24/11/2024

Jadikan yang Terdepan

Proyek Kereta Cepat, Benarkah untuk Kemaslahatan Umat?

Oleh Ummu Kholda

Pegiat Literasi, Komunitas Rindu Surga

Setelah pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh usai dan diresmikan pengoperasiannya beberapa waktu lalu, kini pemerintah berencana akan melanjutkan kereta cepat itu sampai ke Surabaya. Dengan adanya kereta cepat ini perjalanan Jakarta-Surabaya dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 4 jam dengan melewati sejumlah wilayah atau kota.

Untuk menindaklanjuti rencana tersebut, Presiden Jokowi akan mengagendakan kunjungan kerjanya ke China. Menurut Menteri BUMN, Erick Thohir, dalam kunjungan tersebut akan ada beberapa hal yang dibahas terkait kerjasama, salah satunya adalah perpanjangan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya ini.

Pemerintah sendiri memberikan kesempatan kepada PT Industri Kereta Api (PT INKA) untuk menggarap proyek kereta cepat ini, setelah sebelumnya berhasil memproduksi rangkaian kereta (train set) LRT Jabodetabek. Namun sayangnya PT INKA tidak bisa bekerja sendiri tanpa alih teknologi. Oleh karena itu, bisa dimungkinkan negara akan bekerjasama atau menggandeng negara lain, dalam hal ini kemungkinannya adalah China. (Kumparan.com, 15/10/2023)

Biaya Membengkak

Sebelumnya, pemerintah telah menyelesaikan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dengan biaya yang begitu membengkak hingga 1,2 miliar dollar AS atau setara dengan Rp18,02 triliun. Angka tersebut merupakan hasil audit dari berbagai negara yang telah disepakati bersama. Sehingga total biaya proyek dari tahun 2016 itu mencapai 7,27 miliar dollar AS atau sekitar Rp108, 14 triliun. Biaya tersebut 75% didapat dari pinjaman China Development Bank (CDB) sedangkan sisanya berasal dari setoran modal konsorsium dua negara yakni Indonesia dan China. Dengan pembagian BUMN Indonesia menyumbang 60% dan sisanya dari konsorsium China. (CNN Indonesia, 14/2/2023)

Jika proyek KCJB saja begitu besar biaya yang harus dikeluarkan, maka dapat dibayangkan dana yang dibutuhkan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya pasti lebih besar lagi. Mengingat jarak tempuhnya juga lebih panjang dibandingkan Jakarta-Bandung. Dan tidak menutup kemungkinan jika biaya tersebut akan mengandalkan pinjaman lagi, sebagaimana proyek KCJB. Padahal utang Indonesia saat ini sudah sangat banyak. Namun, inilah faktanya, negeri ini seolah tak bisa lepas dari jeratan utang.

Jika kita cermati, sejatinya mengandalkan pinjaman luar negeri, sama saja dengan menjatuhkan diri dalam jebakan utang. Utang akan semakin menumpuk, belum lagi ditambah dengan bunganya. Apalagi saat ini mungkinkah ada negara yang memberi pinjaman secara cuma-cuma? “No free lunch” alias tidak ada makan siang gratis dalam sistem sekarang. Artinya tidak akan mau memberi pinjaman jika negara tersebut tidak memperoleh keuntungan. Sehingga jelaslah keuntungan atau manfaat menjadi landasan dilakukannya sebuah perbuatan.

Proyek untuk Siapa?

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya yang direncanakan pemerintah sebagai kelanjutan proyek KCJB mungkin bagi sebagian orang merasa perlu. Karena dapat menghemat waktu, apalagi jika sudah berbicara bisnis, pasti soal waktu sangat diperhitungkan. Namun bagi rakyat secara umum perlukah proyek tersebut dibangun? Atau bahkan terpikirkan pun tidak. Untuk biaya hidup sehari-hari saja masih banyak yang kesusahan. Belum lagi sarana transportasi lain ke arah Surabaya juga masih tersedia. Masyarakat lebih membutuhkan sarana transportasi yang murah, aman, dan nyaman yang terjangkau dan sesuai dengan kondisi keuangan mereka. Bukan yang mewah meskipun cepat tetapi tak terjangkau di ongkos.

Sehingga jelaslah siapa yang akan menikmati fasilitas tersebut. Tentulah orang yang berdompet tebal, mereka yang banyak uang. Bukan untuk memudahkan rakyat memperoleh fasilitas transportasi tersebut, tetapi hanya segelintir orang saja yang mampu melakukan. Apalagi jika dilihat jalur yang dilewati, yakni jalur sibuk, kota-kota besar se-Jawa, maka dapat dipastikan berpeluang sekali bagi para pelaku ekonomi terutama golongan elit untuk melakukan transaksi ekonominya.

Itulah pembangunan transportasi dalam sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini meniscayakan keberpihakannya kepada para kapital (pemilik modal), bukan untuk kemaslahatan rakyat. Karena asasnya adalah manfaat dan keuntungan, maka pembangunan pun diarahkan agar bernilai materi meskipun berupa fasilitas umum, termasuk transportasi.

Pembangunan dalam Pandangan Islam

Pembangunan dalam Islam tentu berbeda dengan kapitalis. Islam sebagai agama sekaligus sistem hidup mempunyai pandangan tersendiri dalam hal pembangunan. Negaralah yang akan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh kebutuhan rakyatnya termasuk dalam memperoleh fasilitas moda transportasi.

Negara yang menerapkan sistem Islam tidak akan membeda-bedakan ketika memberikan pelayanannya kepada rakyat. Dalam moda transportasi, negara akan memberikan transportasi yang murah, aman, dan nyaman untuk masyarakat kaya, miskin bahkan nonmuslim. Selain itu, negara ketika membangun infrastruktur juga bukan dalam rangka pencitraan, akan tetapi benar-benar dalam rangka mengurus rakyatnya yang merupakan amanah dari Allah Swt. Amanah ini kelak akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Oleh karenanya seorang pemimpin harus hati-hati ketika bertindak apalagi jika sudah menyangkut urusan umat.

Dari sisi biaya, negara Islam akan membangun semua fasilitas dengan biaya sendiri. Biaya tersebut akan diperoleh dari kas negara (baitulmal), yang pendapatannya diambil dari beberapa pemasukan. Seperti kharaj, fai, ghanimah, jizyah, dan juga dari hasil pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) negara yang melimpah. Dengan begitu, negara tidak perlu lagi untuk meminjam dana ke luar negeri, karena sudah sangat mampu membiayai sendiri dan memenuhi kebutuhan rakyat lainnya.

Dalam hal investasi, negara Islam tidak melarangnya. Namun investasi tersebut harus mengikuti mekanisme sesuai syariat dengan menggunakan kerjasama yang dibolehkan. Maka dalam hal ini negara Islam tidak akan melakukan investasi untuk membangun transportasi, jika investasi tersebut bekerja sama dengan negara yang jelas-jelas memusuhi Islam.

Dengan mekanisme tersebut, negara akan terlindungi dari pihak luar atau negara lain yang ingin menguasai bahkan menghancurkan negara Islam. Tetapi sebaliknya, negara justru akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya secara mandiri.

Demikianlah konsep pembangunan dalam pandangan Islam, yang berprinsip pada kemaslahatan rakyat, bukan untuk mendapat keuntungan apalagi merugikan rakyat. Konsep seperti inilah yang seharusnya dilakukan saat ini, agar pembangunan murni untuk memudahkan rakyat agar dapat menikmatinya. Sudah saatnya kita memperjuangkan konsep tersebut, agar kemaslahatan rakyat dapat terwujud. Wallahu a’lam bi ash-shawab.