah, karena sebelumnya menjadi lanadasan dikeluarkannnya Perwali untuk memberikan bantuan bagi mahasiswa miskin.

“Semestinya jika mahasiswa miskin bisa diberikan beasiswa, siswa miskin juga bisa, hanya komunikasinya saja antara pemerintah kota dengan provinsi,” kata Anggota Komisi D ini.

Reny menyebutkan, jumlah siswa miskin SMA/SMK di Surabaya berdasarkan data pemerintah kota mencapai 11 ribu. Setelah diverifikasi Dinas Pendidikan Jatim, sebagian siswa ada yang dibebaskan, diberi keringanan, dan ada yang tak perlu bantuan.

“Tapi kita lihat di lapangan, masih banyak SMA/SMK yang belum dapat jaminan bebas biaya,” tegasnya.

Ia menuturkan, dari hasil reses Maret lalu, Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, ada lima siswa jenjang SMA/SMK putus sekolah januari lalu. Selain menemukan siswa putus sekolah, Reni juga banyak menemukan warga dan siswa yang keberatan akan biaya sekolah. Maklum, selama ini biaya pendidikan hingga jenjang SMA/SMK gratis.

Reny menegaskan, ada keraguan pada pemerintah kota untuk menganggarkan. Namun, menurutnya keraguan itu harus ada batasnya, sebagai bentuk perlindungan kepada warganya. Sebenarnya, ketika kewenangan ada di provinsi maka berkewajiban untuk mendanai. Tapi, jika ada keterbatasan anggaran, pemerintah kota adan provinsi harus berkoordinasi.

“Bentuknya tertulis, karena selama ini hanya lisan,” paparnya. Reny menegaskan, jika sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang ada, pemerintah kota melakukan kajian agar bisa dianggarkan.

Diketahui, Pemkot Surabaya masih memiliki sejumlah upaya untuk mengurangi angka putus sekolah. Beberapa upaya dilakukan karena SMA/SMK sudah dibawah kewenangan provinsi. Salah satu upaya itu adalah berkirim surat ke Gubernur Jatim, Soekarwo, untuk mempertanyakan perihal bantuan khusus bagi siswa miskin di Surabaya.

Informasi ini disampaikan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Orang nomor satu di Kota Pahlawan ini mengungkapkan, Dinas Pendidikan Jawa Timur telah mengurangi kuota siswa keluarga miskin (gakin) yang berhak menerima bantuan tersebut. Semula, Pemkot Surabaya  mengajukan 11.000 nama siswa gakin untuk mendapat bantuan. Namun dari jumlah itu, hanya 5.600 nama yang disetujui.

Mantan kepala DKP Surabaya ini mengungkapkan, selain menyurati gubernur, juga melayangkan surat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui surat ke MK, Pemkot Surabaya mempertanyakan perihal UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang di dalamnya mengatur tentang pengambilalihan kewenangan pengelolaan SMA dan SMK, dari Pemkab/Pemkot ke Pemprov.

“Saya sudah Surati Pak Gubernur atas siswa gakin itu. Juga ke MK,” katanya.

Risma mengatakan, dalam surat yang dilayangkan ke MK, pihaknya menyertakan data anak putus sekolah. Dengan adanya regulasi pengambil alihan pengelolaan SMA/SMK, jumlah anak putus sekolah di Surabaya bertambah. (adv/tur)

Teks foto: Reni Astuti.