Surabaya, KabarGress.Com – Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Airlangga Pribadi mengajak masyarakat memilih secara cerdas dalam pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Timur 2018. Ajakan ini merespon inisiatif baik dari Bawaslu yang mengadakan deklarasi damai di Hotel Majapahit.
“Masyarakat harus cerdas dalam memilih karena pilihan pemimpin kita saat ini akan menentukan nasib hidup kita selama lima tahun ke depan,” ujarnya, Kamis (15/2/2018).
Dosen politik ini memandang, memilih dengan cerdas dan bersikap dewasa dalam setiap pemilihan kepala daerah sangat penting. Pasalnya, setiap pelaksanaan pilkada selalu ada insiden-insiden yang meresahkan masyarakat, seperti adu domba umat beragama, membuat kekacauan yang pada akhirnya mendorong instabilitas politik di Indonesia.
“Hal seperti itu harus dicegah, seruan-seruan mendorong kepada masyarakat untuk bersama-sama mengawal pilkada itu bagus, bisa ngontrol perilaku, seruan Bawaslu ini harus diikuti juga oleh semua kalangan, terutama masyarakat sipil dan elit politik,” jelasnya.
Menurutnya, keterlibatan masyarakat dan sikap dewasa elit politik dalam mengikuti setiap tahapan pilkada sangat perlu untuk menjaga stabilitas agar tidak berlangsung penyebaran isu-isu negatif. Seperti isu menyangkut suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), dan tidak menggunakan strategi berbasis SARA untuk menjatuhkan lawan politik.
Meski begitu, Airlangga yakin isu-isu yang berbasis SARA tidak akan berdampak signifikan. Pasalnya, kondisi sosial masyarakat Jawa Timur sangat jauh berbeda dengan DKI Jakarta. “Walaupun demikian kita harus melakukan upaya-upaya untuk mencegah dan tidak boleh lengah,” tegasnya.
Ditanya perihal kemungkinan munculnya isu Gender, Airlangga melihat isu gender lebih berpotensi “digoreng” ketimbang isu SARA. Namun demikian, isu ini tidak akan memberikan dampak signifikan. Sebab, pemilih di Jawa Timur sudah rasional dan tidak terlalu mudah termakan dengan isu-isu seperti itu.
“Kemungkinan ada beberapa pihak yang mengesploitasi isu (gender) tersebut. Tetapi saya pikir bahwa tingkat kesadaran dan pendidikan politik masyarakat Jawa Timur sudah cukup dewasa, tidak terlalu termakan isu-isu. Karena sebetulnya pilkada memilih pelayan rakyat, yang dikedepankan adalah kapasitas atau kemampun (pemimpin) untuk melayani masyarakatnya,” terangnya.
Karena itu, Airlangga mendorong kepada pasangan calon agar menawarkan program-program pembangunan untuk jangka lima tahun ke depan. Di Jawa Timur 10 tahun terakhir, program pembangunan sudah bagus. Ke depan, gubernur yang meneruskan harus mampu merawat serta mengembangkan program pembangunan masyarakat.
“Warga Jawa Timur memilih berdasarkan siapa yang bisa meneruskan dan bisa memperkuat kinerja dan performa Jatim ke depan,” tandasnya.
Terpisah, Ketua DPW PKS Jatim Arif Hari Setiawan menyambut baik deklarasi damai yang berlangsung di Hotel Majapahit. Dengan komitmen itu, masing-masing pasangan calon bisa berkontestasi secara sehat dalam Pilgub Jatim 2018.
“Kami menyambut baik, apalagi Gus Ipul dan Mbak Puti berkomitmen berdemokrasi yang berkeadaban dan damai,” akunya.
Menurutnya, komitmen bersama ini cukup bagus. Deklarasi itu menjadi modal untuk meminimalisir adanya konflik yang berlatar pada isu-isu negatif. “Kalau di Jawa Timur potensi isu SARA itu bisa dijaga, apalagi calonnya ini sama-sama dari NU sedangkan isu gender itu sudah selesai, mungkin yang masih itu di masyarakat,” ungkapnya.
Arif mengaku sudah melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu yang sangat sensitif, terutama isu gender. Langkah penyadaran ini tentu agar masyarakat bisa memilih dengan cerdas, memilih pemimpin karena kualitas dan integritas dari pasangan calon.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Timur Hendro Tri Subiyantoro mengaku telah berkomitmen untuk menghindari isu SARA, gender dan black campaign dalam strategi pemenangan. “Kita komitmen dengan derklarasi pilkada damai majapahit,” tegasnya saat dikonfirmasi melalui sambungan selulernya.
Menurutnya, pesta demokrasi adalah sebagai sarana memilih pemimpin yang terbaik untuk kepentingan masyarakat, bukan menjadi ajang klaim kebenaran, atau klaim dogmatis yang menyinggung kelompok tertentu. “Isu gender di masyarakat sudah tidak sensitif,” ungkap Hendro.
Dia menjelaskan, masyarakat saat ini sudah terbuka terhadap persoalan politik. Sehingga kondisi ini memungkinkan masyarakat memilih secara dewasa dan cerdas.
“Cuma kita memang masih ada sebagian kelompok masyarakat yang memiliki prinsip dogmatis dalam kaidah agama, pemimpin itu laki-laki, kita bisa menghormati itu, tapi itu jangan dijadikan alat menyerang karena belum tentu kelompok lain memiliki dogma yag sama, di Bhinneka inilah kita saling menghormati,” pungkasnya. (tur)
More Stories
Pj Gubernur Adhy Apresiasi Distribusi Logistik Pilkada 2024 di Jatim Terbanyak se-Indonesia
Hari Kesehatan Nasional Ke-60, Pj. Gubernur Adhy Apresiasi Tim Yankes Bergerak Layani 1.067 Masyarakat Pulau Kangean
Menpar: Potensi Wisata Bali Utara dan Barat Belum Digali dan Disentuh Wisatawan