
Surabaya, KABARGRESS.com – DPRD Kota Surabaya melalui Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) menggelar rapat penting bersama perwakilan RSUD Bhakti Dharma Husada (BDH) dan RSUD dr. Soewandhi, Jumat (11/4/2025). Rapat yang dipimpin oleh Ketua Pansus, Budi Leksono, membahas evaluasi kinerja rumah sakit milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, serta strategi pemanfaatan anggaran pembangunan rumah sakit di masa mendatang.
Salah satu sorotan utama datang dari anggota Pansus, Aning Rahmawati, yang menyampaikan pandangannya mengenai arah prioritas pembangunan rumah sakit, terutama perbandingan antara RSUD BDH dan rencana pembangunan Rumah Sakit Surabaya Selatan.
Menurut Aning, kinerja RSUD BDH menunjukkan tren positif. Pendapatan rumah sakit tersebut mencapai Rp174 miliar, sementara pengeluarannya hanya Rp167 miliar. Tren keuangan ini dinilai sehat dan menjanjikan, terutama bila dikaitkan dengan rencana pengembangan rumah sakit yang akan memanfaatkan lahan seluas 5.000 meter persegi.
“Dengan visibility study yang sudah ada, dalam lima tahun dana Rp500 miliar akan kembali. Ini investasi yang jelas, dibandingkan dengan RS Surabaya Selatan yang sampai sekarang belum jelas prosesnya karena masih menunggu pengesahan RTRW,” tegas Aning.
Ia menilai, dana pembangunan sebesar Rp305 miliar yang semula direncanakan untuk RS Surabaya Selatan sebaiknya dialihkan untuk memperkuat RSUD BDH, yang secara hitung-hitungan sudah terbukti menjanjikan dan siap untuk dikembangkan lebih lanjut.
Rencana pembangunan Rumah Sakit Surabaya Selatan dinilai masih belum matang. Aning mengungkapkan bahwa visibility study untuk proyek tersebut belum tersedia dan status Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menjadi dasar legal pembangunan masih menunggu pengesahan pada 22 April 2025.
“Kalau kita bicara efektifitas waktu, sepertinya tidak mungkin pembangunan RS Surabaya Selatan bisa dilakukan tahun ini. Jadi kenapa tidak difokuskan ke RS yang sudah jelas pengembaliannya, seperti BDH?” ucapnya.
Ia juga mewanti-wanti agar Pemkot tidak memaksakan penggunaan anggaran besar untuk proyek yang belum siap. Sebaliknya, menurutnya, RS Surabaya Utara bisa menjadi alternatif yang lebih cepat direalisasikan karena hanya perlu renovasi ringan di kawasan Lapangan Tembak.
Tak hanya RS Selatan, Aning juga menyoroti kondisi RS Surabaya Timur yang saat ini masih dianggap sebagai rumah sakit transit. Banyak pasien dirujuk karena belum bisa ditangani di sana. Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pelayanan dan fasilitas rumah sakit tersebut.
“Saya sendiri belum berani berobat ke sana karena informasinya memang belum siap. Jangan sampai nanti RS Surabaya Selatan nasibnya sama, membebani anggaran tapi tidak maksimal manfaatnya,” kritik Aning.
Aning juga mengingatkan tentang pentingnya kesiapan SDM, terutama di RS Eka Chandra Rini. Menurutnya, jika proses rekrutmen CPNS tertunda oleh pemerintah pusat, maka operasional rumah sakit tersebut juga berpotensi ikut tersendat.
“Direktur RS Eka Chandra Rini harus benar-benar menetapkan prioritas pelayanan agar rumah sakit ini mampu melayani masyarakat dengan optimal tanpa harus selalu merujuk pasien ke RS Soewandhi,” tambahnya.
Aning menekankan pentingnya dukungan APBD bagi rumah sakit dengan status Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) seperti RS BDH. Meski memiliki pendapatan yang bagus, menurutnya peralatan medis tetap harus terus diperbarui dan dirawat secara berkala.
“Permendagri masih memungkinkan BLUD mendapat suntikan dana dari APBD. Maka harus ada perhatian agar pelayanan bisa dilakukan secara paripurna, bukan hanya berorientasi pada pendapatan,” ujarnya.
Dari hasil rapat Pansus LKPJ bersama RSUD BDH dan RSUD dr. Soewandhi, muncul dorongan kuat agar Pemkot Surabaya melakukan kajian ulang terhadap proyek-proyek pembangunan rumah sakit baru. Evaluasi ini penting agar anggaran sebesar Rp305 miliar bisa dimanfaatkan lebih efisien.
Aning Rahmawati menyarankan fokus pembangunan diarahkan ke RSUD BDH yang sudah terbukti memiliki kinerja keuangan baik dan prospek pengembangan yang menjanjikan. Dengan visibility study yang jelas dan pengembalian investasi dalam lima tahun, RS BDH dinilai sebagai pilihan paling strategis untuk saat ini.
Sebaliknya, rencana pembangunan RS Surabaya Selatan dinilai masih terlalu dini dan berisiko bila dipaksakan dalam waktu dekat. Belum adanya visibility study dan penetapan RTRW menjadi kendala besar dalam percepatan proyek tersebut.
Lebih jauh, Aning juga menegaskan pentingnya evaluasi terhadap RS Surabaya Timur dan RS Eka Chandra Rini, baik dari segi pelayanan, SDM, maupun peralatan medis, agar masyarakat Surabaya bisa mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan merata.
Dengan pertimbangan ini, Pansus LKPJ DPRD Surabaya akan merekomendasikan kepada Pemkot untuk melakukan evaluasi mendalam sebelum mengesahkan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2025.(ZAK)
More Stories
Biadab! OPM Bunuh Warga Sipil, Kejahatan Kemanusiaan Dan Pelanggaran HAM Berat
Bromo Tengger Semeru Jadi Taman Nasional Terindah Ketiga Sedunia, Gubernur Khofifah Ajak Jaga Kelestarian Alam Jatim
Buka Akses Energi Bersih untuk Keluarga, PGN Terus Perluas Jargas di Tangerang Selatan