04/07/2024

Jadikan yang Terdepan

Angin Segar Bagi Asing, Bencana Bagi Pribumi

Oleh Uqie Nai

Member Komunitas Menulis

Entah apa yang ada dibenak para pengambil kebijakan di negeri zamrud katulistiwa ini. Kekayaan alam berupa tambang emas di Papua dan mineral berharga di dalamnya kembali diberikan hak pengelolaannya pada PT Freeport Indonesia. Tak tanggung-tanggung, pemberian izin mengelola ini bukan hanya mengeruk isi di dalamnya tapi sampai umur cadangan di tambang itu habis. Sementara Indonesia hanya minta kompensasi sebesar 10 persen saja untuk menambah saham sebelumnya yakni 51% menjadi 61%.

Bukti legalitas atas perpanjangan kontrak  ini termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan ini mulai berlaku efektif sejak tanggal 30 Mei 2024.

Dengan adanya PP No. 25/2024, PT Freeport Indonesia dianggap telah layak untuk mengajukan permohonan perpanjangan kontrak dengan syarat tertentu. Pertama, perpanjangan ini diberikan selama cadangan tambang masih ada dan dilakukan evaluasi setiap 10 tahun (pasal 195B ayat 2). Kedua, Freeport bisa mengajukan perpanjangan 5 tahun lebih cepat dan paling lambat satu tahun sebelum izin usahanya berakhir (pasal 195B ayat 3). (Cnbcindonesia.com, 31/05/2024)

Hak Publik Terampas Deal Politik

Kontrak karya antara Indonesia-Amerika (AS) dengan PT Freeportnya sudah di mulai sejak pemerintahan Soeharto. Sejak itu pula kontrak karya atas pengelolaan tambang emas, perak, dan tembaga ini tak pernah berakhir selain terus mengalami perpanjangan. Lokasi tambang yang terletak di Mimika, Papua Tengah atau dikenal dengan gunung Grasberg ini telah dikeruk sejak 1973 dan telah mengalami perubahan yang sangat fantastis di samping kerusakan yang ditimbulkannya. Dari bentuknya yang menjulang, kini ibarat kawah raksasa  berdiameter 4 km dengan kedalaman 1 km akibat pengerukan. Setiap hari alat berat dan truk pengangkut beroperasi tiada henti melakukan eksplorasi dan konsentrasi bijih tembaga, emas, dan perak. Bahkan kabarnya ada mineral berharga lain yang ditemukan di tambang Grasberg selain ketiganya, yakni uranium.

Tambang Grasberg yang dikelola oleh PT Freeport sejatinya adalah milik seluruh rakyat Indonesia dan tidak boleh dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu yang menyebabkan masyarakat tidak bisa mengakses dan menikmatinya. Hak pengelolaan pun harusnya ada di tangan negara, bukan swasta atau asing. Apalagi kandungan tambang itu sendiri menghasilkan sesuatu yang cukup besar dan keuntungannya terus mengalir kepada pihak pengelola.

Memiliki saham 61% atas tambang Freeport bukanlah suatu hal yang patut dibanggakan setelah apa yang dilakukan Freeport puluhan tahun lamanya. Baik atas isi tambang itu sendiri maupun dampak buruk bagi masyarakat, lingkungan dan ekosistem di wilayah Papua Tengah. Indonesia juga jangan merasa puas dengan pajak yang dipungut dari Freeport, mengingat keuntungan eksplorasi tambang pastinya jauh lebih besar dibanding pajak yang dikeluarkan. Buktinya, anak perusahaan milik McMoran tersebut tidak mau hengkang dari bumi Papua sebelum mengeruk habis kekayaan di dalamnya. Di sepanjang tahun 2022 saja pendapatan Freeport diperkirakan sebesar US$ 22,78 miliar atau setara Rp341,70 triliun, belum termasuk keuntungan lainnya yang tidak dilaporkan ke pihak pemerintah. Karena kecil kemungkinannya perusahaan ini terbuka masalah pendapatan untuk menghindari pajak yang lebih besar.

