Oleh. Uqie Nai
Member AMK4
Beras adalah bahan pokok masyarakat Indonesia yang banyak dikonsumsi dan menjadi salah satu pangan yang memiliki karbohidrat tinggi. Namun, ketergantungan masyarakat akan beras ini sepertinya akan menghadapi dilema mengingat beberapa pekan terakhir harga beras terus merangkak naik bahkan menggila. Kenaikan ini diduga karena menurunnya produksi beras, siklus panen, fenomena El Nino, dan kebijakan global dari negara-negara eksportir.
Kenaikan beras yang cukup signifikan telah ditunjukkan pemerintah melalui Peraturan Badan Pangan Nasional No. 7/2023 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. Ada beberapa wilayah yang mengalami kenaikan cukup tinggi berdasarkan pembagian zona seperti Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi, HET beras medium senilai Rp10.900/kg sedangkan beras premium Rp13.900/kg. Sementara Sumatera (selain Lampung dan Sumsel), NTT, dan Kalimantan, HET beras medium sebesar Rp11.500/kg dan beras premium Rp14.400/kg. Adapun Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp14.800/kg. (Detik.com, Rabu 23/8/2023)
Menurut Pengamat Pertanian Khudori, kenaikan harga beras saat ini adalah kenaikan luar biasa. Padahal siklus di periode ini sebenarnya masih siklus normal. Yaitu, siklus di mana harga gabah/beras tinggi saat musim gadu (Juni-September), dibandingkan saat musim panen raya (Februari-Mei). (CNBCIndonesia, Selasa 22/8/2023)
Kapitalisme Penyebab Ketahanan Pangan Tak Terwujud
Melonjaknya harga beras di pasaran, tentu akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, terutama karena faktor kemiskinan. Untuk mengatasi hal ini pemerintah berencana akan menggelontorkan bantuan pangan beras kepada 21,353 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tersebar di seluruh provinsi. Sama seperti bantuan beras tahap pertama yang berlangsung pada April – Mei 2023, bantuan pangan beras kali ini akan disalurkan selama tiga bulan pada bulan Oktober – Desember 2023 dengan volume masing-masing 10 kg beras.
Pemerintah sepertinya lupa jika bantuan yang digelontorkan tersebut tidak akan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Terlebih lagi bantuan yang didapat masing-masing keluarga hanya 10 kg beras saja, sementara kebutuhan pokok lainnya yang juga dibutuhkan masyarakat harganya kian naik seperti gas, listrik, telur, gula, dan minyak goreng (migor).
Bantuan pemerintah tersebut sejatinya bukan solusi atas semua persoalan masyarakat yang muncul akibat kebijakan pemerintah itu sendiri. Sebagaimana halnya bantuan migor bersubsidi dan penetapan satu harga, bantuan beras 10 kg pun akan berakhir sama. Tak mengatasi masalah dan tidak tepat sasaran. Itu karena kebijakan yang diambil pemerintah hanya sebatas meredam gejolak atau menghindari protes masyarakat. Artinya kebijakan yang dibuat bukan benar-benar bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap rakyatnya. Buktinya, kebijakan satu harga atas minyak goreng tersebut tak bertahan lama malah menyisakan utang cukup besar terhadap pengusaha. Bahkan karena penetapan satu harga ini ada pengusaha yang memilih menjual produknya ke luar negeri ketimbang di dalam negeri. Pemerintah pun tak berkutik. Harga migor tetap mahal, utang negara kian bertambah.
Bila pemerintah ingin rakyatnya sejahtera dari sisi ketersediaan bahan pangan, seharusnya ada upaya riil yang bersifat komprehensif seperti pemanfaatan digitalisasi pasar agar dapat mendistribusikan pangan dari daerah surplus ke daerah defisit; menjaga ketersediaan pangan melalui peningkatan produktivitas dalam negeri; mengurangi ketergantungan impor; atau menjaga keberlangsungan sumber daya alam dari penguasaan kapitalis semisal penetapan lahan sawah yang dilindungi, pengendalian alih fungsi lahan, diversifikasi budidaya, penggunaan pupuk organik atau pemeliharaan jaringan irigasi.
Secara konsep, pemerintah tentu memiliki solusi tersebut dan bisa menjalankannya. Tapi secara fakta, pemerintah (negara) tak mungkin mampu mewujudkannya selama sistem yang melandasi kebijakannya masih kapitalisme liberal. Sistem ini ketika diterapkan akan meminimalisir peran negara untuk mengurus urusan publik apalagi memenuhi kebutuhan pokok mereka kepala per kepala. Sebaliknya, yang diinginkan sistem ini adalah negara harus memberi keleluasaan pada pemilik modal untuk mengelola aset publik di segala sektor. Alhasil, lahan persawahan, pertanian, perkebunan banyak dialihfungsikan menjadi lahan beraspal, gedung pencakar langit dan berbagai infrastruktur seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Ketika stok pangan menurun, negara dengan cepat mengambil kebijakan impor tanpa melihat dulu situasi dan kondisi petani yang banyak dirugikan karena kebijakan ini.
Islam adalah Solusi Tepat untuk Masalah Umat
Islam dan syariatnya adalah oase di tengah gersangnya solusi di alam kapitalisme. Aturannya yang sempurna mampu melahirkan kebijakan cemerlang bagi penguasa yang menerapkannya. Tak terkecuali dalam mewujudkan ketahanan pangan. Meski negara tak memiliki kewenangan menetapkan harga suatu produk/barang, akan tetapi negara mempunyai mekanisme yang tepat agar praktik muamalah di tengah masyarakat berjalan sesuai syariat termasuk kegiatan supply (penawaran) and demand (permintaan) berjalan secara alami.
Di antara upaya negara mewujudkan ketahanan pangan adalah: Pertama, memastikan kelancaran distribusi pangan dari petani kepada konsumen. Negara akan memfasilitasi transportasi yang aman, mudah dan murah. Baik jalan umum atau jalan tol bisa dimanfaatkan masyarakat secara nyaman. Kedua, ketersediaan lahan untuk budidaya hasil pertanian, perkebunan, peternakan, tambak atau industri pangan. Ketiga, memanfaatkan teknologi pertanian, diversifikasi pertanian, pemberian bibit berkualitas, pemberian pupuk gratis dan alat-alat penunjang lainnya untuk kemajuan pangan. Keempat, melarang praktik penimbunan (al ihtikar). Rasulullah saw. telah bersabda: “Barang siapa yang telah menimbun barang, maka ia adalah orang yang dilaknat.” (HR. Muslim)
Kelima, menempatkan qadhi hisbah di pasar untuk mencegah praktik kecurangan atau adanya perampasan atas hak orang lain (pembeli/penjual).
Keenam, penegakan sanksi atas pelaku kecurangan, penimbunan, penipuan atau sejenisnya yang menyebabkan orang lain terzalimi. Jenis dan kadar sanksinya berada di tangan negara atau diserahkan kepada qadhi (hakim).
Langkah-langkah di atas adalah bukti konkret ketika negara berperan sebagai pengurus dan pelindung atas rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Pemimpin (imam) itu adalah pengurus/penggembala. Ia akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang diurusnya (rakyat).” (HR. Bukhari)
Satu kebijakan dengan kebijakan lainnya yang dikeluarkan negara adalah cermin ketakwaan dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Bukan saja berusaha mewujudkan ketahanan pangan tapi juga berkewajiban memenuhi kebutuhan masyarakat secara optimal, baik kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan tapi juga kebutuhan kolektif secara gratis yakni pendidikan, kesehatan, juga keamanan.
Peran negara seperti inilah yang harusnya hadir di tengah masyarakat yang tak lagi didapat dari sistem sekarang. Satu peran yang akan membawa masyarakatnya sejahtera, mandiri serta mampu mendapatkan kebutuhan secara layak. Wallahu a’lam bissawab.
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN