Surabaya, kabargress.com – Merokok merupakan penyebab kematian utama di dunia yang dapat dicegah. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa epidemi merokok telah menyebabkan lebih dari lima juta orang meninggal sebagai perokok aktif dan sekitar 600.000 orang meninggal akibat terpapar asap rokok orang lain (perokok pasif) setiap tahun.
Saat ini, lebih dari 60 juta penduduk Indonesia merupakan perokok aktif. Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan menempatkan Indonesia di peringkat ketiga di dunia setelah China dan India (IAKMI, 2020).
Angka perokok remaja juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Riskesdas dari 2007 sampai 2018 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan perokok di kalangan remaja, terutama perokok wanita.
Kota Surabaya telah menginisiasi dan sedang mengimplementasikan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2019 dan Peraturan Walikota Nomor 110 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Pada pelaksanaan regulasi KTR yang sedang berjalan ini perlu diikuti dengan monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi adalah proses yang memungkinkan pembuat kebijakan dan pengelola program untuk menilai: bagaimana intervensi berkembang dari waktu ke waktu; efektifitas suatu program dilaksanakan dan kesenjangan antara hasil yang direncanakan dan hasil yang dicapai; dan perubahan kesejahteraan yang disebabkan oleh program (evaluasi dampak) (ILO, 2015).
Kegiatan Diseminasi “Kota Surabaya Menuju 100% Implementasi KTR” ini diselenggarakan pada Kamis 21 Desember 2023, di Airlangga Sharia & Enterpreneurship Education Center (ASEEC) Tower Kampus B Universitas Airlangga ini menghadirkan berbagai narasumber yang selama ini terkait dalam penegakkan KTR di Kota Surabaya diantaranya: Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes (Direktur P2PTM Kemenkes RI), Nanik Sukristina, S.KM.,. M.Kes (Dinas Kesehatan Kota Surabaya), serta Prof. Dr. Santi Martini, dr., M.Kes. (Research Group Tobacco Control (RGTC) FKM UNAIR).
Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes. Direktur P2PTM Kemenkes RI menuturkan bahwa terdapat 9 target global pengendalian PTM Tahun 2025 salah satunya adalah Penurunan Konsumsi Tembakau hingga 30%. Sementara untuk indikator RPJMN Tahun 2020-2024, target Tahun 2023 adalah 8,8%.
“Dan apabila meninjau dari data dan fakta penyakit tidak menular saat ini Stroke, penyakit jantung iskemik, dan diabetes melitus menduduki 3 besar penyakit yang menyebabkan kematian terbanyak di Indonesia,” terangnya.
Melihat fenomena tahun 2022, terlihat peningkatan jumlah pembiayaan penyakit katastropik yang memakan biaya 24,06 Triliun, dimana penyakit kardiovaskuler (Jantung dan stroke) adalah pembiayaan terbesar pada JKN (15,37 Triliun), Oleh karena itulah Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi “silent killer” dan “mother of disease”
Kita mempunyai Kebijakan Pengendalian Konsumsi Tembakau di Indonesia:
– Undang-Undang No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan
– Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan
– Peraturan Menteri Kesehatan No 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan
– Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dengan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49)
– Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 64 Tahun 2015 tentang tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah
“Oleh karena itu Skrining PTM menjadi Prioritas sebagai salah satu langkah menurunkan risiko penyakit katastropik yang membebani JKN. Berbagai upaya yang dapat kita dilakukan untuk menurunkan PTM dengan mengendalikan faktor risikonya termasuk peran kita bersama dalam menurunkan prevalensi merokok pada anak-remaja sebagai upaya mewujudkan generasi sehat di masa depan (Generasi Emas 2045),” tandas Eva.
“Implementasi KTR di daerah juga sangat penting sebagai upaya menekan prevalensi perokok pemula, dan bagi yang sudah terlanjur merokok, adanya Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) perlu terus diperkuat hingga menjangkau anak-remaja di satuan pendidikan,” tambahnya.