Yang mestinya dilakukan pemerintah adalah menghentikan segera kontrak karya dengan Freeport dan mengambil alih secara penuh pengelolaan tambang Grasberg atau tambang-tambang lainnya yang bernasib sama yakni dikeruk isinya, disisakan limbahnya. Dengan pengelolaan tambang secara mandiri, negara akan mudah memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkala dan berkesinambungan. Pengelolaan SDA yang cukup berlimpah di negeri ini, akan mampu menjadikan Indonesia berdaulat secara politik dan ekonomi sehingga tak perlu lagi mengandalkan  pajak atau utang luar negeri sebagai pemasukan utama negara. Negara bisa mengerahkan potensi yang dimiliki SDM dalam negeri dan tenaga ahli untuk mengambil alih pengelolaan serta menghentikan ketergantungannya kepada Barat yang berkarakter imperialis.

Namun hal yang lebih mendasar dan utama dari upaya di atas adalah mencampakkan kapitalisme sebagai landasan kebijakan investasi SDAE. Ideologi inilah yang membuka pintu neo-imperialisme terjadi di negeri ini. Negara seharusnya tidak membiarkan siapapun yang memiliki modal untuk mengelola aset umum, baik individu atau kelompok. Sebagai negara adidaya, AS seolah berhak mengintervensi kebijakan dan undang-undang negara manapun demi kepentingan nasionalnya. Akibatnya, lahirlah undang-undang dan peraturan yang kapitalistik dan memberikan karpet merah bagi investasi asing. Hal ini tidak terlepas dari dampak diadopsinya sistem ekonomi kapitalisme dan menghindari konsekuensi yang akan diterima ketika tidak mengikuti “arahan” negara adidaya, semisal embargo ekonomi atau larangan berkiprah di dunia internasional.

Aturan Islam Terkait Pengelolaan Milik Umum

Islam dengan seperangkat aturannya telah menyerahkan hak pengelolaan milik umum di tangan negara, yaitu negara yang berperan dan tanggung jawab sebagai pelaksana syariat. Dengan peran ini, maka semua aktivitas masyarakat ada dalam pengawasan dan arahan penguasa.

Kepemilikan umum adalah izin yang diberikan Allah kepada komunitas masyarakat untuk sama-sama  memanfaatkan benda/barang. Benda-benda yang terkategori kepemilikan umum adalah: 1) Fasilitas umum. Fasilitas ini harus ada karena jika tidak, akan menyebabkan terjadi sengketa dalam mencarinya. 2) Barang tambang yang tidak terbatas. 3) Sumberdaya alam yang sifat dan pembentukannya mencegah individu/perorangan untuk memilikinya.

Yang merupakan fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw: “Kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, padang, dan api.” (HR. Abu Dawud)

Hadis ini menjelaskan bahwa apa saja yang diberlakukan sebagai kebutuhan umum dianggap sebagai milik umum, seperti air, padang rumput, api atau lainnya. Jika keberadaannya sebagai kepentingan umum itu hilang,  semisal air, maka air itu tidak lagi menjadi milik umum tapi telah menjadi benda yang bisa dimiliki individu/kepemilikan pribadi.

Adapun barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin dihabiskan, adalah terkategori milik umum dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Contohnya adalah hadis dari Abyadh bin Hammal yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi. Abyadh pernah meminta kepada Rasulullah saw. untuk mengelola tambang garam, beliau pun memberikannya. Tak lama setelah itu ada seseorang mengingatkan Rasulullah saw. bahwa apa yang diberikannya adalah sesuatu yang bagaikan air mengalir. Beliau saw. akhirnya mencabut kembali pemberian tambang tersebut.

Hukum atas keberadaan tambang yang tidak terbatas jumlahnya sebagai milik umum meliputi semua tambang. Baik yang tampak, yang bisa diperoleh secara mudah seperti garam atau tambang yang ada di dalam perut bumi, yang diperoleh dengan cara mengerahkan upaya dan tenaga seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, timah dan lainnya.

Demikianlah salah satu contoh tanggung jawab penguasa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. terhadap kepemilikan umum yang tidak mungkin diwujudkan oleh penguasa yang menerapkan kapitalisme sekuler. Wallahu a’llam bissawab.