Surabaya, KabarGress.Com – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur, merekomendasikan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya agar bagi hasil Terminal Purabaya antara Pemkot Surabaya dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo, untuk segera dijadikan Netto bukan Bruto.
Perwakilan BPKP Jatim, M.irsal menyebutkan, salah satu pertimbangan BPKP merekomendasikan kepada Pemkot Surabaya untuk merubah asas Bruto menjadi Netto ialah, karena pengelolaan terminal Purabaya saat ini masih konvensional. Artinya, pembagian hasil terminal Purabaya masih ricuh.
“Kami memang diminta Bu. Walikota (Tri Rismaharini) untuk mereview draft bagi hasil terminal Purabaya yang saat ini masih kacau. Dan kami mengusulkan agar bagi hasil yang sebelumnya bruto ini, agar diubah menjadi asas Netto,” ungkapnya, Selasa (24/2/2015), saat melakukan hearing dengan komisi A.
M.Irsal menuturkan, seharusnya Pemkab Sidoarjo tidak meminta hasil yang terlalu besar seperti saat ini. Sebab, pada faktanya terminal purabaya sepenuhnya adalah milik pemkot Surabaya. Mulai dari sistem pengelolaanya, dan tanahnya. Namun, memang hanya keberadaanya terletak di wilayah Sidoarjo.
“Jadi initinya, seluruh investasi yang ada di terminal Purabaya ini adalah sebenarnya milik pemerintah Surabaya. Dan setelah saya periksa ternyata Pemkot Surabaya saat ini mengalami kerugian yang lumayan besar. Saya rasa hal ini perlu diaudit dan diteliti lebih dalam untuk mengetahui yang lebih pasti,” tuturnya.
Asisten II Pemkot Surabaya, Taswin, sangat sepakat dengan apa yang menjadi rekomendasi dari BPKP. Sebab, pada dasarnya pemkab Sidoarjo tidak mempunyai andil apapun di terminal Bungurasih itu, segala investasi dan bentuk pengelolaanya adalah milik Pemkot Surabaya, memang hanya terminal tersebut berdiri di wilayah Sidoarjo.
“Tapi bagaimanapun kami masih harus merundingkan dulu dengan ibu Walikota hasil review dari BPKP ini, bagaimana keputusanya. Dan saya berharap dengan adanya rumusan dari BPKB ini, bagi hasil terminal purabaya segera terselesaikan dan tidak sampai memakan waktu yang lama,” jelas Taswin.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Lutfiyah, berpesan kepada Pemkot Surabaya langkah utama yang harus dilakukan Pemkot Surabaya adalah, merubah bentuk perjanjian antara Pemkot Surabaya dengan Pemkab Sidoarjo yang masih menggunakan sistem bruto. Sebab, Pemkab Sidoarjo saat ino masih berpatokan kepada perjanjian lama yakni sistem bruto, 70 Pemkot Surabaya, 30 Pemkab Sidoarjo.
“Dan yang tidak kalah pentingnya adalah, kita secepatnya harus membuat laporan akutansinya agar mereka (Pemkab Sidoarjo) tahu, kalau Surabaya selama ini merugi dengan bagi hasil seperti ini. Pokonya saya minta pada Pemerintah Surabaya, langkah utama ialah merubah bentuk sistem perjanjian lama,” pintanya.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono, menambahkan, memang dalam hal ini BPKP sangat dibutuhkan untuk mencari jalan tengah yang terbaik. Sebab, kalau masalah ini tidak dilanjuti secara konkrit, takutnya nanti masyarakat akan berpendapat negatif. Tapi kalau ada langkah konkrit antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo pasti masalah bisa terselesaikan.
“Saya mengusulkan agar komisi A pada tahun 2015 ini bisa memakai momentum untuk menyelesaikan perundingan masalah terminal Purabaya ini. Dan sebenarnya masalah yang tidak kalah pentingnya juga terkait pelayanan publiknya, karena terminal itu, bukan hanya untuk masyarakat Surabaya dan Sidoarjo saja, tapi masyarakat Jawa Timur,” tambahnya. (Tur)
More Stories
SOAL SP 3 K JADI FOKUS ARSAN CALEG HANURA SURABAYA
PILEG 2019 , BAPPILU JATIM SUPORT CALEG HANURA GRESIK KERJA MAKSIMAL
PASANG TARGET 7 KURSI , HUSIN ; PILBUP TUBAN HANURA USUNG MUSA MAJU BUPATI