Selanjutnya, Nanik Sukristina, S.KM.,. M.Kes (Dinas Kesehatan Kota Surabaya) menyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan Kota Surabaya dengan lingkungan hidup yang baik dan sehat, utamanya masalah pencemaran udara yang baik dan sehat, terutama pencemaran udara yang diakibatkan salah satunya berasal dari polusi asap rokok yang mengganggu kesehatan penduduk kota Surabaya telah ditetapkan Perda No 2 tahun 2019 dan Perwali No 110 tahun 2021 tentang KTR yang menjadi payung hukum serta pedoman bagi Pemerintah Kota Surabaya dalam mewujudkan Kota Surabaya yang bersih dari asap rokok.
Perkembangan regulasi KTR di Surabaya:
– Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang KTR-KTM (Kawasan Tanpa Rokok – Kawasan Terbatas Merokok)
– Peraturan Wali Kota Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Perda Nomor 5 Tahun 2008
– Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok
– Peraturan Walikota Nomor 110 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok
– Surat Keputusan Walikota Nomor : 188.45/557/436.1.2/2022
8 AREA di Kota Surabaya yang diatur KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) meliputi:
1. Sarana kesehatan
2. Sarana Pendidikan
3. Area Bermain Anak
4. Tempat Ibadah
5. Angkutan Umum
6. Tempat Kerja
7. Tempat umum
8. Tempat lainnya (yang diatur oleh walikota)
Surabaya telah melakukan banyak upaya secara terintegrasi dalam kegiatan KTR sebagai berikut:
1. Upaya promotif
a. Meliputi Konsultasi Hukum Pembentukan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Peraturan Walikota Nomor 110 tahun 2021. tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
b. Memberikan sosialisasi dan edukasi dampak rokok bagi siswa sekolah, klinik pratama, RS, OPD Pemerintah Kota Surabaya, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Masyarakat Kota Surabaya
c. Mengirim Surat kepada Instansi naungan Pemerintah Kota Surabaya, Klinik, RS, Unsur Pendidikan untuk pemasangan tanda dilarang merokok.
2. Upaya promotif lanjutan
a. Pembentukan Kampung Bebas Asap Rokok yang sudah terbentuk di wilayah Jl. Bulaksari VII RT 7/RW 6 Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir
b. Mengikuti Lomba Kampung Keren Tanpa Asap Rokok yang diselenggarakan oleh ADINKES dan Fakta. Serta menjadi salah satu pemenang pada lomba tersebut
c. Menggerakkan masyarakat dengan adanya Lomba Kampung Bebas Asap Rokok Tahun 2023 di Kota Surabaya yang di ikuti kampung perwakilan 31 Kecamatan Kota Surabaya. Dengan menggerakkan Kecamatan, Kelurahan, Puskesmas, LKMK, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), Bintara Pembina Desa (Babinsa), Kader Surabaya Hebat, RW, RT dan Tokoh Masyarakat di wilayah Kampung
d. Pemenang Lomba Kampung Bebas Asap Rokok Tahun 2023:
Juara I Perwakilan Kecamatan Wonokromo
Juara II Perwakilan Kecamatan Pabean Cantikan
Juara III Perwakilan Kecamatan Semampir
Juara Harapan I Perwakilan Kecamatan Sidotopo
Juara Harapan II Perwakilan Kecamatan Mulyorejo
Juara Harapan III Perwakilan Kecamatan Simokerto
3. Upaya Preventif
a. Pembentukan Satgas KTR tingakat Kota Surabaya sejak tahun 2010 dan Melakukan Pengawasan pada 8 Kawasan Tanpa Rokok di Kota Surabaya setiap bulan
b. Pengawasan KTR per bulan di bagi setiap 5 wilayah di Kota Surabaya
4. Upaya Preventif Lanjutan
Kita tahu bahwa rokok merupakan pintu masuk narkoba maka Dinas Kesehatan Kota Surabaya juga menggalakkan program JIRONA yaitu Melakukan skrining Jiwa, Rokok dan NAPZA (JIRONA) pada anak usia sekolah, 10-18 tahun dengan rentang kelas 4 SD, SMP dan SMA yang menjadi sasaran zat adiktif ini.
