Oleh Uqie Nai
Member Menulis Kreatif
Untuk kesekian kalinya tawuran di Jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur kembali meletus. Tawuran yang melibatkan warga RW 01 dan RW 02 terjadi pada pukul 05.30 WIB. Para pelaku tawuran itu menggunakan berbagai benda, seperti batu, petasan, dan senjata tajam.
Pemicunya diduga karena warga saling ejek dan terdapat unsur balas dendam. Padahal sebelumnya telah dibuat deklarasi damai akibat kasus yang sama. Deklarasi diteken perwakilan warga RW 01 dan RW 02 di Taman Bassura pada Minggu (28/1).
Menurut Lurah Cipinang Besar Utara, Agung, pemicu tawuran Bassura ini karena motif orang luar yang memprovokasi. Terbukti saat warga tawuran dikumpulkan mereka saling menyalahkan bahkan masing-masing menyebut ‘diserang duluan.’
Sementara itu, Kapolres Metro Jaktim Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan tawuran tersebut disebabkan beberapa faktor seperti ekonomi, pendidikan, sosial, budaya dan minimnya pengawasan orang tua. Termasuk faktor dendam dan mencari kepuasan pribadi. (Detiknews com, Minggu, 30/6/2024)
Kapitalisme Pangkal Masalah
Tawuran di negeri ini menjadi salah satu persoalan yang cukup menyita perhatian publik. Umumnya dilakukan oleh mereka yang berstatus pelajar ataupun warga masyarakat. Pemicunya pun beragam, dari mulai saling ejek, solidaritas pertemanan, hingga balas dendam. Para pelaku tak segan melukai lawan atau siapapun yang berada di sekitar mereka dengan cara yang cukup brutal, baik dengan tangan kosong atau menggunakan alat untuk melukai lawan (korban) seperti batu, rantai motor, pedang, dan samurai. Apalagi jika aksi mereka diiringi dengan penjarahan dan pengrusakan fasilitas publik, kerugiannya bukan hanya fisik tapi juga materil.
Satu fakta yang cukup mengkhawatirkan. Generasi muda yang seharusnya disibukkan dengan menuntut ilmu dan menjadi agen perubahan, justru banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan unfaedah, bahkan tak malu mempertontonkan kebrutalannya seolah “super hero.” Sedih dan kecewanya para orang tua, pilunya keluarga korban, tercorengnya nama sekolah, atau marahnya masyarakat sepertinya tak sedikitpun terbersit dalam benak mereka.
Maraknya tawuran yang dilakukan remaja bukan semata faktor ekonomi, pendidikan, sosial, budaya dan minimnya pengawasan orang tua sebagaimana yang disampaikan Kombes Nicolas Ary di atas. Namun, ada faktor lain yang bersifat sistemik dan menjadi pangkal segala persoalan.
Sistem yang dimaksud adalah kapitalisme sekuler yang diadopsi negara. Sistem yang berprinsip pada kebebasan individu ini memang sejak awal tidak menempatkan diri sebagai pihak yang bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Bahkan negara dibatasi perannya hanya sebagai fasilitator semata dalam berbagai urusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dari sini, maka muncullah kapitalisasi dalam berbagai sektor seperti kesehatan dan pendidikan sebagai kebutuhan komunal yang seringkali dikeluhkan rakyat karena semakin tidak terjangkau. Belum lagi kesulitan rakyat dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya seperti sandang ,pangan dan papan secara layak karena tidak lepas dari permainan para pemilik modal dan praktek ekonomi yang tidak syar’i karena negara lebih berpihak pada para oligarki daripada sebagai pelayan umat.
