Oleh: Sugiharto
Bak petir di siang bolong, ‘satuan anti teror’ Detasemen Khusus (Densus) 88 menangkap seorang warga Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Lulusan pondok pesantren di Jombang dan jadi perantau di Bogor Jawa Barat ini diduga terlibat jaringan teroris di sejumlah tempat. Penangkapan ini menambah rentetan jumlah warga Magetan sekitarnya oleh Tim Densus 88.
Dua warga yang pernah bermukim di Desa Pelem Kecamatan Karangrejo dan warga Desa Baleasri, Kecamatan Ngariboyo Magetan juga pernah ditangkap tim Densus 88. Dua warga Desa Gendingan, Kecamatan Widodaren, Ngawi bernasib sama. Siapa duga, warga dari kota kecil ini terlibat dalam jaringan teroris. Orangtua, kerabatpun akan tersentak. Wargapun terbelalak, tiba-tiba ada keluarga atau warganya terlibat jaringan teroris.
Selama tujuan belum terwujud, pastilah Kelompok radikal terus menyebarkan pahamnya. Kepada siapapun, dengan kedok apapun. Anak-anak muda adalah sasarannya. Berbagai dalih mendoktrin, mencekoki ajaran radikal, kemudian ‘menyeret’ masuk dalam jaringan.
Bukan hanya doktrin agama, dari sisi ekonomi, pendidikan pun jadi sarana untuk mempengaruhi anak-anak muda ikut dalam kelompoknya. Segala cara dengan ‘memanej’ strategi serapi mungkin. Mereka bisa menjelma bak ‘malaikat’ untuk mengelabuhi masyarakat agar gerakan dan jaringannya tidak mudah terbongkar.
Mereka bisa berselimut dengan berbagai aktifitas di kehidupan masyarakat. Celakanya, hal itu tidak dirasakan oleh masyarakat. Anak-anak, anak-anak muda, harus aman dari pengaruh gerakan radikalisme dan terorisme. Boleh jadi, anak usia dini, anak-anak, remaja hingga perguruan tinggi adalah sasaran ‘empuk’ bagi mereka. Karena itu sebuah keharusan menangkal gerakan radikalisme dan terorisme, termasuk menangkal gerakan aliran sesat sejak dini.
Dengan cara apa? Yang bisa dilakukan, membentengi umat, dengan menanamkan aqidah yang benar, khususnya kepada generasi muda. Belajar ilmu agama kepada ahlinya, kepada tokoh agama yang berkompenten dalam ilmunya. Mereka yang berilmu harus berani tampil berdakwah, menyampaikan yang benar menurut tuntunan Al Qur’an dan Sunnah Rosul yang benar-benar Sahih. Terus-menerus mendekatkan umat dalam mempelajari dan memahami ajaran agama yang benar. Sehingga umat tidak tersesat, tidak sesat dan disesatkan.
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mengetahui. [An-Nahl:43].”
Di sekolah, guru mata pelajaran umum atau pelajaran agama harus bebas dari aliran-aliran agama apapun. Guru tidak mencekoki paham-paham agama yang membuat siswa-siswi bingung dan jadi radikal. Kalau toh, ada guru yang di luar sekolah berdakwa sebagaimana komunitas alirannya, maka di sekolah harus menahan diri untuk tidak menyampaikan hal-hal yang membuat siswa-siswi mengarah ke radikalisme. Guru harus tetap dalam plafon sumpah jabatan, terutama bagi guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bukankah ketika pra jabatan bersumpah setia pada Pancasila, UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Guru non PNS pun juga harus begitu, setia Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
Di lingkungan Rumah Tangga (RT) atau keluarga, orangtua harus benar-benar memperhatikan pendidikan agama pada anak-anak, melakukan pengawasan ketika bergaul dengan teman-temannya maupun di masyarakat. Melakukan komunikasi secara aktif dengan anak-anak dalam segala hal. Dari RT-lah kehidupan masyarakat dimulai. Karena itu menangkal radikalisme, terorisme, bahkan menangkal aliran sesat lebih ‘manjur’ dengan strategi berbasis RT.
Dengan masih maraknya tindakan radikal di tengah-tengah masyarakat, maka gerakan radikalisme perlu mendapatkan perhatian serius dari semua kalangan, baik dari tokoh masyarakat, pemerintah dan para tokoh agama. Jika masih marak, dipastikan aparat keamanan tidak bakal berhenti memburu para teroris dan kelompok radikal. Aparat ingin agar kelompok radikal sadar berhenti menyebarkan paham radikal dan aksi terornya.
Bisakah mereka sadar? Itulah yang menjadi ‘pekerjaan rumah’ warga negara Indonesia, tanpa kecuali. “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [Al-Baqarah:190]. (*)
Penulis adalah Fungsionaris MPC Pemuda Pancasila Kab. Ngawi dan Dosen STITI KP Paron Ngawi.
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN