Oleh Arini Faiza
Pegiat Literasi
Sebagai negara tropis Indonesia saat ini tengah memasuki musim kemarau, beberapa wilayah mengalami kekeringan yang cukup parah akibat Badai El Nino. Salah satunya adalah Papua, tepatnya di Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Kekeringan yang terjadi di wilayah ini telah mengakibatkan enam orang meninggal dunia karena lemas, diare, panas dalam dan sakit kepala. Dari enam orang tersebut, satu di antaranya masih anak-anak. Selain itu, data Kementerian Sosial, mencatat ada 7.500 jiwa yang terancam kelaparan karena gagal panen.
Pemerintah setempat mengaku sempat mengalami kendala dalam menyalurkan bantuan karena sulitnya akses menuju Distrik Lambewi dan Agandugume. Satu-satunya akses tercepat hanya dengan menggunakan pesawat. Namun, penyalur bantuan mengalami kesulitan mendapatkan layanan penerbangan karena khawatir serangan dari KKB. (Kompas.com, 30/06/2023)
Jatuhnya korban jiwa akibat kelaparan di tanah Papua sungguh merupakan berita yang memilukan. Pasalnya, Papua memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti emas, perak, batu bara dan gas bumi. Kementerian ESDM mencatat pada tahun 2020, Papua memiliki tambang emas terbesar di Indonesia, yakni 52% dari seluruh cadangan biji emas negeri ini, 1,876 juta ton cadangan biji perak. Selain itu Papua juga kaya akan batu bara, minyak dan gas bumi berkali-kali lipat lebih besar dari blok Masela. ( CNBC Indonesia, 06/01/2023)
Meskipun cuaca buruk dan kekeringan disebut sebagai penyebab terjadinya kelaparan, tetapi krisis Papua sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Keberadaan Freeport sebagai perusahaan tambang emas raksasa sejak 1967 nyatanya tidak banyak membawa dampak baik bagi kesejahteraan seluruh masyarakat Papua. Bahkan Freeport seolah berkepentingan memelihara konflik sosial agar lebih leluasa mengambil sumber daya alam Papua tanpa ada pertentangan dari warga setempat. Begitu pula dengan sikap pemerintah yang hingga saat ini belum mampu membasmi KKB, padahal mereka sudah termasuk kategori teroris dan sudah banyak korban jiwa berjatuhan baik etnis Papua, maupun aparat keamanan. Akibatnya, bantuan untuk masyarakat yang mengalami kelaparan dan kekeringan menjadi terhambat karena takut dengan serangan KKB
Terjadinya kelaparan padahal tanahnya kaya SDA seperti Papua, jelas bukan sekadar soal perubahan cuaca, apalagi kendala akan sulitnya medan saat penyaluran bantuan. Tetapi minimnya upaya penguasa selama ini untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya, termasuk antisipasi terhadap perubahan cuaca maupun potensi bencana alam lainnya. Terlebih permasalahan yang ada di Papua juga begitu kompleks sehingga tidak cukup penanggulangan kelaparan sekadar pada penyaluran bantuan makanan.
Kelaparan yang berujung kematian warga menunjukkan bahwa peran pemimpin saat ini belum maksimal. Terutama perannya sebagai pelindung warga masyarakat, yakni bagaimana memenuhi kebutuhan pokok mereka berupa sandang, pangan, papan, atau kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan serta keamanan. Melihat berlimpahnya kekayaan Indonesia di darat dan laut semestinya negara tidak akan sulit memenuhi kebutuhan publik tersebut. Seharusnya kekayaan alam yang berlimpah dapat dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur, fasilitas pendidikan, kesehatan dan memberantas KKB agar warga Papua merasa aman. Bukan sebaliknya, SDA dikeruk korporasi asing sementara penduduk pribumi kelaparan.
Namun sejak diterapkannya sistem ekonomi dan politik kapitalisme di negeri ini tanggung jawab negara terhadap rakyat kian memudar, yang terjadi adalah penyerahan pengelolaan aset publik ke tangan pemodal atau kapitalis secara besar-besaran. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, negara bertindak hanya sebagai pembuat kebijakan yang memuluskan berbagai langkah kapitalis untuk menguasai sumber daya alam yang sejatinya milik rakyat. Padahal privatisasi SDA menjadi penyebab kemiskinan sistemik, sehingga nasib rakyat negeri ini khususnya Papua semakin terpuruk. Kekayaan yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, justru diserahkan kepada asing. Sementara rakyat harus rela hanya sekedar mendapatkan remah dan dampak buruknya.
Persoalan Papua dan berbagai permasalahan bangsa ini sejatinya dapat diselesaikan apabila rakyatnya hidup dalam naungan Islam. Sebab, penerapan aturan Islam secara menyeluruh menjamin kehidupan rakyat aman dan sejahtera. Islam berpandangan bahwa kesejahteraan dan keamanan warga menjadi tanggung jawab negara. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
“Seorang Imam adalah pemimpin, ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari)
Negara dalam Islam akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang di dalamnya terdapat konsep kepemilikan, sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu Padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Sumber daya alam adalah kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu maupun korporasi. Negara wajib mengelola SDA dan mendistribusikan hasilnya ke seluruh pelosok negeri dalam bentuk jaminan kebutuhan pokok yakni sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Negara juga akan memperkokoh ketahanan dan kedaulatan pangan untuk menghindari terjadinya kelaparan apabila terjadi kekeringan dan bencana lainnya. Dengan cara memperkokoh sektor pertanian, menghitung kebutuhan pangan nasional, memetakan daerah yang berpotensi besar untuk pertanian, menunjang sarana dan prasarana pertanian dengan mengoptimalkan industri-industri terkait, seperti industri pupuk, alat-alat pertanian, dan lain sebagainya.
Pemimpin Islam terdahulu telah mencontohkan bagaimana seharusnya menjadi seorang pemimpin. Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab masyarakat Arab pernah mengalami kekeringan, hewan ternak warga dan pepohonan mati. Tanah tempat mereka berpijak telah menghitam laksana abu. Rasa putus asa mendera dimana-mana. Untuk mengatasi kelaparan yang terjadi, Khalifah Umar menyembelih unta setiap hari untuk dibagikan kepada masyarakat. Beliau sendiri hanya makan sedikit roti dengan minyak zaitun, tidak memakan daging, minyak Samin, dan susu karena khawatir makanan untuk rakyatnya berkurang apabila beliau ikut makan.
Kelaparan yang berujung kematian seperti di Papua tidak akan pernah terjadi dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara total. Sebab, penguasa dalam sistem ini menyadari bahwa kesejahteraan dan keamanan publik adalah prioritas. Dan jabatan yang ia emban adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Sangat berbeda dengan pemimpin dalam sistem demokrasi, yang menganggap jabatan adalah ajang untuk memperluas kekuasaan serta memperkaya diri dan kelompoknya.
Wallahu a’lam bi ash shawab.
More Stories
Dampak Pemidanaan Guru oleh Ortu Siswa Terhadap Keberlangsungan Pendidikan Masa Depan
Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Rakyat Susah?
KURSUS ALKITAB GRATIS YANG MENGUBAH KEHIDUPAN