Sumenep, KabarGress.com – Pelarangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menggandeng swasta (investor) untuk hak partisipasi blok migas, dianggap sebagai upaya marginalisasi daerah. “Kalau memang Kementrian ESDM itu melarang BUMD menggaet pihak ketiga dalam pelibatan ‘bussnes to government’, maka berarti daerah mengalami marginalisasi dalam kegiatan bisnis usaha hulu migas. Pemerintah pusat terkesan teramat hegemonik dalam implementasi keputusan.,” kata anggota DPRD Sumenep, Darul Hasyim Fath, Rabu (02/09/15).
Menurutnya, pelarangan itu akan berimplikasi cukup serius bagi daerah penghasil migas, karena yang didapat hanya dana perimbangan berupa dana bagi hasil (DBH) migas. “Padahal daerah penghasil migas seperti Sumenep ini punya hak partisipasi (participating interest/PI) blok minyak dan gas bumi,” ujarnya.
Darul yang juga Ketua Komisi I DPRD Sumenep ini tidak yakin dengan dalih pemerintah pusat bahwa pelarangan tersebut adalah upaya pemerintah melakukan ‘protect’ pada sumber daya alam daerah. “Saya justru melihat, pelarangan itu tidak tegak sebanding dengan spirit desentralisasi politik yang menjadi spirit demokrasi pasca reformasi,” tandasnya.
Bagi politisi PDI Perjuangan ini, pelarangan itu seolah menjadi sinyalemen nyata sistem sentralisasi ekonomi politik yang dilakukan pemerintah pusat pada daerah. Apalagi selama ini daerah tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan tentang aktifitas industri hulu migas.
“Daerah itu kok sepertinya hanya menjadi lahan sosialisasi semata. Tidak lebih dari itu. Padahal seharusnya daerah kan juga berhak diajak diskusi sejak awal. Ya minimal parlemen yang dapilnya ada aktivitas industri hulu migas ini ‘mbok’ ya diajak bicara. Jangan semata-mata pemerintah pusat memutuskan, lalu kita harus melaksakan,” ucapnya.
Sesuai PP No 35 Tahun 2004, KKKS punya kewajiban menawarkan PI kepada BUMD. Merujuk ketentuan itu, Pemda Sumenep bersama Pemda Jatim dan Pemda Sampangv sejak 31 Agustus 2007 sudah meminta penawaran PI pada Husky Oil Ltd yang membeli WK Madura Strait.
Selain PI dari Wk Madura Strait, Pemda Sumenep bersama Pemda Jatim dan Sampang juga mengajukan permohonan PI untuk Blok Kangean menyusul perpanjangan kontrak 20 tahun yang dimiliki PT Energi Mega Persada sejak tahun 2010
Namun pengajuan PI dari dua blok yang masih pada tahap due diligent tersendat sejak Desember 2014 karena, Pemerintah melarang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menggandeng swasta utk memiliki 10 persen hak partisipasi blok migas.
BUMD hanya diperbolehkan menggandeng Pusat Investasi Pemerintah (PIP) atau BUMN untuk memiliki 10 persen hak partisipasi (participating interest/PI) blok minyak dan gas.
Alasan pelarangan itu adalah untuk memberikan manfaat maksimal bagi daerah dan mencegah pemburu rente masuk menguasai blok migas melalui BUMD.
Menanggapi larangan itu, pekan lalu, Pemprov Jatim berharap pemerintah pusat bisa membantu daerah benar-benar bisa merealisasi hak daerah mendapatkan Participating Interest (PI) dari industri migas.
Jika BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dilarang merangkul investor, pemerintah harus membuat aturan yang memungkinkan daerah tetap mendapatkan PI.
“Jangan hanya melarang Pemda merangkul investor, tapi harus ada solusinya. Misalnya dengan pola golden share. Kalau pola golden share disetujui, mungkin PI daerah tidak harus 10%, tetapi itu lebih jelas karena Pemda bisa menikmati PI,” kata Kepala Dinas ESDM Jatim Dewi J Putriatni. (ro)
- foto: dok/antara
More Stories
East Java Tourism Award, Ukir Prestasi Ditengah Pandemi
Kolaborasi Q5 Steak n Bowl – Tahta Makarim, Hadirkan Menu Segala Umur
LBM Wirausaha Indonesia Adakan Kunjungan Kerjasama Dengan Lentera Digital Nusantara dan Ketua DPRD Pacitan