Jakarta, kabargress.com – Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Kepaniteraan kembali menggelar Rapat Pleno Kamar. Tahun ini rapat diselenggarakan pada 05—07 November 2024 di Bandung, Jawa Barat.
Rapat diikuti oleh seluruh Pimpinan, Hakim Agung, Hakim Ad Hoc, para Asisten Kamar, dan para Pejabat Eselon 1 dan 2 pada Mahkamah Agung.
Tahun ini merupakan kali ke-13 Mahkamah Agung menyelek(i Sunarto sebagai Ketua Mahkamah Agung memimpin rapat tersebut.
Sejak diberlakukannya Sistem Kamar, rapat Pleno Kamar merupakan media yang rutin dilakukan Mahkamah Agung untuk membahas permasalahan hukum (question of law) yang timbul dari masing-masing perkara. Sebagai instrumen utama Sistem Kamar, penyelenggaraan Pleno Kamar bertujuan menjaga konsistensi putusan, mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan, memperkecil peluang terjadinya kekeliruan dan kekhilafan hakim.
Selain itu, Pleno Kamar juga menjadi sarana monitoring dan evaluasi manajemen perkara.
Harapan dari diberlakukannya kebijakan Sistem Kamar yaitu agar Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan tertinggi kehakiman mampu memberikan arahan atau panduan kepada pengadilan di bawahnya dalam memutus permasalahan hukum.
Kewenangan tersebut merupakan upaya untuk mengatur hal-hal yang dalam praktik peradilan sehari-hari yang belum diatur dan belum diakomodir oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
Adapun tujuan dari pemberlakuan Sistem Kamar yaitu,
- Menjaga kesatuan hukum;
- Mengurangi disparitas putusan;
- Memudahkan pengawasan putusan;
- Meningkatkan produktivitas dalam pemeriksaan perkara; dan
- Mengembangkan kepakaran dan keahlian Hakim dalam mengadili perkara.
Dasar Pelaksanaan Sistem Kamar
Sebagai dasar pelaksanaan Sistem Kamar, Mahkamah Agung telah menerbitkan empat regulasi, yaitu:
1.Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tanggal 19
2.September 2011;
Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 017/KMA/SK/II/2012 tanggal 3 Februari 2012;
3.Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 112/KMA/SK/VII/2013 tanggal 10 Juli 2013; dan
4.Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 213/KMA/SK/XII/2014 tanggal 30 Desember 2014.
Selain itu, terdapat upaya lain untuk mewujudkan kesatuan penerapan hukum melalui tiga pendekatan, yaitu penetapan yurisprudensi, rumusan kamar, dan landmark decision.
Sejak diberlakukan Sistem Kamar, Mahkamah Agung telah menghasilkan 519 Rumusan Hukum yang terdiri atas Rumusan Kamar Pidana sebanyak 129, Kamar Perdata sebanyak 118, Kamar Agama sebanyak 118, Kamar Militer 77 dan Kamar Tata Usaha Negara sebanyak 77 rumusan.
Tahun ini, mendukung kemudahan akses terhadap Rumusan Kamar, Kepaniteraan Mahkamah Agung meluncurkan aplikasi diktum (Direktori Rumusan Hukum). Aplikasi ini diluncurkan pada Ulang Tahun Mahkamah Agung ke-79 pada 19 Agustus 2024 lalu.
Aplikasi Diktum berfungsi sebagai pelengkap dalam pemeriksaan kasasi dan peninjauan kembali secara elektronik.
Aplikasi ini juga memudahkan akses terhadap rumusan hukum Mahkamah Agung melalui perangkat digital.
Pada Pembukaan Rapat Pleno ke-13 (06/11), Ketua Mahkamah Agung mengapresiasi Kepaniteraan Mahkamah Agung yang telah membuat aplikasi tersebut.
“Melalui Aplikasi Diktum, rumusan kamar dapat diakses melalui smartphone dengan cukup mengetik kata kunci yang ingin dicari,” ujar Ketua Mahkamah Agung.
Rumusan Kamar Bukan untuk Mengekang Hakim dalam Memutus Perkara
Pada dasarnya penerapan Sistem Kamar dimaksudkan untuk menghasilkan putusan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum serta mencerminkan rasa keadilan, hal tersebut sebagai cerminan penerapan prinsip akuntabilitas.
Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah kepatuhan kita terhadap rumusan kamar, hal ini tidak dimaksudkan untuk mengekang kebebasan Hakim, namun semata-mata untuk melindungi kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan publik terhadap kepastian hukum, karena salah satu indikator kredibilitas lembaga peradilan di mata publik adalah konsistensi putusan.
“Seyogyanya seorang Hakim tidak keluar dari Kesepakatan Kamar dengan berlindung di balik kemandirian. Justru, kemandirian yang perlu ditampilkan kepada masyarakat adalah kemandirian institusional yang merefleksikan akuntabilitas konstitusional,” tegas Sunarto.
Menurut Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya tersebut, profesionalisme seorang hakim tidak hanya dimaknai keahlian dalam bidang hukum tertentu, namun harus pula dimaknai pada kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum yang dihadapkan kepadanya secara cepat dan tepat. Dengan demikian, profesionalisme bagi seorang hakim tidak hanya terkait kecerdasan intelektual, namun juga bermakna kecerdasan secara emosional dan spiritual.
Jadi, sebagaimana disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung, urgensi Rapat Pleno Kamar adalah untuk menghasilkan Rumusan Kamar yang harus dijadikan pedoman para hakim dalam memutus perkara dengan putusan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. (gi)
More Stories
Sambut Baik Kebijakan Mentan, Pj Gubernur Jatim: Solusi untuk Maksimalkan Penyerapan Susu Peternak Lokal
Terima Penghargaan Most Inspiring Leader Keterbukaan Informasi Publik, Pj Gubernur Adhy: Bentuk Implementasi Good Governance
Pemprov Jatim Raih Tiga Penghargaan Anugerah Manajemen ASN dari BKN