5. Upaya Kuratif dan rehabilitatif
Adanya poli UBM (Upaya Berhenti Merokok) di 63 Puskesmas Kota Surabaya sejak tahun 2020 bagi masyarakat surabaya yang ingin berhenti merokok. Dengan kunjungan 6317 klien dan 918 sukses berhenti merokok.
Sedangkan materi terakhir disampaikan Prof. Dr. Santi Martini, dr., M.Kes) Ketua RGTC FKM UNAIR terkait Survei Implementasi Monitoring KTR 100% Surabaya Tahun 2023.
“Kota Surabaya telah menginisiasi dan sedang mengimplementasikan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2019 dan Peraturan Walikota Nomor 110 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pada 5 tahun berjalan pelaksanaan regulasi KTR yang sedang berjalan ini perlu diikuti dengan monitoring dan evaluasi,” urainya.
Monitoring dan evaluasi adalah proses yang memungkinkan pembuat kebijakan dan pengelola program untuk menilai: bagaimana intervensi berkembang dari waktu ke waktu; efektifitas suatu program dilaksanakan dan kesenjangan antara hasil yang direncanakan dan hasil yang dicapai; dan perubahan kesejahteraan yang disebabkan oleh program (evaluasi dampak) (ILO, 2015).
Kegiatan ini merupakan proses pengukuran terhadap efektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan dari program. Hasil evaluasi yang diperoleh umumnya akan digunakan sebagai analisis situasi dari program berikutnya (Curtis et.al, 2002).
“Monitoring berkaitan erat dengan evaluasi, karena evaluasi memerlukan hasil dari monitoring yang digunakan dalam melihat kontribusi program yang berjalan untuk dievaluasi,” tegasnya.
Observasi telah dilakukan pada 500 Lokasi terdiri dari 7 Sarana KTR di Kota Surabaya dengan rincian pada gambar di bawah ini:
Berdasarkan hasil survey independen yang dilakukan oleh Research Group Tobacco Control (RGTC) FKM UNAIR berikut adalah rekomendasi yang dapat diupayakan bersama-sama di Kota Surabaya sebagai berikut :
1. Sosialisasi Perda dan Perwali KTR Kota Surabaya melalui iklan layanan masyarakat di berbagai media, serta pemasangan signing di 7 sarana KTR
2. Dibentuknya Satgas KTR di masing-masing sarana untuk meningkatkan penerapan KTR
3. Penindakan terhadap pelanggaran regulasi KTR harus ditegakkan
4. Pemasangan signage “Kawasan Tanpa Rokok”/”Dilarang Merokok” di tempat yang strategis & mudah dilihat orang
5. Kolaborasi lintas sektor untuk mendukung Kawasan Tanpa Rokok
6. Edukasi kesehatan dilakukan rutin dengan cara yang kreatif dan inovatif untuk menjaga dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok terutama pada anak-anak dan remaja
Dalam kegiatan ini juga ada sesi Talkshow yang menghadirkan beberapa narasumber yang mendukung Surabaya menjadi 100% KTR diantaranya adalah:
Tri Endang Kustianingsih (Dinas Pendidikan Kota Surabaya); Implementasi regulasi KTR di bidang pendidikan, berpacu pada pedoman 101 tahun 2021 dimana mengacu beberapa hal sebagai berikut:
1. Setiap sekolah menuliskan Kawasan Tanpa Rokok diarea yang dapat dilihat oleh masyarakat sekolah.
2. Pemeriksaan paru-paru pada guru dan siswa
3. Memberikan sosialisasi dengan membuat tim PEMANTIK (jenjang SMP)
4. Guru BK, IPA dan Olahraga menjadi penguat sosialisasi KTR karena terdapat materi terkait rokok.
5. Sekolah di Surabaya termasuk sekolah Adiwiyata yang mana tidak boleh terdapat rokok di sekolah dan apabila terdapat yang merokok di area sekolah maka akan diberi peringatan.