Akibat kesulitan mendapatkan akses primer dan komunal, banyak masyarakat yang akhirnya melakukan segala cara untuk bertahan hidup dan menunjukkan kekecewaan mereka dengan perilaku yang merugikan dirinya serta orang lain. Tawuran, bullying, pencurian, pembegalan, pembunuhan atau lainnya adalah sebagian kecil dampak dari abainya negara akibat menerapkan sistem yang tidak bersumber dari wahyu. Kasus kriminalitas dan kekerasan semacam itu seringkali dipicu oleh pertikaian kecil dari persolan remeh temeh namun berujung pada tawuran bahkan hilangnya nyawa. Hal ini terjadi karena masyarakat sudah dalam kondisi stress menanggung beban hidup yang semakin bertumpuk sementara ketakwaannya semakin tipis sehingga mudah tersulut melakukan berbagai tindakan kriminal.
Islam dan Sistemnya Solusi Persoalan Umat
Aksi tawuran yang cukup meresahkan warga dan orang tua tersebut butuh penanganan penuh dari negara. Tentunya bukan negara yang berasaskan sekuler kapitalisme yang mampu mengatasinya melainkan negara yang berpijak pada akidah Islam.
Sejak didaulat mengampu umat berdasarkan syariat, negara dalam pemerintahan Islam akan memberikan perhatian dan perlindungan terhadap moral generasi. Di awali dengan penguatan akidah melalui berbagai forum kajian atau dalam bentuk kurikulum pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar individu masyarakat memahami bahwa Allah senantiasa mengawasi semua perbuatan manusia dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Berikutnya, memberikan fasilitas pendidikan yang memadai, berkualitas dan nyaman. Baik nyaman dari aspek ruang belajar, guru, dan sarana serta prasarananya seperti perpustakaan, laboratorium, buku-buku, alat peraga, dan lain sebagainya sehingga proses belajar dan mengajar ini berjalan lancar, tenang, dan memotivasi pelajar untuk memahami materi secara utuh.
Output pendidikan dalam sistem Islam selain mengokohkan akidah Islam, juga bertujuan membentuk individu pelajar yang berkepribadian (sakhsiyah) Islam. Mereka diarahkan agar tak hanya baik pola pikirnya tapi juga bagus pola sikapnya. Hal ini akan terimplementasi dalam kehidupan mereka saat berinteraksi dengan keluarga, lingkungan serta masyarakat.
Selain penguasaan ilmu yang luar biasa, mereka juga dibiasakan oleh orang tua mereka untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, infak hingga berjihad. Sebut saja misalnya Abdullah bin Zubair. Sosok pemuda yang dikenal pemberani karena peran kedua orang tuanya yakni Zubair bin Awwam dan Asma’ binti Abu Bakar. Sejak usianya masih belia, Abdullah bin Zubair sering diajak berperang oleh ayahnya. Hatta, Abdullah bin Zubair disebut sebagai salah satu ksatria pemberani di masanya dan namanya harum hingga saat ini.
Dengan akidah yang kuat serta sakhsiyah Islam yang dimiliki, para pelajar ini akan disibukkan dengan hal-hal bermanfaat untuk menyongsong peradaban Islam yang gemilang. Karena merekalah agen perubahan dan generasi peradaban masa kini hingga layak menyandang predikat “Khoiru Ummah.”
Allah Swt. telah berfirman: “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan kalian beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (TQS. Ali Imran: 110)
Hadirnya sistem yang sahih serta pemimpin yang amanah di tengah kaum muslimin, maka suatu keniscayaan generasi Islam tidak akan terjerumus pada kegiatan anarkis, kriminal dan hal lainnya yang membawa kemadaratan bagi orang lain. Termasuk kehidupan pria dan wanita pun dipisah. Tidak ada ikhtilat (campur baur) khalwat (berdua-duaan) atau perilaku menarik perhatian lawan jenis (tabarruj) apalagi pacaran hingga perzinaan. Selain amar makruf berjalan di antara mereka, penegakan sanksipun berlaku bagi siapa saja yang berbuat onar. Karena negara menempatkan para aparat kepolisian yang handal dan qadhi hisbah terpercaya di tengah masyarakat.
Wallahu a’lam bisawwab.
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN