21/09/2024

Jadikan yang Terdepan

Dengan Islam, Indonesia Maju Bukan Sekedar Angan

Oleh Arini Faiza

Pegiat Literasi

Indonesia sejatinya merupakan negeri yang kaya. Baik daratan, lautan, maupun pegunungannya, semua memiliki sumber daya alam yang melimpah. Jika dikelola dengan benar, maka mimpi pemerintah untuk menjadikan negeri ini sebagai negara maju bukanlah hal yang sulit. Namun sayang, saat ini pengelolaan SDA diserahkan kepada swasta dan asing, sehingga harapan untuk menjadi negara maju sepertinya tidak akan mudah. Salah satu indikatornya nampak dari tingkat kemiskinan yang semakin tinggi Oleh karena itu pemerintah berusaha keras untuk menekan peningkatannya melalui berbagai program bantuan sosial, pemberdayaan ekonomi, pemberian bantuan kredit dan pelatihan usaha.

Tenaga ahli urusan Kantor Sekretaris Presiden (KSP), Abraham Winoto mengungkapkan bahwa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah telah berhasil menurunkan angka kemiskinan di negeri ini. Menurutnya, berkat situasi politik yang semakin baik, aman, dan stabil, investasi pun meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi membaik dan lapangan kerja juga semakin banyak. Badan Statistik Nasional (BPN) mencatat angka penduduk miskin pada awal Maret 2024 sebanyak 25,22 juta mengalami penurunan sebesar 0,33 persen bila dibandingkan dengan periode maret 2023 yakni 25.90 juta. (rri.co.id, 04 Juli 2024)

Klaim menurunnya angka kemiskinan ini patut dipertanyakan. Karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa rakyat semakin kesulitan, dengan harga kebutuhan pokok yang semakin mahal dan PHK terjadi di berbagai sektor. Untuk mengatasinya bukanlah hal yang mudah, bagai mengurai benang kusut. Padahal pemerintah telah meluncurkan berbagai bantuan yang dialokasikan untuk kalangan bawah, seperti KIS, KIP, PKH dan Dana Desa. Pelatihan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat juga kerap dilakukan. Akan tetapi program tersebut belum mampu mengurangi angka kemiskinan yang kian mengkhawatirkan. Juga belum memberikan perubahan yang berarti bagi kesejahteraan dan mengangkat rakyat dari kesempitan hidup. Di sisi lain, dana triliunan yang digelontorkan pemerintah justru tidak tepat sasaran, bahkan menjadi ajang bancakan dan korupsi para pejabat terkait.

Potret kemiskinan di Indonesia telah demikian mengakar, hingga bisa diwariskan secara turun-temurun. Minimnya pendidikan menyebabkan pekerjaan yang didapatkan pun alakadarnya, seperti buruh kasar ataupun serabutan yang berpenghasilan minim, sehingga tidak mampu memberikan kecukupan dan kehidupan yang layak bagi keluarganya. Hal ini terus berlangsung tanpa ada cara yang tepat untuk memutus mata rantainya. Terlebih kondisi pasca pandemi seperti saat ini, kesulitan semakin terasa sehingga pekerjaan apapun dilakukan demi untuk bertahan hidup.

Seharusnya dengan kekayaan alam berlimpah, Indonesia mampu membuat rakyat sejahtera dan menikmati kehidupannya dengan tenang. Namun sungguh disayangkan, pengelolaan berbagai macam aset publik semisal tambang di seantero negeri telah dikuasai korporat asing maupun domestik, sehingga keuntungan terbesar menjadi milik perusahaan tersebut. Sedangkan negara harus puas dengan mendapatkan bagian beberapa persen saja, yang bahkan tidak cukup untuk membayar bunga utang luar negeri.

Begitulah ironi kehidupan di alam kapitalis, para pemilik modal besar lah yang akan mendapat keuntungan besar. Sehingga si kaya akan semakin sejahtera sedangkan yang miskin tambah menderita. Alih-alih menyelesaikan masalah pengangguran, investasi justru semakin memperkuat cengkeraman pengusaha di negeri ini. Dari sini nampak jelas bahwa penguasa tidak mampu memenuhi tugasnya sebagai pengayom rakyat, sebagaimana amanat pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”

Kapitalisme memposisikan pemimpin hanya sebagai regulator dan makelar bagi pengusaha. Rakyat dibiarkan mencari solusi sendiri untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Di sisi lain, penyediaan lapangan pekerjaan diserahkan kepada swasta. Sementara penguasa hanya membuat regulasi atau kebijakan, yang terkadang lebih berpihak kepada pemilik modal.

Kesejahteraan hanya akan terwujud apabila Islam dijadikan dasar untuk mengatur seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, baik bidang ekonomi, sosial maupun pemerintahan. Sebab, aturan yang diberlakukan berasal dari Sang Maha Pencipta yaitu Allah Swt. Sosok penguasa akan melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai pengayom rakyat, semata-mata karena keimanan kepada Allah Swt. Rasulullah saw. bersabda:“…Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas perihal rakyat yang dipimpinnya….” (HR. Muslim)

Kesejahteraan sungguh nampak saat syariat diberlakukan. Salah satu contohnya adalah pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pada saat itu bahkan tidak ditemukan satu orang pun yang bersedia menerima zakat, karena seluruh rakyatnya sejahtera dan hidup berkecukupan.

Negara yang menerapkan aturan Islam akan memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Selain itu, penguasa juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki, agar dapat menafkahi keluarganya. Demikianlah, mengentaskan kemiskinan akan menjadi sesuatu yang niscaya dan bukan sebatas angan-angan dalam naungan Islam. Sebaliknya, selama sistem kapitalis masih dipergunakan untuk mengatur kehidupan, kesengsaraan lah yang akan didapatkan. Hanya syariat yang memiliki solusi tuntas dalam memutus mata rantai kemiskinan di negeri-negeri kaum muslimin, yaitu dengan penerapan hukum-hukum Allah Swt. secara total dan menyeluruh di setiap aspek kehidupan dalam sebuah institusi pemerintahan.

Wallahu a’lam bi ash shawab.