23/11/2024

Jadikan yang Terdepan

BANK INDONESIA DORONG INDUSTRI DAN GAYA HIDUP HALAL

Surabaya, KabarGRESS.com – Bank Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi syariah berbasis halal value chain melalui gelaran The 5th Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF). Mengangkat tema “Strengthening National Economic Growth : The Creation of Halal Value Chains and Innovative Vehicles”, ISEF mengupas serba serbi industri dan gaya hidup halal.
Di sejumlah penelitian menyebutkan bahwa komunitas Muslim adalah segmen konsumen dengan pertumbuhan tercepat di dunia.

Memperhatikan hal tersebut, kebutuhan terhadap produk yang memiliki jaminan halal kian lama kian diperlukan. Setiap perusahaan yang tidak mempertimbangkan bagaimana melayani segmen konsumen tersebut, akan kehilangan kesempatan yang signifikan dari hulu sampai ke hilir.

Sebagai bentuk dukungan terhadap industri produk halal di Indonesia, Bank Indonesia bekerjasama dengan LPPOM MUI, Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur menginisiasi program sertifikasi halal yang diberikan pada 100 UMKM yang tersebar di seluruh Jawa Timur.

“Saat ini, masyarakat mulai memiliki kesadaran terhadap aspek halal suatu produk, tidak hanya di Indonesia, namun juga di luar negeri. Oleh karena itu, halal value chain menjadi aspek yang penting dalam peningkatan kualitas produk, termasuk produk ekspor Indonesia,” tutur Difi A. Johansyah, Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur.

“Sejarah sertifikasi halal di Indonesia diawali pada tahun 1988, ketika Prof. Dr. Tri Susanto dari Universitas Brawijaya menemukan produk turunan dari babi seperti gelatin maupun lemak babi dalam makanan dan minuman. Saat itu, penjualan produk mengalami penurunan sebesar 20-30%,” tutur Sukoso, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dalam dalam talkshow “Sertifikasi Halal untuk UMKM Indonesia” di ISEF 2018 (14/12).

Sukoso menuturkan bahwa dalam proses mengeluarkan sertifikasi halal, BPJPH melibatkan berbagai pihak, antara lain LPPOM MUI, penyelia halal yang bertugas untuk Mengawasi Proses Produk Halal (PPH) di perusahaan serta Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). “Melalui mekanisme ini, kami ingin memastikan bahwa setiap produk yang tersertifikasi telah mendapat jaminan halal dari setiap proses produksinya,” tutur Sukoso.

Dalam memeriksa kandungan halal pada produk makanan dan minuman, bukan hanya produknya yang perlu diperhatikan, namun juga alat-alat yang digunakan. “Ada banyak prinsip yang harus dipenuhi sebagai syarat mutlak dalam proses sertifikasi halal. Untuk itu, para pelaku UMKM berbasis syariah perlu memperhatikan penggunaan bahan baku untuk berproduksi sehingga dapat diyakini konsistensi kehalalannya,” tutur Osmena Gunawan, wakil Direktur LPPOM MUI.

Kehalalan sebuah produk tidak hanya didukung oleh pemilihan bahan, namun juga proses dan mekanisme produksi dari hulu ke hilir. Pelaksanaan prosedur yang baik diharapkan dapat memperkuat bisnis industri halal UMKM Indonesia sehingga semakin meningkat dan berkembang hingga ke taraf global.

Dalam mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia tidak hanya berfokus pada halal value chain, namun juga alternatif sumber pembiayaan syariah. Pada forum bertema “Peran Islamic Social Finance dalam Mendukung Implementasi SDGS”, dibahas bahwa pemanfaatan zakat sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan sektor produktif memiliki potensi yang sangat besar.

“Saat ini realisasi pengumpulan dana zakat nasional baru sekitar 6,2 triliun atau 2,92% dari total potensi zakat yg seharusnya bisa mencapai sekitar 235,16 triliun. Karenanya, optimalisasi pemanfaatan zakat sebagai salah satu instrumen keuangan syariah sangat penting dilakukan,” tutur Bambang Sudibyo, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Salah satu alternatif mendorong peningkatan pengumpulan Zakat adalah manajemen pengumpulan zakat yang mengikuti manajemen pengumpulan pajak. Untuk mengimplementasikan hal tersebut, maka diperlukan dukungan regulasi, antara lain mewajibkan zakat bagi yang memenuhi syarat dengan pemberian insentif berupa pengurangan kewajiban pajak bagi pembayar zakat dan Sentralisasi Pengumpulan Zakat dengan pola pendistribusian desentralisasi secara proposional.

Di era revolusi industri 4.0, pengelolaan zakat pun dapat dilakukan melalui media digital. Digitalisasi pengelolaan Zakat dilakukan agar pengumpulan dan distribusi lebih efisien, transparan, skala besar, lebih aman dan menurunkan biaya transaksi.

Pada kesempatan tersebut, dilakukan pula peluncuran Outlook Zakat Nasional 2019 sebagai wujud nyata dukungan Pemerintah, BI dan BAZNAS dalam mendorong optimalisasi pengumpulan zakat nasional. Outlook Zakat Nasional 2019 ini mencakup informasi mengenai pengumpulan dan pemanfaatan zakat, Statistik Penyaluran Zakat, Highlight kajian strategis perzakatan, Kinerja Perzakatan Nasional dan Tantangan & Peluang Zakat Nasional 2019.

Pada ISEF hari keempat ini, berbagai business matching tetap terus berlangsung dengan melahirkan sejumlah kesepakatan senilai total lebih dari Rp6,7 trilyun. Diantaranya, kesepakatan kerjasama senilai Rp10 Milyar antara Unit Usaha Syariah (UUS) Bank DKI dengan KSPS BMT UGT Sidogiri, kerjasama senilai Rp 13 Miliar antara PT Food Station Tjipinang dengan UD Sahabat Tani, serta kesepakatan lainnya. (ro)