Harapan pada bidang dinas pendidikan:
1. Butuh kerjasama pada semua pihak (Dinkes, Satpol PP, dll)
2. Kerjasama dengan orangtua pada saat saat di luar sekolah
Andreas Ragil Raharjo (BPD PHRI Jawa Timur) menyatakan beberapa strategi bahwa perlu ada Surat Layak Sehat harus ada pada restoran dan hotel. Lalu Hotel dan restoran setiap 6 bulan sekali harus ada medical checkup untuk para karyawan.
“Selanjutnya setiap hotel dan restoran sudah wajib memasang sign Kawasan Tanpa Merokok. Memberikan tempat untuk merokok, apabila ada yang melanggar akan diberi sanksi Andreas juga menyatakan kalau ada yang merokok di kamar hotel, biaya pembersihan kamarnya bisa jadi lebih besar,” ujarnya.
Harapan di bidang hotel dan restoran dengan adanya regulasi KTR di Kota Surabaya adalah tercapainya kenyamanan di tempat-tempat umum. Untuk selanjutnya dapat merumuskan program KTR di seluruh tempat hotel/restoran serta dapat bekerjasama dengan beberapa element agar program KTR tercapai.
Pengurus Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia – Jawa Timur yang memberikan sharing pengalaman kerugian nya akibat berada di lingkungan perokok. AMKRI merupakan wadah para korban akibat rokok.
ANKRI pernah mengkampanyekan untuk rokok harga mahal dan tidak ada penayangan iklan rokok. Menaikkan harga mahal dilakukan secara bertahap oleh pemerintah, namun nyatanya perusahaan mengeluarkan produk rokok dengan harga rendah. Rokok elektrik dan rokok tradisional sama-sama bahayanya.
Kasus pada para anggota:
1. Bapak Sudibyo beliau mulai merokok dari taun 1998, karena terpengaruh dengan teman. Masukan untuk pemerintah surabaya, bekerjasama dengan dinas kesehatan berupa reklame yang ditempel di tempat-tempat umum, penertiban warkop karena warkop menjadi tempat nongkrong anak-anak muda dan warkop-warkop menjual rokok sehingga anak-anak mudah akses pembelian rokok.
2. Pak Catur menjadi salah satu korban dari rokok, beliau menjadi perokok aktif sejak SMP dan terdiagnosa cancer pada tahun 2015. Sebelum di diagnosis cancer terdapat benjolan, kemudian dilakukan operasi. Awal mula suara hilang suara seperti parau kemudian lama-kelamaan suara hilang. Pada saat masih aktif merokok Pak Catur mengkonsumsi rokok minimal 2 pak/hari
3. Bu Ike salah satu sebagai informan iklan layanan masyarakat di TV. Bu ike merupakan perokok pasif, yang bekerja dirumah makan selama 10 tahun dengan waktu kerja jam 9 pagi – 4 sore. Hal tersebut memberikan dampak kepada Bu Ike sehingga terkena cancer laring. (Ro)
Teks foto: Prof. Dr. Santi Martini, dr., M.Kes
More Stories
Siap Berikan Digital Experience yang simpel & next level, IM3 Transformasikan Layanan Pascabayar Menjadi IM3 Platinum
Dankor Brimob Komjen Pol. Imam Widodo: Brimob Harus Kuasai Permasalahan Poleksosbud!
Badilum Pembinaan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri di Wilayah Jawa Timur