Surabaya (25/11) – KPPU dan Tim Peneliti dari CEDS-UNPAD telah selesai melakukan kajian mengenai Indeks Persaingan Usaha 2021. “Dari hasil penelitian tersebut persaingan usaha mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2020, hal ini tergambar pada indeks persaingan usaha yang meningkat dari 4.65 menjadi 4.81 dari skala maksimal 7. Hasil kajian juga telah mengukur persaingan usaha di provinsi Jawa Timur, Bali, NTB dan NTT,” ungkap Mulyawan Rajamenggala, Direktur Ekonomi KPPU, Kamis (25/11/21).
PROVINSI JAWA TIMUR
Dari hasil kajian, indeks persaingan usaha di provinsi Jawa Timur tahun 2021 berada pada angka 5.17 (sebelumnya pada angka 5.22), masuk dalam kategori persaingan usaha sedikit tinggi. Kondisi ini disebabkan meski nilai indeks pada dimensi struktur, perilaku dan kinerja beserta Penawaran cenderung menurun namun disisi lain dimensi Regulasi, Permintaan dan Kelembagaan mengalami kenaikan.
Dendy R. Sutrisno, Kepala Kanwil IV KPPU Surabaya, mengatakan hasil penelitian juga menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) sektor yang dipersepsikan memiliki persaingan usaha yang tinggi, yaitu 1) Industri Pengolahan, 2) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, serta 3) Penyediaan Akomodasi, Makan dan Minuman. “Untuk 3 (tiga) sektor yang dipersepsikan mempunyai persaingan usaha rendah adalah: 1) Pengadaan Listrik dan Gas, 2) Pertambangan dan Penggalian, serta 3) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang,” ulasnya.
PROVINSI BALI
Untuk Provinsi Bali, indeks persaingan usaha mengalami perbaikan, dari sebelumnya 4.70 (Tahun 2020) menjadi 5.16 (Tahun 2021), yang masuk dalam kategori persaingan usahanya sedikit tinggi. Kenaikan nilai indeks meliputi seluruh dimensi, yakni struktur, perilaku dan kinerja, regulasi, permintaan, penawaran dan kelembagaan, dengan kenaikan cukup signifikan pada dimensi Regulasi.
Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) sektor yang dipersepsikan memiliki persaingan usaha yang tinggi, yaitu 1) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, 2) Penyediaan Akomodasi, Makan dan Minum, serta 3) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Untuk 3 (tiga) sektor yang dipersepsikan mempunyai persaingan usaha rendah adalah: 1) Pengadaan Listrik dan Gas, 2) Pertambangan dan Penggalian, serta 3) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang.
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Pada Provinsi NTB terjadi penurunan nilai indeks persaingan usaha dari sebelumnya 4.94 (tahun 2020) menjadi 4.72 (tahun 2021). Nilai indeks tersebut masuk dalam kategori persaingan usaha sedikit tinggi. Penurunan nilai indeks terjadi di seluruh dimensi kecuali dimensi permintaan yang nilainya indeksnya tetap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) sektor yang dipersepsikan memiliki persaingan usaha yang tinggi, yaitu 1) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, 2) Penyediaan Akomodasi, Makan dan Minuman, serta 3) Transportasi dan Pergudangan. Untuk 3 (tiga) sektor yang dipersepsikan mempunyai persaingan usaha rendah adalah: 1) Pertambangan dan Penggalian, 2) Pengadaan Listrik dan Gas, serta 3) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang.
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Indeks persaingan usaha di Provinsi NTT terjadi peningkatan persaingan usaha yang tercermin dari penurunan nilai indeks dari 4.80 menjadi 4.93. Dengan demikian indeks persaingan usaha di NTT masuk dalam kategori sedikit tinggi. Kenaikan nilai terjadi di dimensi Struktur, Kinerja, Regulasi, Permintaan dan Penawaran. Sementara nilai dimensi Perilaku dan Kelembagaan mengalami penurunan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) sektor yang dipersepsikan memiliki persaingan usaha yang tinggi, yaitu 1) Pertanian, Kehutanan, Perikanan, 2) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, serta 3) Penyediaan Akomodasi, Makan dan Minuman. Untuk 3 (tiga) sektor yang dipersepsikan mempunyai persaingan usaha rendah adalah: 1) Pengadaan Listrik dan Gas, 2) Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, serta 3) Informasi dan komunikasi.
“KPPU akan terus melakukan penelitian dan monitoring terhadap industri yang terkonsentrasi tinggi dan moderat untuk mengetahui penyebab tingginya konsentrasi tersebut dan dampaknya terhadap perekonomian. Jika terdapat regulasi yang menghambat di industri tersebut maka KPPU akan melakukan advokasi dan penyampaian saran pertimbangan. Apabila terdapat perilaku yang anti persaingan dilakukan oleh pelaku usaha maka dapat dilanjutkan kepada penegakan hukum,” pungkas Mulyawan Rajamenggala. (*/Ro)
More Stories
Raperda APBD Jatim 2025 Resmi Disetujui, Pj Gubernur Adhy Pastikan Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat Jadi Prioritas
Peringatan HKN 2024, Pj. Gubernur Jatim Komitmen Tingkatkan Kualitas Kesehatan Masyarakat
SIAP MENANGKAN PILKADA PDIP GELAR PELATIHAN SAKSI