Surabaya, KabarGress.Com – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi pembicara di empat sesi pra forum United Cities Local Goverment (UCLG) Aspac yang digelar di gedung Dyandra Convention Hall, Rabu (12/9/2018). Dalam setiap forum itu, peserta yang ikut dan tema pembahasannya berbeda-beda.
Di sesi atau forum pertama, Wali Kota Risma berbicara tentang tema perubahan iklim. Pada tema ini, ia menjelaskan tentang penurunan suhu yang terjadi di Kota Surabaya. Awalnya, suhu Kota Surabaya berkisar diantara 34-36 derajat celsius. Saat itu pula, kondisi Surabaya masih kotor dan panas. Bahkan, saat itu Surabaya mengalami permasalahan dalam bidang sampah karena tempat pembuangan akhir (TPA) sampah ditutup paksa oleh warga.
“Kini, suhu di Surabaya sudah turun 2 derajat celsius, karena kami banyak membangun taman dan juga hutan kota, termasuk pula berbagai program lingkungan, seperti car free day dan berbagai program lainnya,” kata Wali Kota Risma dalam sambutannya di depan pemerintah daerah dan akademisi di Asia Pasifik dalam tranning Event bertema perubahan iklim.
Bahkan, Wali Kota Risma mengaku setiap tahunnya, Pemkot Surabaya membangun 10-20 taman di berbagai titik di Kota Surabaya. Setiap tahun, pemkot juga membangun 2 lokasi hutan kota dan setiap tahunnya ada 10-15 lapangan olahraga dibangun di berbagai titik di Kota Surabaya. “Kami juga sedang menggarap Kebun Raya Mangrove pertama di Indonesia. Kami juga terus melakukan revitalisasi sungai, sehingga inilah yang berpengaruh pada penurunan suhu di Surabaya,” tegasnya.
Dalam forum itu, Wali Kota Risma menjelaskan tentang wilayah Kota Surabaya yang mana 50 persennya terdiri dari perkampungan. Saat awal-awal menjabat, kondisi perkampungan di Surabaya identik dengan kumuh dan banyak anak-anak yang tidak berpendidikan serta banyak penyakit menular.
“Tapi kini sudah berubah. Kampung menjadi potensi terbesar kami, karena saat ini kondisinya sudah bersih dan bisa mengolah sampah secara mandiri. Setelah itu, mereka menanam pohon di kampung-kampung mereka, sehingga saat ini penyakit diperkampungan juga menurun drastic,” tegasnya.
Di forum kedua, Wali Kota Risma menyampaikan pembahasan tentang tema penanganan bencana. Menurut dia, di awal-awal menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, orang selalu mengeluhkan tentang panas dan banjir dimana-mana, sehingga dia pun langsung bergerak secepat mungkin. “Saat ini tinggal 2-3 persen saja yang banjir,” kata Wali Kota Risma dalam forum ini.
Pengalaman banjir tersebut, lanjut dia, memberikan pelajaran tersendiri bagi Pemkot Surabaya, sehingga para petugas yang tidak bisa menyelam, langsung diberi pelatihan. Pemkot pun juga melatih masyarakat dalam penanganan bencana, sehingga mereka siap ketika sewaktu-waktu ada bencana. “Kami juga punya taruna siaga bencana yang on call 24 jam kalau ada bencana. Kami juga punya satuan relawan kebakaran (satlakar). Bahkan, kami juga punya relawan kesehatan yang berasal dari masyarakat, sehingga kalau ada bencana, mereka semua tahu harus bertindak bagaiamana,” ujarnya.
Dalam penanganan bencana ini, Wali Kota Risma juga tidak lupa dengan inovasi Command Center 112 yang ada di Gedung Siola. Di CC 112 ini, tidak hanya menolong apabila ada bencana, karena di sini juga ada psikolognya yang siap membantu masyarakat.
Wali Kota Risma juga menjelaskan alasan cepatnya pemulihan Surabaya setelah diserang teroris beberapa bulan lalu. Salah satu yang paling membantu saat itu adalah ribuan kamera CCTV yang dipasang Pemkot Surabaya di berbagai titik di Kota Surabaya. Ke depannya, Wali Kota Risma juga berkomitmen untuk mengembangkan kamera CCTV ini hingga bisa mendeteksi muka seseorang.
“Dua hari setelah kejadian itu, saya menciptakan aplikasi Sipandu untuk mendeteksi orang-orang yang mencurigakan,” tegasnya.
Selanjutnya, Wali Kota Risma juga menjadi pembicara dalam forum ketiga bertema kerjasama bidang bisnis dan perdagangan. Ia menjelaskan bahwa Surabaya yang merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta, pertumbuhan ekonominya selalu lebih tinggi dibanding nasional dan provinsi.
Pada tahun 2010, awal menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, daya beli masyarakat yang rendah ada di kisaran 43 persen, menengah atau sedang berada di kisaran 42 persen, dan sisanya merupakan daya beli tinggi.
Namun, ketika tahun 2016 kemarin dilakukan survie, daya beli masyarakat yang rendah tinggal 8 persen. Kemudian yang sedang turun jadi 41 persen. “Itu artinya melompat jauh dari daya beli yang rendah ke daya beli yang tinggi. Padahal seharusnya kan dari rendah ke menengah dulu, nah ini tidak, langsung melompat ke tinggi. Jadi, berarti telah terjadi pergerakan ekonomi yang sangat cepat,” kata Wali Kota Risma dalam sambutannya.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa Pemkot Surabaya banyak bekerjasama dengan kota-kota di berbagai negara di dunia. Masing-masing kota itu, memiliki spesialis dalam bidang kerjasamanya. “Saya bermimpi suatu saat nanti, kerjasama ini bisa digunakan oleh pengusaha untuk meringankan beban kotanya masing-masing,” tegasnya.
Sementara itu, di forum yang keempat, Wali Kota Risma menjelaskan tentang berbagai inovasi yang telah dilakukan oleh Pemkot Surabaya selama kepemimpinannya. Saat itu, ia menjelaskan tentang pembayaran Suroboyo Bus dan Bus Bertingkat yang menggunakan sampah botol plastik. “Saat ini, sampah botol plastik terkumpul sangat banyak dan akan segera dilelang. Hasilnya, nanti akan dibuat untuk operasional bus itu,” tegasnya.
Selain itu, Pemkot Surabaya saat ini sedang membuat matras dari sampah sandal jepit yang dipotong-potong. Sampah itu kemudian dijadikan jogging track, sehingga masyarakat yang lari di atas jogging track itu tidak sakit. (tur)
More Stories
Ayo ke TPS! Pilkada Serentak, Rabu 27 November 2024
Pj Gubernur Adhy Apresiasi Distribusi Logistik Pilkada 2024 di Jatim Terbanyak se-Indonesia
Hari Kesehatan Nasional Ke-60, Pj. Gubernur Adhy Apresiasi Tim Yankes Bergerak Layani 1.067 Masyarakat Pulau Kangean