06/06/2025

Jadikan yang Terdepan

Bangunan Cagar Budaya Rata dengan Tanah di Surabaya

Surabaya, KABARGRESS.com – Sebuah peristiwa yang mengusik nurani pecinta sejarah dan budaya terjadi di Surabaya. Sebuah bangunan cagar budaya yang terletak di Jalan Raya Darmo No. 30 ditemukan telah rata dengan tanah. Bangunan yang semestinya dilindungi sebagai bagian dari identitas dan sejarah Kota Pahlawan itu kini hanya tinggal puing. Komisi D DPRD Surabaya, yang membidangi urusan kebudayaan dan kesejahteraan rakyat, segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pada Selasa, (2/06/2025).

Sidak ini dipimpin oleh Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, dan diikuti oleh beberapa anggota komisi lainnya. Mereka menyatakan keprihatinan dan kekecewaan mendalam atas musnahnya bangunan bersejarah tersebut.

Salah satu suara datang dari dr. Michael Leksodimulyo, anggota Komisi D. Ia secara tegas menyebut kondisi bangunan itu “hancur lebur”, sebuah gambaran nyata dari kegagalan perlindungan cagar budaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. “Hancur lebur, tempat cagar budaya yang harusnya dilindungi, sekarang hancur lebur. Kami mempertanyakan, apakah pembongkaran ini sudah mengantongi izin dari Pemkot? Kalau belum, ini sangat fatal,” ujarnya kepada pers seusai sidak.

Lebih jauh, dr. Michael menyoroti belum adanya mekanisme kompensasi yang jelas bagi pemilik bangunan cagar budaya. Ia mengusulkan agar Pemkot Surabaya meniru sistem di negara-negara lain, di mana bangunan bersejarah dibeli oleh pemerintah atau diberikan insentif tertentu agar tetap terjaga. “Jangan sampai pemilik bangunan dirugikan karena rumahnya tiba-tiba dicap sebagai cagar budaya, lalu tidak bisa dijual, tidak bisa dimanfaatkan, tanpa ada solusi. Harus ada pendekatan dua arah, bukan pemaksaan,” katanya.

Ia juga mempertanyakan efektivitas hukum yang berlaku terkait pelanggaran terhadap bangunan cagar budaya. Menurutnya, penghancuran bangunan bersejarah tanpa dasar yang sah harus dapat ditindak dengan hukum yang jelas dan tegas. “Kami akan mengkaji kembali peraturan hukumnya. Bila sudah ada, seberapa kuat implementasinya? Jika belum, maka ini adalah momen yang tepat untuk memperbaiki sistem perlindungan sejarah kita,” tegas Michael.

Wakil Ketua Komisi D, Lutfiyah, menambahkan bahwa ini bukan pertama kalinya kejadian semacam ini terjadi di Surabaya. Ia menyinggung kasus serupa sebelumnya, seperti bangunan rumah radio yang juga sempat ramai diperbincangkan namun berakhir tanpa kejelasan. Lutfiyah menilai lemahnya pengawasan dan komunikasi antar pihak menjadi titik lemah yang harus segera dibenahi.

Komisi D menyatakan akan segera memanggil pihak-pihak terkait, termasuk tim Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta pemilik bangunan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kejelasan mengenai status dan proses pembongkaran bangunan tersebut, serta mencari solusi konkret agar kasus serupa tidak terulang.

Perlu dicatat bahwa isu ini pertama kali mencuat bukan dari laporan resmi warga, melainkan dari media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian masyarakat terhadap warisan budaya kota cukup tinggi, meskipun belum terfasilitasi dengan baik oleh mekanisme pengaduan formal.

Saat ini, Komisi D tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang kebudayaan. Namun sayangnya, Raperda tersebut lebih menitikberatkan pada nilai-nilai perjuangan seperti kejuangan dan aksara, bukan secara spesifik pada perlindungan fisik bangunan bersejarah. Kasus di Jalan Darmo ini menjadi alarm keras agar perlindungan bangunan cagar budaya juga mendapat porsi dalam regulasi yang sedang digodok.

Kehancuran bangunan cagar budaya di Jalan Raya Darmo No. 30 menjadi bukti nyata lemahnya perlindungan sejarah di Surabaya. Seruan DPRD Surabaya menggambarkan urgensi reformasi total dalam pendekatan, regulasi, hingga kompensasi terhadap bangunan bersejarah. Bila pemerintah tidak segera bertindak dan memberikan solusi nyata, maka lambat laun Surabaya akan kehilangan jejak sejarahnya, menyisakan hanya cerita tanpa bukti fisik. Kota Pahlawan layak untuk mempertahankan narasi masa lalunya, bukan membiarkannya hilang satu demi satu.(ZAK)