
Surabaya, KABARGRESS.com – Polemik pembongkaran bangunan di Jalan Raya Darmo 30 Surabaya akhirnya mendapat titik terang. Meski sempat memicu kegaduhan publik dan bahkan mendapat perhatian dari DPRD Surabaya yang melakukan inspeksi mendadak (sidak), bangunan tersebut ternyata bukan termasuk dalam kategori bangunan cagar budaya. Penegasan ini disampaikan langsung oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya dalam konferensi pers di Gedung Siola, Rabu pagi (4/6/2025).
Ketua TACB Kota Surabaya, Dr. Ir. RA. Retno Hastijanti, M.T., menjelaskan bahwa bangunan tersebut tidak pernah ditetapkan sebagai cagar budaya, bahkan tidak termasuk dalam daftar Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB). Retno, yang juga dosen Arsitektur dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan kajian menyeluruh terhadap status bangunan itu. Salah satu fakta penting yang menjadi dasar keputusan adalah bahwa bangunan tersebut telah mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak tahun 1989, jauh sebelum terbitnya Surat Keputusan (SK) Walikota yang menetapkan kawasan Darmo sebagai situs kawasan cagar budaya, yaitu pada tahun 1998.
Menurut Retno, penetapan kawasan cagar budaya Darmo tercantum dalam SK Walikota No.188-45/004/402.1.04/1998, yang memasukkan Perumahan Darmo sebagai kawasan pelestarian budaya. Penetapan ini tidak berlaku pada bangunan-bangunan individual di kawasan tersebut, tetapi pada bentuk kawasan secara keseluruhan, mulai dari tata letak jalan, kaplingan, bentuk boulevard, hingga pola perumahannya yang merupakan real estate pertama di Jawa Timur, bahkan mungkin di Indonesia. Oleh karena itu, konservasi yang dilakukan lebih bersifat menyeluruh terhadap kawasan, bukan pada setiap bangunan yang berdiri di atasnya.
Penjelasan ini juga diperkuat oleh pernyataan pemerhati budaya dari komunitas Pegandring Surabaya, Kuncarsono Prasetiyo. Ia menyebutkan bahwa berdasarkan data yang dimiliki komunitasnya, bangunan di Jalan Raya Darmo 30 tidak pernah tercantum sebagai bangunan cagar budaya. Ia menambahkan bahwa kawasan cagar budaya memang ditandai dengan plat berwarna kuning emas, namun tidak semua tempat menampakkan tanda itu secara kasat mata. Bahkan menurutnya, jika bangunan pribadi yang berada di dalam kawasan cagar budaya tidak memiliki status cagar budaya, maka sah-sah saja jika pemiliknya melakukan pembongkaran, selama sesuai dengan perizinan yang berlaku.
“Kalau rumah saya di kawasan Peneleh mau saya bongkar ya tidak masalah, karena tidak ada ketetapan sebagai bangunan cagar budaya meskipun berada di dalam kawasan,” ujar Kuncar.
Retno menambahkan bahwa hal yang terpenting dari kasus ini adalah meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap pelestarian budaya. Ia melihat adanya dinamika dan perhatian publik sebagai sesuatu yang positif, karena menjadi bentuk partisipasi nyata masyarakat dalam perlindungan warisan budaya. Ia juga menekankan bahwa prinsip utama dalam Undang-Undang Cagar Budaya adalah partisipatif, di mana masyarakat bisa ikut memberikan masukan, mengawasi, bahkan memvalidasi informasi di lapangan mengenai status suatu bangunan atau kawasan.
“Tentu kami berterima kasih kepada masyarakat yang sudah peduli dan memberikan masukan kepada TACB serta Pemerintah Kota Surabaya. Ini adalah langkah awal menuju kota yang makin peduli terhadap sejarah dan budayanya,” pungkas Retno.
Kasus pembongkaran bangunan di Jalan Raya Darmo 30 menjadi pembelajaran penting bagi warga Surabaya dan masyarakat umum untuk memahami perbedaan antara bangunan cagar budaya dan kawasan cagar budaya. Keterlibatan publik sangat diperlukan dalam pelestarian sejarah kota, tetapi harus diiringi dengan informasi yang akurat dan tidak sekadar berlandaskan opini. Dengan kesadaran bersama serta kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah, pelestarian warisan budaya bisa berjalan dengan lebih bijak dan efektif.(ZAK)
More Stories
Gubernur Khofifah Sampai di Arafah Untuk Wukuf Jalankan Puncak Ibadah Haji
Paripurna soal KBS jadi Perumda, DPRD Kota Surabaya: Kita Harus Transparan dalam Mengelola
SIRS = SIMRS: INOVASI DIGITAL RSUD BANGIL WUJUDKAN MOTTO : PEDULI DAN BERKUALITAS DALAM PELAYANAN