02/04/2025

Jadikan yang Terdepan

Mengaku dapat Intimidasi dari Rumah Sakit, Warga Banyu Urip Wadul Dewan

Surabaya, KABARGRESS.com – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat pada Rabu (19/3/2025) untuk membahas pengaduan dari Ibu Deni Irawati, warga Jl. Banyu Urip Wetan Tengah Surabaya, yang anaknya meninggal dunia setelah dirawat di RS Tk. III Brawijaya Surabaya. Rapat ini dipimpin oleh dr. Akmawarita Kadir dan dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Direktur RS Tk. III Brawijaya, serta Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur.

Dalam rapat tersebut, Ibu Deni menyampaikan kekecewaannya terhadap proses yang terjadi setelah anaknya meninggal dunia. Ia mengaku mendapatkan intimidasi dari institusi tertentu untuk menuliskan pernyataan mengikhlaskan kepergian anaknya. Bahkan, barang bukti yang dimilikinya dibawa pergi, dan ia baru menerimanya kembali di Polda Jatim tiga hari kemudian.

“Jika saya tidak mau menulis pernyataan tersebut, tapi saya diancam akan dituntut balik karena dianggap menuduh pihak rumah sakit melakukan malpraktik,” ungkap Ibu Deni.

Selain itu, ia juga mengeluhkan bahwa dirinya tidak diijinkan melihat rincian biaya obat maupun resume medis anaknya dari pihak rumah sakit.

Menanggapi keluhan tersebut, anggota Komisi D DPRD Surabaya, dr. Zuhrotul Mar’ah, menyoroti pentingnya komunikasi antara rumah sakit dan keluarga pasien. Ia menekankan bahwa sebagian besar permasalahan di rumah sakit sering kali bukan pada aspek medis, tetapi lebih kepada komunikasi yang kurang efektif antara tenaga medis dan keluarga pasien.

“Kami ingin mengetahui apakah saat pasien dibawa pulang pada tanggal 28, ada instruksi khusus dari rumah sakit mengenai kondisi anak Ibu Deni? Apakah ada larangan untuk bepergian jauh atau peringatan terkait risiko yang dihadapi pasien? Selain itu, ketika pasien kembali dalam kondisi kritis pada tanggal 29, apakah sudah ada komunikasi yang jelas mengenai kondisi medisnya?” lanjut dr. Zuhro.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Surabaya, Nanik Sukristina, menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima laporan mengenai kasus ini dan telah melakukan audit internal serta audit maternal perinatal (AMP). Proses audit tersebut dilakukan pada 22 Januari 2025 dengan melibatkan berbagai dokter spesialis dari RS Tk. III Brawijaya dan tim medis lainnya.

“Dari hasil audit, kasus ini tergolong sebagai dying case, yang berarti memiliki risiko kematian yang sangat tinggi. Kami juga memastikan bahwa prosedur standar operasional (SOP) telah dijalankan oleh pihak rumah sakit,” jelas Nanik.

Ketua Komisi D DPRD Surabaya, dr. Akmawarita Kadir, menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti aduan ini dengan melakukan penelusuran lebih lanjut. Ia menekankan bahwa DPRD berkomitmen untuk memastikan hak-hak keluarga pasien tetap terlindungi dan transparansi dalam penanganan kasus seperti ini harus tetap dijaga.

“Kami menghormati proses yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan maupun pihak rumah sakit, namun kami juga harus memastikan bahwa keluarga pasien harus mendapatkan keadilan dan akses informasi yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, Komisi D akan terus memantau perkembangan kasus ini,” tegas Akmawarita.

Rapat dengar pendapat ini diharapkan menjadi awal dari penyelesaian kasus yang lebih transparan dan berkeadilan. DPRD Surabaya menekankan pentingnya komunikasi yang lebih baik antara rumah sakit dan keluarga pasien guna menghindari kesalahpahaman serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan di kota ini. (ZAK)